Geguritan Brayut
Milik Departemen P dan K Tidak diperdagangkan Untuk umum
Geguritan Brayut
I Nengah Ardika
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan[ 2 ]GEGURITAN BRAYUT [ 4 ]PPS/B1/8179
Milik Dep. P dan K Tidak diperdagangkan
GEGURITAN BRAYUT
Alih aksara dan alih bahasa
I NENGAH ARDIKA
PERPUSTAKAAN
DIT. TRADISI DITJEN NBSF DPBUDPAR
NO. INV : 2269
PEROLEHAN :
TGL :6-4-09
SANDI PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
PROYEK PENERBITAN BUKU SASTRA
INDONESIA DAN DAERAH
Jakarta 1980 [ 5 ]Diterbitkan oleh
Proyek Penerbitan Buku Sastra
Indonesia dan Daerah
Hak pengarang dilindungi undang-undang [ 6 ]KATA PENGANTAR
Bahagialah kita, bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karyakarya sastra lama, yang pada hakikatnya adalah cagar budaya nasional kita. Kesemuanya itu merupakan tuangan pengalaman jiwa bangsa yang dapat dijadikan sumber penelitian bagi pembinaan dan pengembangan kebudayaan dan ilmu di segala bidang.
Karya sastra lama akan dapat memberikan khazanah ilmu
pengetahuan yang beraneka macam ragamnya. Penggalian karya
sastra lama yang tersebar di daerah-daerah ini, akan menghasilkan
ciri-ciri khas kebudayaan daerah, yang meliputi pula pandangan
hidup serta landasan falsafah yang mulia dan tinggi nilainya.
Modal semacam itu, yang tersimpan dalam karya-karya sastra
daerah, akhirnya akan dapat juga menunjang kekayaan sastra Indonesia pada umumnya.
Pemeliharaan, pembinaan, dan penggalian sastra daerah jelas
akan besar sekali bantuannya dalam usaha kita untuk membina
kebudayaan nasional pada umumnya, dan pengarahan pendidikan
pada khususnya.
Saling pengertian antar daerah, yang sangat besar artinya bagi
pemeliharaan kerukunan hidup antar suku dan agama, akan dapat
tercipta pula, bila sastra-sastra daerah yang termuat dalam karyakarya sastra lama itu, diterjemahkan atau diungkapkan dalam
bahasa Indonesia. Dalam taraf pembangunan bangsa dewasa ini
manusia-manusia Indonesia sungguh memerlukan sekali warisan
rohaniah yang terkandung dalam sastra-sastra daerah itu. Kita
yakin bahwa segala sesuatunya yang dapat tergali dari dalamnya
tidak hanya akan berguna bagi daerah yang bersangkutan saja,
melainkan juga akan dapat bermanfaat bagi seluruh bangsa Indonesia, bahkan lebih dari itu, ia akan dapat menjelma menjadi
sumbangan yang khas sifatnya bagi pengembangan sastra dunia.
Sejalan dan seirama dengan pertimbangan tersebut di atas, kami
sajikan pada kesempatan ini suatu karya sastra daerah Bali, yang [ 7 ]berasal dari Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar,
dengan harapan semoga dapat menjadi pengisi dan pelengkap
dalam usaha menciptakan minat baca dan apresiasi masyarakat
kita terhadap karya sastra, yang masih dirasa sangat terbatas.
Jakarta, 1980
Proyek Penerbitan Buku Sastra
Indonesia dan Daerah
6 [ 8 ]TERJEMAHAN
1. Ada syair yang bertembang, bertembang pupuh sinom, diceriterakan orang yang beragama Buda, ia tak suka mengindahkan nasehat, penjudi dari sejak kecil, malas dan tak berdaya, anaknya sangat banyak, yang disusahkan suami istri, delapan belas, dengan yang masih ada dalam kandungan. 2. Susah menyusahkan diri, setiap pekerjaan sudah pernah diambil, sungguh dirinya boros, berdagang tak berlaba, sekarang tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga, rumahnya semua telah roboh, atapnya berlobang-lobang, semua disisipi dengan kelopak pohon pinang, setiap hujan (kebocoran) terpaksa lari berteduh di bawah polong. 3 .Ia mempunyai seorang istri didapat dengan jalan memikat hatinya, dengan kepandaiannya memainkan genggong ke rumah tangga bernyanyi-nyanyi, kainnya dikenakan tak teratur, dijahit dengan benang serabut, telah robek berlobang-lobang , bermacam-macam kain dipakai menambal, tak teratur, jahitannya seperti kelabang. 4. Ia sungguh terlalu tak tahu malu, seperti tak menghiraukan, kotoran badannya sangat tebal, sangat kotor, badannya kering tak berminyak, rambutnya merah dan jarang, kusut dan tak teratur, hanya susunya diikat dengan kain, seperti salang waluh, .hanya urat kelihatan tak teratur. 5. Ditakdirkan mempunyai anak banyak, jarang ia tidak mengandung, belum menghentikan menyusui telah mengandung, perutnya sudah berisi (mengandung) tak sempat akan menggulung benang dan menenun, sekarang hanya diam di dalam rumah, anaknya banyak bergelantingan, tidur bangun, badannya sangat payah. 6 . Bila hari raya Galugan, hanya suaminya yang bekerja , sibuk bergadang di dapur, mengambil air dan memasak ,
7 [ 9 ]membuat sajen, kacang komak ikan telur, sayur kacicang dan belandingan, sambal tumbuk kelapa dan kecambah, daun kacarum, pelasnya seperti lempengan gender.
7. Sudah selesai dan diatur, sajiannya yang kecil-kecil, ada lagi yang bersate calon, adonan urab merah dan putih, daging babi sama-sama seiris, tulang dan dedeleg marus, sirih sama-sama satu linting, tapai, pisang, kue, uli, sekepal kue abug, tumpeng sama-sama satu dandan (6 buah).
8. Sebelumnya sudah siap sedia, menjahit lamak sudah kemarin, ukiran gigi barong, dipakai hiasan pada pinggiran, yang di tengah di ukir, seperti daun paku muda, telah tersusun rapi, caniga ratna, daun kayu kakerikan.
9. Pergi mandi ke permandian, pagi-pagi buta berkeramas dan membersihkan gigi, baru datang menuju ke dapur, lalu mengambil api, dupa harum dan setanggi, kayu bakar dapdap dan majegau, mempunyai selendang satu lembar, yang dimuliakannya sekarang, telah luntur, itulah yang dikenakan.
10. Tak diceriterakan telah selesai menghaturkan sajiannya, mengambil air suci dan memerciki, dan sajian di tempayan tempat air, tak diceriterakan yang di langki, di dapur sebelah pintu, di atap dan bakul tempat beras, pada air dan batu penggilas sambal, hingga ke kandang sapi, lampu dan lesung (alat penumbuk), akhirnya pada tempat sirih.
11. Istrinya tidak mengetahui, ia masih tidur nyenyak, bergeletakan napasnya bersuara, menghembus embus, anaknya banyak bergelantingan, ada yang tidur miring, ada yang menengadah dan merangkak, ada yang menghadap ke kaki, yang paling ketut menelungkup, menggelut bahu, setiap mau bangun digoyangkan.
12. I Ketut bangun menggelepar, digigit tuma menangis kaget, menangis tak bisa dihibur, berguling-guling, yang lain semua menangis, ada yang menghardik memanggil-manggil, ada lagi yang merangkak, yang suaranya seret merintih-
8 [ 10 ]rintih, yang suka menangis, tangisnya keras di bagian kaki.
13. Ada yang mengambil bakul nasi, jatuh di tanah bergulingguling minta babi guling, yang manja telah di gendong, meraba bahu dan menangis merintih-rintih, tak mendengar nasehat, menangis disertai dengan memanggil-manggil, minta sate calon, yang loba perutnya hingga kenyang kelebihan, hingga tersendat-sendat, minta tulang-tulang yang digoreng.
14. Ada yang baru bangun menerjang, baru bangun minta nasi, ada yang memaksa minta susu ibunya, berebutan semua. menangis, ada. yang menangis merintih-rintih, sangat riuh seperti orang memukulkan polongan bambu, ada yang mengocok cerek, yang bernama I Nyoman merusak dinding, sangat ribut, tangisnya riuh-rendah.
15. Maka Men Brayut tidurnya terjaga, mendengar anak-anak: nya menangis, bangun setengah sadar, badannya lemah, mengusap-usap matanya masih terpejam, gatal korengnya kumat, menggaruk suaranya gerak-gerok, kain dalamnya banyak bertuma (semacam kutu), seperti tak kurang seratus ribu, ada yang bertelur, anaknya berserakan.
16. Mau bangun masih bermalas-malas, masih menangkap tuma siksik-siksik kutunya hingga di leher, bergerayang dan bergeridip, dicari-cari dengan tangannya siksik-siksik, tangannya naik turun, sibuk tangannya membunuh, anaknya merebutnya, ada yang mernakan, mulutnya cepat seperti alat penghalus kapas.
17. Seperti tak habis-habisnya, karena sangat banyak, sekarang ia keluar rumah, anak-anaknya mengikuti, dituntun sebelah kanan dan kiri, di belakang dan di muka, ada yang mengambil susu, ada memcluk dan mencium pipi, beriring-iring, terhalang setiap melangkali.
18. Sekarang tak bisa berjalan, I Ketut kemauannya supaya diikuti, mengajak menonton barong, yang lain mau meminta, semua memanggil ibu, ayahnya pergi nganggur, banten
9 [ 11 ]dipakai rnenghibur, diambilkan sama-sama satu tanding, hanya I Ketut, dirangkul dan diajak makan bersama.
19. Diambilkan sajian kemulan, tiga tanding dihabiskan semuanya, segera dibawa ke dapur, barun tiba menutup pintu, lalu membuka bakul nasi, berisi jembung pinggirannya pecah-pecah, pasunya sangat kotor, lagi pula hilang (pecah) setebih, tempat sambal, cawannya masih sepertiga.
20. Meraba calung mengambil garam, telah selesai menghidangkan nasi, membuka pasu pengaron, pada nyiru berisi, letlet dan sesate gunting, tulang dan dedeleg marus, tulang dada dan sate calon, kekuung dan jepit babi, daging angkuk, songo yang dipakai adonan.
21. Ia makan sangat kuat, lauknya habis dimakan dengan nasi, bersama anak di dapur, yang enam belas menangis merintih-rintih, di luar pagar (ancak saji), semua menangis tersedu-sedu, tidak diberikan ke dapur, I Brayut memarahi, siksik kusung (maki-makian), begitukah mesti orang mempunyai anak.
22. lbunya tidak mengetahui, tak tersangka datanglah suaminya, terus menuju ke dapur, dilihat anaknya menangis, diambil semua dikasihi, yang bernama I Nyoman mengadukan, tidak diberikan ke dapur, ibu makan, I Nyoman bersungut-sungut, lalu ayahnya membuka pintu.
23. Memeriksa simpanan, habis tak berbekas, dengan sate calon, semua telah habis, menghardik dan memandang matanya melotot, lancang gemah Men Brayut, makan sangat lahap, apakah kamu ikut membantuku, aku payah, membuatkan sajian orang tidur.
24. Sungguh kamu sangat jelek, rupamu seperti setan, tingkah lakumu seperti anjing, tak mempunyai rasa belas kasihan, anakmu sangat banyak, tak ingat mengasuh anak, sungguh kamu sia-sia menjelma, kamu hanya penjelma kodok, kamu lahir, hanya mau mempunyai anak.
25. Ada atau tidak ada, pergilah kamu sekarang, biarlah kamu
10 [ 12 ]jauh dariku, karena selalu menyusahkani ke mana tujuanmu, entah pulang ke barat ke Salumbung, apakah ke Kalimbean, apakah ada keluargamu akan senang, dengan bangkung (babi betina), di sanalah kamu diam.
26. Aku tak perduli denganmu, ditinggalkan jauh oleh setan, aku masih tetap susah, sama seperti janda setiap hari, ingat hasil pekerjaanmu (milikmu), kiranya ada kain dan selendang, kekasang dan kekantong, hanya ikat pinggang serobekan, sejak dahulu, semuanya milikku.
27. Men Brayut juga tak tahu malu, bagaikan tak menghiraukan, mamisbis sate calon, tulang songne yang dikikis, sumsum kepala dan sate gunting, letlet tulang kekuung, lain lagi jejepit iga, daging engkuk jepit babi, telah dimakan, selesai ia makan.
28. Mengatur tempat pencuci tangan, pasu pecah sudah kotor, mengambil sirih satu linting, menjawab seperti tak tahu malu, Kanda mengapa baru sekarang, berkata sangat kasar, siapa yang menyuruh datang, mengundang menyuruh meminang, diriku dahulu , ketika masih di rumah ayah.
29. Bila Kanda mengusirku , pulang kembali ke rumah, siapa yang kucari di barat, ayah telah benci, ibu telah meninggal, nenek telah tak ada (meninggal), siapa yang kucari, apa lagi orang akan senang, Pan Brayut, bagai mana setiap hari.
30. Sungguh tak berdaya aku yang di umpat-umpat, oh sungguh benarlah sekarang, ketika aku masih gadis dahulu, di rumah ayah, apakah aku tak menghiraukan, semua pekerjaan orang wanita, apa lagi memasak di dapur membuat ebat-ebatan, memintal benang dan mencelup, dan menenun, pekerjaan itu telah ditinggalkan.
31. Apa lagi membuat ukir-ukiran sampian, bisa menggulung benang dan mewarnai , kain endek model wirangrong, jarang orang akan dapat menyaingi, kalau balu kamimi, sangat indah dan manisbagaikan gula madu, ukelane sangat indah berkilauan, pinggirannya melingkar lembut bagaikan
11 [ 13 ]tulisan tangan, kalau tetungkul, biasanya recah balung mandalika.
32. Ini model-model endek yang dibuat, mas dan gulamilir, burung dewata dan kura-kura, suma guna yang merangkit, apakah aku tak menghiraukan, lain lagi rnenerirna pesanan menenun, kain busana kebesaran para patih. hiasan kayukayuan, pandan yang berwarna, jawat singub, manggis rempuh karasikan.
33. Bila mempergunakan benang emas. berkilauan seperti banjir pasir di sungai, kaadukan sebitan daun, hasil karyanya sangat halus, dan cendana kawi, selimut campaka sewakul, bila merah tua karah gonjong, mega mendung ke surindit. telah baik,segala model sudah bisa membuatnya.
34. Bila menenun endek dibalutkan, yang akan dipakai kain dalam, hiasan bunga cempaka yang dipakai, berhiaskan cemlong orti, semua model kain dalam, apakah aku tak bisa membuatnya, apa lagi menenun kekasang. dipakai tutubnya sekarang, tiga hari, selesai kira-kira lima belas lembar.
35. Lain lagi pandai aku menyulam, hiasan banyumas yang dipakai, tutubnya sutra hijau, sutra merah dan merah tua. yang dipakai patra sari. karang simbar kabentulu, bilaganggong rerentengan , halus lembut seperti tulisan tangan. seperti kaca pecah, kalau pepelok berkilauan.
36. Aku tidak membohong, mengaku pandai sekarang. pada waktu masih gadis, tak seperti sekarang ini. I Brayut masih kecil. adiknya telah banyak, semua tak dapat diandalkan aku sangat sibuk, ke sana ke mari, mengasuh dan meladeni anak sangat sibuk.
37. Apa lagi akan dapat memintal benang, bila tidak tidur melahirkan ialah mengandung, tak pernah menggugurkan, lahir hidup sangat banyak, jengkelah jadinya, ingin menggugurkan bayi yang masih dalam kandungan, mencari dukun sangat sibuk, Pan brayut menasehati, seribu tahun, neraka yang dialami (ditemukan).
12 [ 14 ]38. Aduh aku sekarang, semua perlakuan salah, bila aku memaksa diri harus pergi, seperti tak mendengar nasehat, keadaanku seperti sekarang ini, sungguh tenaga telah tak berdaya lagi, siapa yang harus disalahkan, Pan Brayut sampai
saat ini, amat terlalu, sejak baru nikah.
39. Bertemu asmara (bekerja) tak dapat diundurkan, tak mendengarkan kata-kata (istrinya), apakah hanya dua kali dalam satu hari, bila berkunjung ke mmah tetangga, pulang lalu membuka kainku, bila aku sedang menenun, bila dijumpai sedang di dapur, aku sedang memasak, tak dapat dibatalkan (harus diikut) hingga lupa akan memasak.
40. Demikianlah kata-katanya tak merasa malu, suaminya membela diri, mengapakah kamu berkata begitu, bila kamu yang menyalahkan diriku, hanya dirimulah sekarang, ngidam makan ikan kepiting, itulah yang beranak banyak, mungkin dia yang menulari, sebabnya banyak, anakmu sangat banvak.
41. Maka kasih sayang lagi keduanya, sadar akan diri dan hatinya senang, lama tidak diceriterakan, anak-anaknya telah dewasa, yang laki-laki, semuanya bisa bekerja dan mampu berdiri sendiri, sopan santun dan budiman, yang wanita sudah gadis remaja, cantik-cantik rupawan, banyak orang yang meminang.
42. Diceriterakan Ni Pemayun, sangat cantik rupawan menawan hati, rambutnya panjang melewati pinggang, keningnya runcing melengkung, bibirnya merah tua, seperti daun angsana muda yang ungu, bila melirik, lirikannya seperti kilat, bila bertatap muka, wajahnya dibuat-buat makin kalem.
43. Apa lagi wajahnya yang bernama I Made seperti emas yang diukir, sangat indah badannya ramping dan tinggi semampai, giginya putih menyala, halus mengkilap reperti kilat, pandangannya nunjung biru, keningnya runcing melengkung,
13 [ 15 ]lebih indah dari bulu suriti, pandangannya indah, senyum nya manis menawan.
44. Yang paling cantik, yang bernama nyoman tak ada yang menyaingi, rambutnya lebat dan kribo, ramping dan tinggi semampai, badannya ramping seperti sarung keris, wajahnya indah dan kulitnya halus, seperti bulan purnama, pandangannya sangat indah, bibirnya lembut, seperti daun angsoka muda.
45. Ni Ketut yang lebih tua, warna kulitnya sawo matang, rambutnya lebat dan ijo, bahunya seperti Neraca yang seimbang, susunya kecil membulat, bulu matanya lebat, keningnya runcing melengkung, setiap geraknya menambah keindahannya, pandangannya sayu, seperti bintang kartika.
46. Saudaranya yang lebih muda, empat orang semuanya cantik rupawan, badannya indah kulitnya halus-mulus, badannya tinggi semampai dan ramping, kulitnya sawo matang, ada yang mukanya agak lebar dan putih lembut, kulitnya seperti bunga sandat kuning gading, dan hitam manis sangat indah , kulit badannya halus, kecantikannya tak ada yang menandingi.
47. Yang bemama I Ketut yang paling cantik, kecantikannya seperti bulan, bagaikan musim panas hujan turun, air mata pemuda mengalir kesedihan, melihat Ni Ketut tergila-gila karena jatuh cinta, perasaan kabut tak sadar akan diri, yang baru (tumben) melihatnya, semua melirik secepat kilat, sangat ramai kata-kata orang mengaguminya.
48. Dan tetangga yang mengagumkan, berkata-kata suami istri, karena sangat bahagia, seperti makan sayur memberakkan nasi, orang tuanya suami istri, seolah-olah tak berharga tiga peser, tetapi melaksanakan brata, memuja asmara gama, sebabnya mulia, anaknya semua rupawan.
49. Patutlah dikagumkan, anaknya yang laki-laki, wajahnya semua tampan, I Wayahan itu yang berkumis, hitam-hitam manis, kulitnya halus mulus, jalannya amat berhati-hati,
14 [ 16 ]pandangan matanya sangat tajam dan indah, sungguh tampan. pantaslah ia adalah tamna perkasa,
50.Lagi wajahnya yang bernama I Made, bila berselimut sabagi, seperti burung merak berdiri, tinggi semampai rambutnya lebat, berjambang dan kumis, sisiran rambutnya bergumpal, kulitnya kemerah-merahan, tingkah-lakunya serasi, tegap pandangannya jauh ke atas, jalannya seperti terbang.
51. Yang paling tampan, I Nyoman tak ada bandingannya, sisirannya bergumpal, badannya tinggi semampai, lagaknya seperti orang utara gunung (Singaraja), kulitnya kuning langsat seperti bunga sandat, keningnya lembut seperti tulisan tangan, melengkung, kumisnya hitam halus.
52. Dan I Ke tut yang lebih tua, mukanya seperti cawiri, terurai rambutnya kribo, tajam matanya bersinar, bersinar seperti kilat, Jagaknya seperti menyergap, ia badannya besar tinggi dan berjenggot, dadanya berbulu dan berkumis melengkung, sisirannya berombak-ombak.
53. Hanya, I Ketut Sabaya, amat buruk wajahnya tak ada ban dingannya, besar dan badannya pendek, mukanya burik rambutnya jarang, jarang kemerah-merahan, mulutnya besar gusi giginya biru, pandangannya melirik ke atas, me meledru seperti mata kambing, giginya tak teratur, jari kakinya hilang uratnya kelihatan besar-besar
54. Bila ada yang mencintai, karena kayanya, berhias dengan bermacam-macam pakaian, dikenakan silih berganti, selendang banyumas berkilauan, pegangan kerisnya emas diselut, seperti terpaut di pagar (tidak serasi) hanyalah karena kayanya, ada yang mencintai, akhirnya bersuami istri.
55. Semua sudah bersuami istri, bekerja suami istri, karena bahagianya itu , sebabnya tak ada orang lain yang iri hati (menghiraukan), menikmati kekayaan dan kebahagiaan, mas dan intan perak amat banyak, lain lagi yang dimakan dan dibelikan pakaian.
15 [ 17 ]56. (Pan Brayut) sudah tamat belajar, berguru ke desa timur,
konon pada Pangeran Jembong, di Geria banjar Memedi, itulah Buda yang ahli, pengikut beliau sangat banyak, tapi
tak ada yang menandingi, beliau sangat sombong, suka
menonjolkan kepandaian.
57. Kepandaian beliau dipakai bahan berdebat, menyindir dengan kidung dan kekawin, entah benar atau salah, agar kelihatan pandai, setiap murid orang lain didekati, ditantang mengadu keahlian, dirayu dengan kata-kata halus, supaya mau berganti, berganti guru, supaya mengikuti ajaran beliau.
58. De Brayut waktu memohon, minta bekalnya meninggal, dibayar dengan bokor, dadar satak sekarang dan anampana· besik, konon harganya tiga ratus, dianugrahi oleh Pangeran Jembong, dianugrahi sangupati, melewati jembatan neraka.
59. Atas anugrah Tuhan Yang Maha Kuasa, pantangan yang tak boleh diabaikan, samahita yang harus dilaksanakan, dalam ajaran agama Buda, diceriterakan sudah pergi, bertapa di kuburan besar dan angker, di pohon kepuh yang berlobang, konon rumah setan, sangat ramai, burung gagak beterbangan.
60. Bersuara ngauk-ngauk dan pagurekgak, bertengger dan bergantung, burung gagak bersuara ngegalok, ada yang merungkuk mematuk ati, ada yang menerbangkan kulit, bebuahan dan pepusuh, perut dan jejaringan, mata dubur dan jari, kekembungan, di pohon kepuh yang berserakan.
61. Dihinggapi lalat bergerayangan, bergoyang-goyang dihembus angin, menetes-netes dan bertumpahan, dan menyebabkan muntah, bahunya sangat jelek, sangat busuk, anjing berkelahi, bercbutan berlomba-Iomba, merebut bangkai, di pohon kepuh sangat ramai.
62. Hari telah menjelang malam, matahari telah terbenam, semua bangun mencari makanan, burung-burung yang biasa hidup pada malam hari, burung kokokan kerekuak dan pencuri, deres caak dan hantu, kutuk-kutuk dan cegingan, ber
16 [ 18 ]suara pacelegik dan pagurekgak, menakutkan, suara sualak menyentak.
63. Enjekpupu mencari-cari, kumambang menakutkan, tangantangan yang bergantungan, menyambar mendekati, laweyan menjatuhi, ranggah tangannya menakutkan, kumandang suaranya keras, besar dan angker, suaranya menjerit, sangat angker riuh-rendah, dan hantu berkeliaran.
64. Yang tidak berambut buta beloh mata, hanya matanya besar melotot, yang warnanya tak sama seperti lampu senter (lampu batre), hitam yang sebagian putih, pepengkah perutnya besar, jika dipakai gendang suaranya nyaring, kedompol perutnya besar, besar tapi pendek seperti kaling, mukanya seperti barong, anja-anja jalan terbalik (kakinya di atas dan kepalanya di bawah).
65. Buta ulaung membawa kepala, buta bang menarikan ati, yang putih kosa mengesoh, pepusuhan yang dipegang, dan buta-buta yang kuning, bebuahan yang direbut, bersuara riuh pegereng semua girang, berkelahi saling berebutan, menakutkan, tingkah-lakunya semua gila.
66. Pan Brayut duduk dengan tenang, menyatukan pikiran dengan Tuhan, memohon kebahagiaan yang mulia, sebabnya tak ada yang menghiraukan (iri-hati), rintangan (penggoda) sangat berat, karena sangat teguh imannya, pikiran itu tak dapat diduga, yang kosong disangka berisi, sudah selesai, ia sangat bahagia.
67. Hari telah pagi, rame orang menumbuk padi (ngetungin), langit kelihatan merah, yang di sebelah timur, burung culik-culik bersuara, disambung oleh tuhu-tuhu, burung gagak bersuara ngegalok, anjing bangun bersuara pacengking, ada yang mengulun-ulun, dan berkelahi pagurenggang.
68. Pohon kepuh kelihatannya samar, mendung sangat tebal menyelimuti, seolah-olah buta-buta kelihatan, terurai rambutnya kusut, bulu badannya seperti tumbuh-tumbuhan pipis-pipisan panjang terurai, daun pipis-pipisan dan Jumut
17 [ 19 ]krurai, kelihatann.ra terurai, panjang scperti jenggot menakutkan, kumis dan jcnggot, sangat lebat.
69. Matanya seperti kedipan kilat, yang kembar, berkedip dihembus angin, yang bcrgulung menuju, lobang pohon kepuh bersuara, mendehem seperti memanggil, yang menggoda Pan Brayut, buta-buta sudah menghilang, semua telah pergi, akhirnya sunyi, tak diketahui ke mana perginya.
70. Hari sudah pagi, fajar telah menyingsing , sinarnya kelihatan memancar, De Brayut akan pulang , sudah selesai menyucikan diri, bahagia yang dirasakan, sekarang merasa bahagia, di wilayah banjaran Sari lalu pulang, berjalan pelan-pelan.
71. Sekarang tak diceriterakan di jalan, berjalan pelan-pelan, diceriterakan Pangeran Jembong, pagi-pagi telah membersihkan diri, duduk berselimut putih, masisig dan berkumur, menghadapi alat-alat pewedaan, sudah tersedia sejak tadi, abdinya, membantu hingga selesai.
72. Baru selesai memuja, menyembah Hyang Buda, sikap tangannya sangat bagus, suaranya seperti suara kumbang, suawa upeti stiti, dan mempralina sudah selesai, bersikap yang baik dan matanya dipejamkan, tangannya dicakupkan, Pan Brayut, duduk lalu menyembah.
73 . Lalu bangun memohon air suci, telah selesai lagi menghormat, bersabda Pangeran Jembong, beliau bersabda suaranya halus menarik, di sini nanak berdiri, telah menyembah Pan Brayut, lalu ditanya, segala yang dialami pada waktu bertapa, telah disampaikan, segala yang dialami.
74. Kamu tak ada yang menyaingi, penggodanya sangat berat, bersabda Pangeran Jembong, sangat mengasihi, tersenyum lalu bersabda, namamu sudah sesuai, nanak orang mulia, sangat pemberani, sudah pasti, tercapai yang diharapkan.
75. Tapi tak dapat dibanggakan, bila tak suka mempelajari, yang tiga memencong, yang dua menyebabkan sesat, tempatnya tidak benar, yang di bawah Jalu di atas, begitu cara
18 [ 20 ]melaksanakan, pastilah akan tercapai, akan mencapai, kebahagiaan hati yang mulia.
76. Bila tak tahu kesusastraan (sastra), jadi pikiran tidak tajam, bersabda Pangeran Jembong, bila pertimbangan pikiran hanya sedikit, ingat dan rajinlah memuja, baik atau buruk jangan itu menjadi ukuran, itu yang dipakai menebus, De Brayut menyembah, telah semua diresapkan, segala sabda (Pangeran Jembong).
77. Dan disuruh mencari rumah, supaya pergi mendukuhin, segala aturan (ajaran agama) dilaksanakan sudah selesai dibe ritahu, menghormat lalu mohon diri, menyembah dan memekul, dianugrahi oleh Pangeran Jembong, menyembah hanya sekali, lalu bangun, dan ia berjalan miring.
78. Tapi tak diceriterakan di jalan , diceriterakan yang ditinggalkan, anak dan menantu sibuk di rumah, ia membagikan daging sapi, mengolah pencok telinga, ngacang-acang dan nimbung, ada yang membumbui iso, dan membuat lawar, merebus tulang, ada yang mengaduk yang direbus.
79. Ada yang membuat sate asem dan Jembat, ada yang mengolah bebandji, ada yang membuat raon, ada yang menghidangkan nasi, yang telah dihidangkan lima dulang, daging telah selesai diolah, segera dihidangkan, tuak dan berem, araknya telah tersedia.
80. Adon-adonannya sangat enak, baunya sangat sedap, semuanya termenung, semua menunggu-nunggu, kedua orang tuanya, orang tuanya belum datang, hanya I Ketut Sabaya, mengajak menyediakan nasi, tak disetujui, saudaranya semua marah.
81. Kamu sungguh loba tak tahu pantangan, seperti tak ingat menunggu, sebabnya ayah dan ibu wajahnya buruk, begitulah seperti perlakuanmu, juga tak menghiraukan, dilihat keluar masuk, tak tersangka ayahnya datang, semua mendekati, anak dan menantu, hatinya semua girang.
82. Baru datang ia duduk, anak-anaknya meladeni, ada yang
19 [ 21 ]mengambil kekocor, ada yang membawakan air pembasah
muka, ada yang membawa bedak (boreh) muka, ada yang
mengelap keringat, lain lagi yang membagikan tua, (nira)
ibunya yang dimuliakan, tiba-tiba datang, mengajak makan.
83. Menantunya diajak makan, bersama anak pria dan wanita, tiga puluh enam orang, semua telah duduk, semua membuka tutup nasi, dagingnya diambil lebih dahulu, makan sangat lahap, edarannya tetap, sangat rukun, amat bahagia yang melahirkan.
84. Leluwu sudah tadi, kacang-kacang dan pencok kuping, balung yang direbus dan iso yang dibumbui, tuak berem dan arak api, dicampur dengan arak manis, lagi dicampur, madu disertai dengan kue-kue, tetawanan dan kluma suci, dodol satuh, tak diceriterakan yang lain-lain.
85. Terlalu kamu Ketut Sabaya, mabuk tak pernah menolak, segala bagian yang diterima, tuak berem, arak api, mukanya merah padam, tangannya bergerayangan, mengajak bergilir bernyanyi, lalu menghunus keris, lalu turun, mengaku dirinya kebal.
86. Lagaknya seperti orang dari bungbungan, merasakan dirinya tampan, berlagak seperti orang sombong, keningnya kaku kejat-kejit, seperti nyut kejepit, badannya kaku kiyadkiyud, berjalan rongkad-rongkod, tertawa giginya semua kelihatan, ayunan tangannya, tangannya sengkok (tak lurus) ayunannya Jauh.
87. Lalu mengambil gelagar, bertembang Gula Ganti, demung . malat lagunya salah, disambung dengan tembang kediri, pupuhnya salah, hatinya sudah merasa tak enak, hampir tak sadar dan badannya lemah, bernyanyi panjang-panjang, hampir jatuh, lalu tertawa semua.
88. Lalu ia turun, jalannya tak teratur, baru melangkah lututnya lemah, tiba-tiba jatuh seperti dipukulkan, saudaranya menjerit, semuanya turun, ada mengambil merangkul De Brayut suami-istri, amat panik, anaknya disangka pingsan.
20 [ 22 ]89. Sibuk mencari simpanan , mengambil sintok dan masui, mengambil daun sirih tua , sangat gelisah (I Sebaya), memuntahkan bebanji, disangka tiwang belabur, I Ketut badannya lemah sekarang, tapi juga salah satu anggota badannya , menghempas-empas, lalu tertawa semua.
90. Hari telah menjelang malam, telah sadar lagi, ramai semua bersenda gurau , karena sangat paniknya, ibunya bersitegang leher, menamai tiwang belabur, I Sebaya bertanya sekarang, apakah saya tidur tadi, tak sadar, mimpi memeluk I Nyoman.
91. Karena sangat lucunya, seperti tak sadar akan diri, miskin dan wajahnya buruk, tak berhati-hati mengeluarkan kata-kata, semua memarahi, saudaranya saling timbal, lalu tertawa semua, yang bernama I Made menasehati, jangan terlalu, pikirkanlah akibatnya.
92. Semuanya duduk, bersama ipar pria dan wanita, ada yang menanyakan, Jero Wayan bagaimana, pikiran jerone sekarang, jero semua mengikuti, De Brayut berkata, sangat gembira, melihat menantu, bersama anak semua.
93. Lalu tersenyum memberitahukan, ayah akan pergi mendukuhin, menantu semua setuju, sangat gembira pria dan wanita, sangat benar, yang bernama I Nyoman berkata, aku merasakan hal itu, sebabnya ada sekarang, dirasakan (dinikmati), hasil orang bertapa.
94. Itulah kerjakan bersama sekarang, I Ketut memikirkan sedalam-dalamnya, satu lagi yang dibicarakan, mencari tempat yang baik, bagaimana cara mencari, I Wayan menjawab, ada yang baik di Gebong, di pohon kepuh menghadap ke timur, karang enjung, mendekati air sungai.
95. Orang tuanya setuju, hanya satu lagi yang dikehendaki, tak menghiraukan hari baik, agar jadi besuk, ayah menyerahkan padamu semua , kerjakan bersama semuanya, semua bersedia, keputusan rapat sudah pasti, tengah hari, semua telah selesai makan.
21
97. Yang wanita merantaban, memotong angsa dan kambing, ayam dan itik juga dipotong, ada merebus dan menghilangkan bulunya, ada yang mengguling babi, daging kuda belum datang, mendadak bekerja, Pan Brayut membuat, memotong penyu, harganya seribu dua ratus lima belas rupiah (Rp.1.215,- ).
98. Tidak diceriterakan yang membuat adonan, hari telah menjelang sore, yang bekerja di gedong, semua pekerjaan telah selesai, memasang ancak saji, menghias (rumah dan sanggah) telah selesai, memasang pagar turus kayu andong, kayu mas dan kayu puring, semua telah selesai, rumahnya sua indah dan rapih,
99. Setelah mandi, I Nyoman mengajak pulang , seratus lima puluh orang tamu yang datang, menyaksikan tak kurang seorang pun, keluarga dan sahabat senang dan kasih, dan tetangga menyaksikannya, dalam perjalanan bersenda gurau, sampai di rumah nasi telah tersedia, tuak dan berem, arak telah tersedia.
100. Baru datang lalu duduk, lalu disuguhi pencuci tangan, makan sangat lahap semua, daging dan nasi sangat banyak, adonan semua enak dan sedap, bermacam-macam telah disuguhkan, giliran (edarannya) tak henti-hentinya, tuak berem dan arak api, hari telah sore, makan sudah selesai.
101. Setelah mendapat (makan) sirih, semua (tamu) lalu pulang, wajahnya (I Brayut) berseri-seri, De Brayut suami-istri, membagi mas dan uang, kepada anak delapan belas (18), yang mendapat bagian, dihitung sama-sama seratus ribu, pria dan wanita, tak pilih kasih.
102. Sisa harta miliknya yang dibagi, bersisa seratus ribu, dibawa
22 [ 24 ]pergi ke Gebang, dipakai bekal mandukuhin, lalu berjalan
sekarang, barang-barangnya di muka, yang membawa beban
semua sibuk, ada yang menjunjung nasi, peti mati, peti yang
berisi karangan (ebat-ebatan).
103. Kain , selimut dan tempat tidur, semua telah dibawa, bakul-bakul beriring-iring, penuh berisi selimut putih, persediaannya akan matinggal, yang tipis tiga ratus, dan yang tebal seratus lima puluh (150), rempah-rempah telah dibawa, kain putih yang halus, semuanya baru.
104. Sendor, tempayan tempat air minum, corek telah dibawa, banyak barang-barang yang dipikul berdua, tak diceriterakan yang kecil-kecil, barang pecah-belah, cucupu botol besar dan kecil, cawan dan gelas, alat-alat untuk membuat adonan telah dibawa, banyak yang masih di dapur.
105. Pasu besar jelung bakul dan bodag, nyiru dan periuk kecil, periuk nasi dan tempayan tempat air, kekeb, tutup dan bakul nasi, alat penggoreng, pinggan dan piring , bakul kecil dan bakul besar, alat penggoreng dan lumpian, alat penggoreng besar dan kecil, telah dibawa, penyahnyahan dan alat pengasah.
106. Dan alat-alat pengleladingan, tetangga cantik dan pangerikan, pepatil pangeruk pangot, tata cangkul paat dan sabit, cangkul, sabit, linggis, dan alat pengikis rumput alat penyiang padi dan patuk, parang dan bendo, alat-alat membuat adonan dan pengutik, timpus bungkung, kandik di dalam peti.
107 . Anak dan menantu semua, pria dan wanita semua mengantarkan, berpakaian dan berhias sangat indah, sangat cantik, dan yang pria-pria, wajahnya semua indah, yang melihat semua kagum, seperti tak henti-hentinya berkata, De Brayut, sangat bahagia.
108 . Bagaimanakah orang ini (I Sebaya) akan tidak menghias, wajahnya sangat buruk, anak-anaknya seperti pemuda dan
23 [ 25 ]gadis pilihan, semua pria dan wanita, kawannya yang lain
menjawab . Bibi mengapa begitu, karena karmanya dahulu,
dinikmati sekarang, hasilnya sangat bahagia.
109. Ada yang tersenyum lalu bertanya, suaranya berbisi-kbisik, sebenarnya masih bertanya, (apakah) I Wayahan itu yang berkunia, hatiku tergila-gila, terpesona karena indahnya, bila aku dipaksa dua kali, patutlah aku mengasihi, bila dirayu , (kata-katanya) indah dan menarik.
110. Wajahnya bila diumpamakan, seperti Wiruna yang tersebut dalam ceritera, Luh di manakah aku mencarinya , aku akan ikut mesisig, melaksanakan brata seperti orang tua, berpuasa tiga hari, bila tidak begitu, pacarku sekarang, wajahnya, (seperti) tak bisa dimakan anjing.
111. Dijawab oleh kawannya, yang bernama I Made hatinya riang , seperti timah dilebur hancur (dibakar), hati embok sangat sedih, hancur-lebur seakan-akan mati, melihat wajahnya indah, bila sekali nikah, setia hingga akhir hidup, karena tampannya, tingkah-lakunya menawan hati.
112. Bila embok bersuami-istri, akan mengikuti segala kehendaknya, kata-katanya membeo, walaupun tujuh kali menjelma, agar tetap bersama, bila kentara ketika kawin lari, walaupun mati di tengah jalan, seperti aku tak menghiraukan, di neraka, bersama dijatuhi (ditusuk) curiga (keris).
113. Lalu wajahnya muram, kawannya menyahut, aku cinta dengan sisirannya bergumpal, sangat tampan , pantas ia seorang dalang, kata-katanya sangat menarik, apa lagi bersesendon(bertembang) bernyanyi nagula ganti, indah dan berpareasi, menyebabkan jatuh cinta.
114. Bagaimana caranya menenangkan hati, hati embok embok sangat hancur, ingin menyuguhkan rokok, sirih dan pinang satu linting, disertai dengan gambir, aku hingga lupa menenun, ia selalu terbayang-bayang, tingkah-lakunya mempersona, hingga lupa, dengan nasehat orang tua.
24 [ 26 ]115. Aku I Ketut yang lebih tua, kata-kata yang lain menyahut, memberitahukan kata-kata embok, tapi ingatlah, se- tia dengan kata-kata, siapa yang akan berani mengikuti, ia tinggi besar dan jenggot, mungkin ayah akan berani, dengan barong, (sikap) lagaknya seperti menyergap.
116. Pasti akan bersuami-istri, tapi jangan memilih, berpegang pada nasib sendiri, agar setia dengan kata-kata, ia orang kaya, mas intan perak, sangat banyak, dan wajahnya sangat indah, bila diumpamakan dalam kekawin (ceritera) tampan dan angker, seperti Sang Gatot Kaca.
117. Disahut oleh yang tak tahu malu, tertawa terbahak-bahak. akulah yang mukanya buruk, aku ingin walaupun kotor,jalannya ancung-ancung, pandangannya sangat jelek. pantas ia tak tahu malu, di tempat tidur lalu tertawa semua.
118. Lain lagi yang selalu bertanya (ingin tahu) , apakah kamu masih bertanya, hanya itu saja, apakah Bibi belum mengerti, bila ditanya, apakah ada yang akan jatuh cinta. menjawab yang tak tahu malu, Bibi bila aku yang menafsirkan.keci- cingan kelihatan urat yang besar, alat pitalnya besar dan panjang.
119. Walau tarnpan apa gunanya, bila satu tidak ada, akan begini begitu (bertemu asmara), bila lampu sudah mati apa yang akan dilihat, hanya I Sebaya yang paling tampan, hanya yang satu, itu yang menyenangkan hati. sebesar hidung, hidung babi besar sekali.
120. Tertawa menyahut yang tua, itu yang kamu harapkan, tak tahu kamu mengharapkan yang rupanya buruk, hanya I Sebaya yang dipuji, sangat menyenangkan hati, temannya yang 1ain menjawab, Bibi tidak kagum, seperti kucing suka mencuri menjelma, itulah I Ketut , sangat loba dengan urutan.
121. Begitu kata-katanya tak tahu rnalu, menyahut semua tak tahu malu, ramai bersenda gurau, tertawa tak henti-hentinya , tak diceriterakan sekarang, hati orang yang gembira, se-
25 [ 27 ]muanya mcngharapkan kini hari matahari baru tcrbcnam, De Brayut, tiba-tiba sampai di petapan.
122. Sambil berdiri melihat ke atas, masih di luar pagar, kelihatan berkilauan sangat indah, bulan baru terbit, bintang tumpang mesi, berkedip-kedip baru terbit, dan kilat berkedip, angin seperti mengipas-ngipas tertiup halus, suaranya seperti menyapa.
123. De Brayut sangat heran, sangat gembira melihat petapanya sangat indah, setiap diinginkan telah tersedia, sungguh sangat mulia, di wilayah banjaran Santun, petapaannya indah seperti tempat berdarmawisata, bidadara dan bidadari, umpanya, wajah anaknya semua.
124. Semua sibuk bekerja, pria dan wanita membantu ada memasak di dapur, ada menyimpan makanan, peti mati dan almari, saudaranya yang lain mengambil, ada yang memasang belong, banyak yang diajak mengangkat telah selesai mengatur alat-alatnya semua.
125. Ada yang membuat air minum, ada yang menghidangkan makanan, ada yang mencuci mangkok besar, pinggan cawan dan jembung, ada memanggang babi guling, dan membuat adonan lawar penyu, lampu lobakan sudah tersedia, diceriterakan telah selesai menghidangkan makanan, tuak dan berem, araknya telah tersedia.
126. Lalu I Ketut Sebaya, datang terns mempersilahkan kedua orang tuanya, baru datang lalu duduk, di hulu Pan Brayut dan Men Brayut, yang di bawah anaknya makan bersama, makan sangat lahapnya, edarannya tetap tuak dan berem, araknya semua diminum.
127. Lobang kepuh bersuara sayuh, mendehem dihembus angin, air sungai bersuara (mesiok), dihias oleh gong yang ditabuh, banyak yang mengiringi, burung cegingan, tuktuk kepuhkuh, enggung dipakai kemong, teluktuk berkumpul tak henti-hentinya, seperti kempul, reong katak yang mengoncang.
128. Tiba-tiba makan telah selesai tangannya sudah dibasuh,
26 [ 28 ]yang masih bersenda gurau, De Brayut suami-istri, keinginannya agar dituru ti, supaya anaknya bernyanyi, semuanya tak pilih kasih, dengan menantu pria dan wanita, menuruti, I Wayahan yang memimpin.
129. Wajahnya tak ada yang menandingi, berkidung suaranya indah, kekawinnya sangat merdu, iramanya bergelombang sangat indah, diceriterakan Sang Indumati, dipinang oleh para raja, banyak yang bersayembara, widaragumulung sa- ngat baik, konon tembangnya, tembangnya sumanasan- taka.
130. Semua mengagumi, yang bernama I Nyoman patut dipuji, masih melinting rokok, kukunya putih bersih, lalu bertembang gulaganti, kediri ngaradin ketur, tembangnya sangat indah, malat kidungnya manis, waktu pangipuk, Laseme hampir berperang.
131. I Ketut yang lebih tua, menyam bung dengan kekawin, se- perti ombak bergelombang, suaranya menggema indah, ra- mayana dikuasai, menuruti guru lagu, waktu di Lengkapura, Sang Anoman dipakai duta, lalu mengamuk, dia kentara· di Taman.
132. Saudaranya yang lebih muda, lalu bertembang kekawin, Bratayuda rengnya indah, pada perang tanding Sang Karna, ada membaca usana Bali, pada waktu pada dewa di Tirta empul, bersama tentara memondok, dengan Sanghyang Indra, konon, memerangi I Mayadenawa.
133. Ada yang melagukan wairat, suaranya merdu menawan hati, anyang Nirartane ditembangkan, waktu pergi ke Mengui, tak mengajak iringan, di pinggir laut berjalan, ramai orang yang menyaksikan, meresapi keindahan kekawin, bagaikan gadis yang sedang mabuk asmara, umpama tingkah-laku orang yang menyaksikannya.
134. Ada yang berkidung jayendria, yang biasa dilulungid, puja dharma yang amat indah, wilet basung dangdang gendis, mayura dan ukir kawi, dan mawilet rare canggu, jagul tua
27 [ 29 ]dan anom, dan kancil mesui, pasil gunung, palupui jaruman atat.
135. Dan berkidung manukaba, panji warga waseng sari, ada ber-kidung palu gangsa, ngiba maisa langit, dan ada yang nge-warga sari, sri nandi wiruman megat, kung dan alis-alis ijo, praigel kalawan wasib, dangdang pangkur, sinom dan tem- bang agal .
136. Sebanyak kidung yang baik, banyak yang sudah dinyanyikan, I Sebaya badannya lemas, oyong-oyong, juga tak tahu malu kejit-kejit, mukanya merah padam, matanya biru, lagi minta tuak (nira) sudah ada memberi giliran, niranya dicampur, nira berem dicampur arak.
137. Minum nira sudah selesai, matang lalu tersenyum, menjerit makidung dudong, konon waktu nikah (Mabuncing), du- dong kalu karin bongkol, celana dalamnya sampai di lutut, lalu begini begitu (berpeluk cium), suaminya di bawah, tersedu-sedu, lalu tertawa semua.
138. Istrinya sangat malu, mendengar kata-kata sekarang, heran semua sambil jongkok, yang dibicarakan setiap hari, pujaanku sekarang, sangat jengkel, setiap didekati menjauhkan diri, setiap didekati menjerit, karena takdir, bagaimana caranya menghibur sekarang.
139. Jika ia mau, saya menghaturkan kaul, berguling nyamuk yang gondok, apa lagi yang dipikirkan, hatinya sangat malu, alat ke1aminnya panjang sampai di lutut, setiap malam kembung, tidak mau kusut, di tempat tidur, bermacam- macam tingkah-lakunya.
140. Tengah malam telah selesai, menembangkan kidung dan kekawin, semuanya gembira, De Brayut meninggalkan, anaknya pria dan wanita, semuanya turun, mencari tempat tidur, karena tidtur nyenyak, semua tidur,tak diceriterakan esok harinya.
141. Anak dan menantu semua, pulang semuanya, kedua orang tuanya, hatinya sangat senang, sangat gembira, rukun se-
28 [ 30 ]kali, tak ada yang membuat keributan dalam keluarga, ajaran samhita yang dipakai pedoman hidup,akhirnya ceritera, mereka sangat bahagia.
==
[uah]29
GEGURITAN BRAYUT
1. Ada kidung geguritan, matembang tikus kabanting, ne kocap jelema boda, betah tani ngidep munyi, bebotoh uli cenik, mayus ludin tani mampuh, pianak makuram bean, ne ibukang luh muani, aplekutus, tekaning ne nu di basang.
2. Ibuk mangibukang awak, sing angkuh tuah patuutin, katuwon awake boros, madagang tuara mabati, jani tulus mangelisting, umah onya ringgang-ringgung, raabe pacalompang, pada engsubin ban upih, tunggal tuduh, malaib ka batan umah, 3. Atut man gelah waumah, baan mangagil di jani, kawisayannyane ngenggong, kapisaga gendang gending, tapihe sungsang kaping, sarungnya baan sarabut, suba aag paq.lompang, sing kamben anggon nambelin, pasaringkut, jejaitane ngalipan. 4. Bas kadurus bane pongah, buka tuara nawang imbih, dakin awake manyalon, klaskasan kiskis gudig. tuara nang malaad lengis, boke barak ludin puju t, giling makabrengbrengan, nyonyone beken antengin, salang waluh, kariuwut pasulengkat. 5. Tuah katuduh kento enyahan, arang yen tong tani beling sepanan mambelas malendong, basange suba maisi, tong kober angan ngantih, ye ke manglikas manunun, jani tulus mangebong, pianake bek pagelanting, medem bangun, awake ludin limuhan. 6. Luwih yen masan Galungan, ne muani tuah mapulilit, epot magadang di paon, nyuang yeh ngendihang .api, numpeng lantas matanding, kacang komak sudang talus, kacicang belandingan, sambel junggulan kacai, don kacarum, pelasnyane gegenderan. 7. Suba tutug masorohan, bantennyane canang cening, lenne
33 [ 35 ]masate calon, urab barak urap putih, babi pada matebih, balung lan dedeleg marus, base pada maporos, tape biu jaja uli, kepel abug, tumpeng pada madandan.
x) 8. Suba malu maperaya, nyait lamak suba ibi, reringgitan gigin barong, anggo ceracap di sini, nedi tengah maringgit, pepatolan liking paku, suba materap endong, caniga ratna, don kayu kekerikan.
9.Luas manjus ka kayehan, das lemah mambuh masisig, bau tekane ka paon, lantas memaekang api, asep menyan astanggi, saang dapdap majegau, ngelah saput abidang, temon-temone di jani, suba buuk, ia jua sarebetang.
10. Saget suud mabantenan, ngalihang toya ngetisin, tekaning banten ka belong, tan ucapan ne di langki, di paon samping kori, di teretepan ka pulu, di yeh ka batu basa, tekaning ka badan sampi, sembe lesung, tekaning sedahan pabuan.
11. Nene eluh tuara uninga, ia nu medem engkis-engkis, manyrepapang gerak-gerok, pianake bek pagelanting, ada medem manyamping, len nungkayak manyrengkukut, ada madep ka teben, ne paling ketut ngakebin, ngelut bau, tunggal ngendusin kocokang.
12. I Ketut bangun ngalepat, gutgut tuma mangetekih, mangeling tong dadi kocok, mangulalalang-manguliling, ne lenan pada mangeling, ada ngerak kauk-kauk, lenne mendohong-dohong, nene serak sengi-sengi, nene beeng gereng-gereng di tebenan.
13. Ada memecuk soksokan, maguyang nagih be guling, nene manying kelar magandong, ngusud bau mangurinyi, tani mandingeh munyi, mangeling mangulun ulun, managih sesate calon, ne bengkeng koat memendil, penah bekut, nagih balung gegorengan.
x) tidak lengkap
34 [ 36 ]14. Lenne bangun nerajang, bau kedat nagih nasi, ada mengrebutin nyonyo, magujeg pada mangeling, lenne menguring nguring, pacara mantigang bungbung, ada ngocok kekocor, ne nyomanan ngasgas dingding, pabiayuh, elinge matrayuhan. 15. Kaget ngedusin ngaramang, mandingeh pianake ngeling, kapupungan oyong-oyong, ngusap matane nu kupit, kores maugentah genit, magasgasan gerak-gerok tapihe bek matuma, buka tong kuang aketi, len mataluh,pianaknyane mabuyag. 16. Ukuh bangun tani logas, nu matume siksik-siksik, kutune teked ka baong, manggurayang paguridip, nggureksiak patisiksik, limanne menek tuun, jani memingseg epot, pianaknyane marebutin, len memunggut, cepet bungut pamipisan. 17. Buka tong nawang onya, bas kaliunan mahentip, jani ya pesu mangebong, pianaknyane manututin, madandan bilang samping, di uri ada di malu, lenne manyemak nyonyo, ada ngelut niman pipi, pagerenjeng, rebed bilang atindakan. 18. Tong dadi jani majalan, I Ketut sereng mangwidi, ngajakin mabalih barong, ne lenan girang managih, pada ya embi-embi, nanange luas manganggur, banten anggen nungkulang; paridang pada matanding, sok I Ketut, sangkol ajak makembulan. 19. Peridang banten kemulan, onyang makatelung tanding, nyarigjig aba ka paon, bau teked ngineb kori, lantas ngagah sokasi, maisi jembung parungpung, cobeke kahkah maong, ludin ilang atebih, pauyahan, cawan nu apah teluan. 20. Ngogo calung ngalih uyah, suba ya suud masagi, mangungkab pane pangaron, di kumarange maisi, letlet sesate gugunting, balung lan dedeleg marus, iga sesate calon, len kekuung jepit babi, ulan engkuk, songone nggon rerebatan. 21. Bane nyamut kadaatan, onya nggenya mahang nasi, ajak x) tidak lengkap
35 [ 37 ]pianake di paon, ne nembelas mangurinyi, diwangan ancak saji, mangeling pada pasegut, tong baanga ka paon, I Bra- yut mangwelin, siksik kusung, kento ke anake manakan. 22. Memennya tuara uninga, saget teka ne muani, laut manyagjag ka paon, dapetang pianake ngeling, jemak pada kasihin, ne paling nyoman masafu, tong baanga ka paon, i meme mangalih nasi, mrengat-mrengut, nanange nungka jelanan. 23. Manyenukin pasepolan, tuara nu nyelep malengis, tekaning sesate calon, saprekarane belasin, mangerak delak-delik, lancang gemah Men Brayut, mangamah mangemol-emol, baan iba ke ngoopin, kai tuyuh, mangawe banten pedeman. 24. Bas tuara mamahud iba, goban ba buka memedi, ambeke cara sagaon, tuara nawang olas ati, pianake paberengik, buka tong inget mangempu, yeke mangupa pira, tuah dongkang ken dumadi, iba tumbuh, kewala nyak manakan. 25. Ada pada lIan tong ada, pang ba jani magedi, apang pisan tuara enot, setata mangrobedin, kijea iba mulili, yen kauhan ka salumbung, yen mulih Kalimbean, sing nya ada brayan ba sudi, teken bangkung, ditu jalan masendetan. 26. Idong kai kekacungan, luas belasin memedi, masa buung kai abot, sama balu isesai, pagaen ka ingetin, sing nya ada kamben saput, kekasang yen kekantong, lewih sabuke abesik, sekat iku, tuah kai makejang-kejang. 27. Men Brayut masih pongah, buka tuara nawang imbih, mamisbis sesate calon, tulang songne jua kikis, polo sesate gunting, letlet balung bekuung, ye ke jejepit iga, ulam eng- · kuk jepit babi, suba nyamut, jani suud ya mangamah. 28. Manyorog pabresihan, paso belah suba dekil, manyemut base aporos, masaut tong ada imbih, nanange nguda jani, ulah mabasa ngaduhung, nyen jua membesenang, mangundang ngonkon mapadik, nira ilu, duke nu jumah i bapa. 29. Yen sih tundung jani nira, luas malipetang mulih, enyen alih ira kawan, i bapa suba melasin, i meme suba mati,
36 [ 38 ]i dadong tong ada enu, nyen to jalan nira, kalingan anake
sudi, Pan Brayut, disesai ambul apa.
30. Tong mampuh nira ne batbat, ulat saja ko di jani, dugan
nirane nu nyom, jumah i bapa di jani, buka tong ira imbih,
sing pagawen anak luh, maebat ke di paon, mangamsumba
ke mangantih, gelis nunun , ne bulus suba ladina.
31. Luwih yan mareringgitan, manganca bisa anyatri, endeke
cepuk wirang rong, langah yen ada nandingin, yen balu
ya kamimi, lubeng kaot cepuk madu, ukelane mabengad,
ceracape buka tulis, yen katungkul, recah balung mandalika.
32. Ngendek kene bakal bikas, mas len gula milir, manuk dewata pepenyon, suma gunane marangkit, buka tong ira imbih , ya ke nanggap upah nunun, kambenne kapatihan, pandan kayon ya ke santri, jawat singuh, manggis rempuh
karasikan.
33. Yen menegakang banyumas, bias membah geni jung, kaadudan sebitan don, laad limane maingid, ya ke candana
kawi, saput cempaka sawakul, yan tangi karah gonjong,
mega mendung kasurindit, suba luung, makejang sabikasbikas.
34. Yen mangendek kabedbedang, nene bakal anggo tapih,
cempaka ne jua anggo, pepatolan cemlong orti, sabikasbikas tapih , buka tidong nira kengguh, yeke nunun kekasang, anggon tu tube di jani, makatelun, pragat angan limolas.
35. Luih gunane manyulan, banyu mas anggon nerapin, tutub-
nyanr sutra ijo, sutra barak ya ke tangi, terapang patra sari,
karang simbar kabentulu, yen ganggong rerentengan, dabdab
alus buka tulis, gedah remuk, yen pepelok kumeranyab.
36. Idong sanira mamubab, mangaku ira di jani, dugan irane nu
anyom, tidong buka kali jani, I Berayut nu cenik, engglan
adinne liu, pada tong dadi tagok, nira makulang makaling,
mincang mincung, ngayahin makerncongan.
37 [ 39 ]37. Mapa magawe di benang, yen tong ngidem manakan beling, buka tong taen karuron, lekad idup pakelicik, greget atine pedih, makita nyadat manguut, mangalihang balian epot, Pan Brayut mituturin, siu taun, neraka nya temokang. 38. Jani ketidong nira, kene salah keto pelih, yen nira paksa narobos, katon tani ngidep munyi, ne buka kali jani, ka- nononan tani mampuh, nyen jua ne salahang, Pan Brayut kayang jani, bas kadurus, ulih bau pangantenan. 39. Bas magawe san tuturan, koat tuara mandingeh munyi, wangki dina pisan pindo, yen kapisaga malali, teka tuah ngembusin tampar, yen dapetang manunun, yen katepuk di paon, ira mangendihang api, tuah nda rurung, dong dusin buung manyakan. 40. Kento munyinnyane pongah, ne muani mangalih tangkis, ya manguda siga kento, yen kola salahang nani tuah siga ko dijani, mangidam ngamah kayuyu, ye ne manakan kento, sinya ia manglalahin, sangkan liu, pianake makrenyedan. 41. Dadi enduh makadadua, pada manglegayang ati, tan kocap suba makelo, pianaknyane suba kelih, ne muani-muani, makaskaya pada mampuh, pada mangidep badah, ne luh- luh suba kelih, ayu-ayu, liu anake njaumang. 42. Nyai pamayuni kocapan, bas melah ngenyudang ati, boke mangliwatin wangkong, alise tajep maingid, ules masawang tangi, madapan angsana ungu, yen nyarere maliat, mase- ledet buka tatit, yen matemu, pantese tuah daremann. 43. Luih gobane madenan, buka emase maukir, mangranyab rawit bonyoh, untune magiwang endih, ngredep buka ta- tit, tetingale nunjung biru, alis tajep nabengad, ngasorang kampid suriti, ulat rengu, kenyunge manis malenyad. 44. Nene ayu kadahatan, ne nyoman tuara nandingin, boke samah mangrebo, langsing lanjar sada aring, awak ngurang- ka ramping, muanyane melok lumlum, buka bulane purna- ma, tetingale kaduk bangkit, ulas lembut, madapan ang- soka liman.
38 [ 40 ]45. Nyai Ketut ne kelihan, ulese magatra wilis, boke samah, tur ijo, palane naraju pasti, nyonyone bunter rupit, bulun matane narabu, alis tajep mabengad, sing raras anggonnya asin, manglelier, tan pendah bintang kartika.
46. Nyamannyane ne cenikan, patpat pada bangkit-bangkit, lamiad pada mangeros, lanjar-lanjar ramping-ramping, ules masawang gading, nyambang nyampuah putih lembut, masawang sandat mayang, selem sedet pada bangkit, angga lempung, tan kasoran aya lungsang .
47. Ne paling ketut mangonyang, melahe masawang sasih, kapat ujan mangeloh, yeh matan terunane sedih, kasmaran buka mati, gulem peteng ati limut, nene tumben maliat, paseledet buka tatit, kerug rame, munyin anake nggaokang.
48. Len pisagane nggaokang, makeengan luh muani, baan bagian nyane kento, ngamah jukut pesu nasi, ne odah luh muani, buka tong maji tetelu, baya mangonyang brata, memuja smara di jani, sangkan ayu, pianake mangayang-ngayang.
49. Sedeng tuah pada nggaokang, pianaknyane muani-muani, gobannyane pada kaot, I Wayahan tone kumis, selem masawang tangi, ulese makenyab lembut, pejalanne manduak, ulate galaka manis, tuah bagus, pantes anggo trune mamas.
50. Luih gobanne madenan, yen masaput sabagi, buka merake mangilo, janajang jamprah rebe riris, talikuran tur kumis, jemponge samah mangemuk, pamulune bang-bang awak, manyjelag tandange asin mandulengek, tindake buka malecat.
51. Bane bagus kadaatan, ne Nyoman tuara nandingin, jejambulane magendol, langsing lanjar sada miring, matandang cara ler gunung, pamulune manyandat, talikuran buka tulis, matulale, kumise selem mabengad .
52. Muah I Ketut kelihan, moane buka cawiri, magambahan boke rebo, marengis matane endih, makenyar buka tatit, tandange buka manyaup, ya gede ganggas jenggot, beris
((right|39}} [ 41 ]tangkahe kumis, matulale. jambulane magenal.
53. Sok I Ketut Sabaya, iwang tuara nandingin, betekel buin bongkok, burik capuh boke liglig, jahang masawang gading, bibih pane isit biru, liate sada duda, memeledru mata kambing, gigi gingsul, batis tubug kacicingan.
54. Pradene ada nggudigang, kelamakan bane sugih, mapayas manganggo anggo kakandelan silih asih, saput banyumas endih, madanganan mas maselut, buka engsut di pagehan, majarakang bane sugih, ada nggugu, masih payu mapumahan.
55. Suba tutug mapumahan, angkuhang aluh muani, baagiannyane kento, sangkalnya tong ada imbih, manemu suka sugih, mas mirah selaka liu, len to ne amah anggo, De Brayut luh muani, nagnggo tutur, suba memalikin lampah.
56. Suba suud ngupadesa, manyuang ka Desa kangin, kocap ring Pangeran Jembong, ka Gria Banjar Memedi, tuah to Bodane sidi, pranakannyane liu, tur malimpad-limpadan, nanging tong ada nandingin, tuah ia ewer, jam-jam endog paitungan.
57. Pangwruhe anggon jujugar, masipta kidung kekawin, nyaka ia nyaka tidong, kelamakan katon ririh, sing sisian anak alih, ajak mapetuk pangwruh, embahin munyi lempong, apanga enyak masalin, meseh guru, anggon pasemeton di darma.
58. De Brayut duke ngayap, manunas bekele mati, mapangguru yaga bokor, dadar sateke di jani len anampana besik, kocap aji telung atus, ica pangeran jembong, panugrahan sangupati, suba puput, mengliwatin titi gonggang.
59. Anging katuduh ngayang-ngayang, bratane tong dadi gipih, samahitane anggo, buat Buda paksane luih, suba luas mapa- mit, anakti di sema agung, sig kepuhe magook , kocap ya umah memedi, pabiayuh, goake masliweran.
60. Ngauk-ngauk pagurekgak, matinggah ada nggulanting, mba-
40 [ 42 ]na tillin pagogalok, len mangamuk noltol ati, ada ngiberang
kulit, bebuahan lan pepusuh, basang lan jejaringan, mata
ebol lan jeriji, kekembungan, sig kepuhe pasulengkat.
61. Rebut buyung pagerayang, maogahan tempuh angin, paketeltel pakerocok, kalud nggedegang ati, kalud bonnyane alid, matereh-terehan bengu, sagaon pagurenggang, makerah saling langkungin, ngrebut bangke, sig kepuhe pagerajag.
62. Suba tutug sandikala, suryane engseb inuni, bangun pada ngalih enggon, kedise sabeng wengi, krekuak, kokokang maling, deres caak lan celepuk, kutuk-kutuk cegingan, pagurekgak pacelegik, ngawe takut, munyin swalake mangerak.
63. Enjek pupu pageradab, kumangbang ngresang ati, tangantangane pagayot, paseriut manyanderin, laweyan ngrebegin, ranggah mlimane matakut, kumandange mangemboang, munyinyane nyerit, kumambub, len memedi pangurisiak.
64. Ne gundul buta Blohmata, sok mata gede mandelik, ne saliwah buka sorot, badeng ne asibak putih, pepengkah basange endig, nggena kendang marungpung, kadompol basange beyod, gede bawak jeneng kaling, moa barong, anja anjane manyungsang.
65. Buta ulaung ngaba sirah, buta bang ngigelang ati, ne putih kosa mangesoh, pepusuhane jua gisi, muah butane kuning, bebuahane jua rebut, pagereng pada girang, merekah saleng rebutin, ngawe takut, polahe kagila-gila.
66. Pan Brayut mangloyokang, memegeng masih memusti, mangesti sadiane kaot, sangkannya tong ada imbih, gegodane tan sipi, kedahatan bane puguh, idep magrebong meyong, ne tuara kaden maisi, suba puput, sadiannyane tan kocapan.
67. Dauh pitu saget suba, rame anake ngetungin, mbalegbag baa katon, langite ne mulu kangin, culik-culik memunyi, manganti lan tuhu-tuhu, goake lan mangagalok, cicinge
41
68. Kepuhe katon nggeramang, ambubu samah nyaputin, mairib butane katon, magambahan boke giling, bulunawake mempis, pipis-pipisan awor lan lumut, masraweyan katon, awor lan jenggot angresi, kumis jenggot, berise masraweyan.
69. Matannyane tatit kembar, makedep angkihang angin, nene nempulek mangojog, gook kepuhe memunyi, ngerem ulat ngaukin, ne mancana Pan Brayut, butane meraradan, kabeh ne memedi-medi, dadi suung, pada tong karuan lakuana.
70. Suba tutug galang tanah, cumarancang menadarin , surgane katon ngancorong, De Brayut ngagen mulih, suba suus mabresih, sukan atine katepuk, jani mangrasa sadia, buka di banjaran sari, lantas mantuk, majalan adeng-adengan.
71. Jani tan kocap di jalan, majalan mambelali-lali, Kocapan Pangeran Jembong, semengan suba mabresih, negak masaput putih, masisig lantas makemuh, ngarepin memandiangan, suba macadang inuni, parekane, ngayahin saupekara.
72. Bau puput maprayoga, ngastuti Hyang Boddi pati, petanganan alep alon, suarane mangreng jati, suawa upeti stiti, tekaning pralina puput, nelepdep saget kaalep, tanganne memusti, Pan Brayut, Manikel laut manyumbah.
73. Lantas bangun nunas toya, usane malih ngabakti, ngandika Pangeran Jembong, makempiang suarane manis, dini nanak malinggih, suba ngayap Pan Brayut, ngaliyer katakonan, saprakarane anakti, sampun katur, bikase makejang-kejang.
74. Bane tong ada kagiwang, gegodane buka mati, ngaraos Pangeran Jembong, manyayange tan sipi, kenyus laut memunyi, yen diparab suba anut, nanak isuradnyana, kasuran buka mati, tuah tan urung, katepuk nene sadiayang.
75. Anging tong kena saiayang, yan tan yatna malajahin, nene tetelu mamencong, ne dadua makada paling, tongose muncang-mancing, ne beten kaget di duur, kene baan mangang-
42 [ 44 ]go, ya katuduh suba pasti, dadi mangguh, atine i suradnyane.
76. Baane tuara masastra, dadi tuara inget jati, ngandika Pangeran Jembong, yen rerasan tuah akikit, suba teka memusti, jele melah da mangitung, to anggo pangleburan, De Brayut mengebakti, telas nuhun, ature sapangandika.
77. Tur katuduh ngalih umah, apang luas mandukuhin, saprakarane anggo, suba tutug kandikain, jani ngayap mapamit, memusti laut manyentud, ica Pangeran Jembong, ngabakti apisan ugi, laut bangun, asa miring ia majalan.
78. Anging tan kocap di jalan, kocapan ane belasin, pinak mantu jumah epot, iya mangrebahang be sampi, maebat memencok koping, ngacang-acang lan manimbung, ada nyambelin iso, Ian manglawar memagonin, mindang balung, ada manyiutang lablaban.
79. Len nyate asem lembat, ada mengracik bebanji, len memagonin reraon, ada mangibung masagi, ne pacagirgir limang dulang, suba puput bene maadonan, pacedesdes ya masagi, tuak berem, arake suba macadang.
80. Kalud luung bana ngebat, bone nganyudang ati, dari mapada bengong, makejang mangati-ati, ne jani suba lingsir, dane jrone tonden rauh, sok I Ketut Sabaya, ngajakin ngenuang sagi, tuara nurut, nyamannyane pada nangtang.
81. Bane kaduk brebasangan, buka tong inget manganti, anak odah sangkan bocok, tuah keto yeke jani, masih tong ada imbih, delok mulih delok pesu, nanange kaget teka, makejang pada nyagjagin pianak mantu, atinnyane pada girang.
82. Bau tekane manegak, pianake pada ngayahin, ada nyemak kekocor, ada ngabayang yeh sugi, manampa usap rai, ada mangerukin peluh, Jenne mangiderin tuak, dane jero maputu istri, kaget rauh, ngajakin pada madaar.
83. Mantune ajak madaar, teken pianak luh muani, petang dasa kuang dadua, makejang suba manegak, pada nyungkabang
43
99. Suud mandus kakayehan, I Nyoman ngajakin mulih, karobelah ne kacaton, buka tong kuang adiri, braya pamitra kasih, lan pisaga pada nepuk, di jalan mageguyon, tekane napetang sagi, tuak berem, arake suba macadang.
100. Bau tekane manegak, laut katuran wajik, madaar ya pakeremos, nasi be tan kosi-kosi, ebat-ebatan pasti, melen-lenan suba rauh, iderannyane nggeloh, tuak berem arak api, dauh pitu, kaget suud ya madaar.
101. Suud kacacaran sedah, Maluaran pada mulih , ulat masebeng kauron, De Brayut luh muani, mangedumang mas pipis, ken pianak aplekutus, ento ne kacacaran, kaitung pada maketi, luh muani, pada tong ada luwihan.
I02. Gelahe sisan kapara pawilangan nu aketi, abannya luas ka Gebang, angge bekel mandukuhin, jani lantas memargi, bebandarane malu, ne ngaba pada epot, ada manyuunang sagi, kotak tabla petinnyane kekarangan.
103. Kamben saput lan pedeman, makanda suba memargi kebene marerod-rerod, bek maisi saput putih, pengahannyane mati, nene langah telungatus, len tebel karobelah, basan ubade tan kari, kasa lembut, pada nu kayu-kayuan.
104. Sendor jun wadah yeh daar, caratan suba memargi, umbeh etang matenggolong, tan kocapa ne cenik-cenik, rajas ta kumarincing, cucupu botol Ian pucung, cawan kalih lan gelas, prabote maebat pasti, suba ketud, kabeh ne di pawaregan.
105. Pane jelung sok lan bodag, kumarang payuk pependil, pangedangan gebeh belong, kekeb tutup lan sokasi, len paso pinggan piring, pangingsahan sok lan jelung, pangorengan teken lumpian, pargorengan gede cenik, suba garut, panyahnyahan lan sangihan.
106. Len prabot pangleladingan, tetangga cantik pangerikan,
46 [ 46 ]pepatik pangeruk pangot, tata udud paat arit, tambah penampad linggis, len kikis sesorok patuk, belakas lawan bendo, paebatan lan pangutik, timpas bungkung, kandik mawadah grobag.
107. Panak mantune makejang, Mangatehang luh muani, mapayas manganggo-anggo, ayu-ayune tan sipi, len to ne muani-muani, gobannyane pada luung, ne nonton pada gaok, buka tong suud memunyi, de Berayut, bagiane mangonyang arsa.
108. Ne ke jalema kenkenan, tidong sa nira bebeki, gobane bas liwat bocok, pianakne buka selir, makejang luh muani, roange lenan masaut, ya nguda bibi kento, boya pagawennya nguni, jani temu, sangkan bagiane mengonyang.
109. Len kenyus maorahan, munyine makisi-kisi, manjatiang nu matakon, I Wayahan to ne kumis, atin irane paling, buka nyag ban ulangun, yang si bangkengin pindo, patut tuah mangasi-asih, yen mangrumrum, buka juruhe atukad.
110. Gobane buka alihang, buka wirune ditulis, luh dija jua gogo, milu ko ira masisig, mabrata mangalingsir, mangupawasa ngatelun, pidene tuara kento, kagelan irane jani, gobannyane, tong dadi leklek bebedag.
111. Saur ne ajak mapeta, ne Madenan mangedanin, buka timahe maborbo, atin emboke sedih kingking, nyang lodoh buka mati, ngenot gobannyane bagus, yen kocokan acepok, sedeng tuah anggon bekel mati, bas kadurus, rarase manglebur jiwa.
112. Luih yan embok dareman , embok manut saurah-arih, samunyinnya kene kento, jawat ping pitu menumadi, apang bareng sairing, yan rangkatanga katutug, mati sing jalan-jalan, buka tong mangrasa imbih, di kawahe, bareng tepen curiga.
113. Laut masebeng yeh mata, roange lenan nyautin, nira ne jambul magendol, baguse tan sipi-sipi, pantes pisan ndalangin, pangucape membah madu, luih yan masesendon, makidung
47
114. Ken baan manegtegang, atin amboke buka bisbis, makita
ngabayang roko, base buahe acanggurip, matimpal bungan
gambir, buka tong inget manunun, ia jua enot-enot, rarase
mandudut ati, masa buung, mangwirangin anak odah.
115. Nira I Ketut kelihan, munyine lenan nyantin, masewaka
petan embok, kewala mangidep munyi, suba teka ngungga-
hin, nyen jua bani manutug, ia gede ganggas jenggot, yen
i bapa masa bani, teken barong, tandange buka manyarap.
116. Masa buung tuah dareman, sabaan-baan melali, sok pati
bratane anggo, apang saja ngidep munyi, ya ke jalema su-
gih, mas mirah selaka liu, tur gobannyane kaot, Lenne
jujut manakonang, bagus aeng, mirib Sang Gatot Kaca.
117. Saget masaut nene pongah, mangakak kedek ngajengit,
nira ja ento ne bocok, atin nirane kapengin, suba ya te mu-
ringis, pejalane ancung-ancung, ton nyane ulat keros, pan-
tes tong manawang imbih, di pedeman, kaget kedek ma-
briag.
118. Lenne jujut manakonang, nyi te nu mawangsit, tuah pra-
gat jadi kento, nu tong kerasa ban bibi, makejang pet ta-
konin, masa mangidep aukud, masaut nene pongah, yen
panarkan ira bibi, kacicingan, prabote gede malemad.
119. Kudu bagus bakal apa, yan tong ada ne abesik, jalane me-
kenen kento, di damare suba mati, apa lenan liatin, I Seba-
ya tuah ne bagus, sok nene asuhan, to ne mangleganin ati,
ambul cunguh, bangkale manyungkal.
120. Kedek masaut ne odah, ento tuah karepang nyai, tong du-
sin ngulah ka bocok, I Sebaya tuah ne puji, ulangunang tan
sipi, roange ne lenan masaut, idong san bibi gaok, emenge
rusuh numitis, ke I Ketut, loba san teken urutan.
121. Kento munyinnyane pongah, pada pongah manyautin, ra-
me pada mageguyon, kedeke mwanti-wanti, tan kocapa ne
di jani, atin anake ulangun, pada makarepan, bau engseb
48 [ 48 ]matanai, de Brayut, kaget teka di Petapan.
122. Bangun mandelok menekan, nu diwangan ancak saji, mang-
ranyab ngrawit katon, bulane wau nadarin, bintange tumang
mesi, mangelier bau tumbuh, len tatit kumaranyab, angine
buka ngepetin, gra alus, munyine buka manyapa.
123. Brayut kaenengan , sukan atine tan sipi, ngenot petapane
kaot, siug kenehang suba pasti, kekantenane luih, buka kadi
banjaransantun, menper tuah, Pacangkrama, widia dara wi-
dia dari, upamane, goban pianake makejang.
l24. Pada gupuh maencongan, lanang wadon mangayahin, ada
mapagon di paon, ada manyepelang pesegi, kotak tabla
len peti, nyamannyane len manyemut, ada mangenahang
belong, umbeh etang maningting, suba puput, magampil
saprakara.
125. Ada mangibukang yeh daar, ada ngenggalang masagi, ada
mesasehin pego, pingan cawan jembung, len memanggang
be guling , mangadonang lawar penyu, damar pasti lobakan,
saget suud masagi, tuak berem, arake suba macadang.
126. Sok cai Ketut Sabaya, manyagjag laut ngaturin, dane odah
lanang istri, bau tekane malinggih, di luan lanang istri, ne
ditebenan magibung, madaar pakeremos, iderannyane ma-
nitir, tuak berem, arake pada iderang.
127. Gook kepulie narawang, naruung tempulek angin, yeh te-
labahe masiok, hiasin gong memunyi, liu pada nyarengin,
cegingan tuktuk kepukuh, enggung anggonya kemong, te-
luktak makempul tarik, tulia kempul, reong katake mangon-
cang.
128. Kaget suub madaaran, suba kaideran wajik, ne mapeta ma-
geguyon , De Brayut luh muani, lejar atine mangwidi, pi-
naknyane makidung, pada tuara luputan, teken mantu luh
muani, pada nurut, memaretin ne wayahan.
129. Semune tuara kagiwang, makidung suarane manis, kekawi-
ne alus ngeloh, maombakan kaduk manis, kocap Sang In-
49
ragumulung pasti, kocap lagun, nyane Sumanasantaka.
130. Sami pada manggaokang, ne Nyoman tuah ia puji, nu me-
mecikang roko, kukune ngeranyab putih, lantas magula
ganti, kediri ngaradin ketur, tembange kaduk bonyo, malat kidungnyane manis, di pangipuk, Laseme das maperang.
131. I Ketut ne kelihan, manimbal baan kekawin, buka ombake
mangeloh, suarane mangrengreng manis, ramayanane pasti,
mangiwangang guru lagu, duke di Lengkapura, Sang Ano-
man kanggo tilik, lantas ngamuk, ketarannyane di Taman.
132. Nyamannyane cerikan, len memesuang kekawin, Brata
yuda renge lodoh, di perang Karnane metanding, ada ngu-
sana Bali, duk dewane di Yeh Empul, saha bala memondok,
Sanghiang Indra minekadi, kocapannya, ngepok I Mayada-
nawa.
133. Len malagu wairat, suarane ngenyudang ati, anyang Nirar-
tane kanggo, duknyane luas mengui, tan sah mangajak ceti,
disisin pasihe mangantun, ebek kang pacangkrama, resepang
raras kekawin, istri kakung, polahe anggo sesambat.
134. Len makidung jayendria, nene tama ring lulungid, puja
dharmane mangoo, wilet basung dangdang gendis, mayura
ukir kawi, len mawilet rare canggu, jagul tua len anom, te-
kaning kancil mesui, pasil gunung, palupui jaruman atat.
135. Len makisung manukaba, panji warga waseng sari, ada ma-
tembang palu gangsa, ngiba maisa langit, len ada ngawarga
sari, sri nandi wiruman megat, kung lena alis-alis ijo, prahi-
gel kalawan wasib, dangdang pangkur, sinom Ian tembang
lagaran.
136. Saliun kidunge melah, liunan suba mamargi, I Sebaya
oyong-oyong, masih pongah kejit-kejit, muane bengah bi-
ing, matannyane genah biru, masih managih tuak, suba ada
mangiderin, mablancuh, tuak berem magoh arak.
137. Suba suud manginem tuak, matang laut ngajengit, majerit
50