Geguritan Cupak

Saking Wikisource

33646Geguritan Cupak — prev1978Nengah Medera dan Nazir Thoir
[ 2 ]
PPS/BI/7

Milik Dep. P dan K

Tidak diperdagangkan


GEGURITAN CUPAK


Alih Aksara & Alih Bahasa

oleh

Nengah Medera

dan

Nazir Thoir



DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROYEK PENERBITAN BUKU BACAAN DAN SASTRA

INDONESIA DAN DAERAH

JAKARTA 1978

[ 3 ]Hak pengarang dilindungi Undang-Undang [ 4 ]

KATA PENGANTAR

Bahagialah kita, bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah-air hingga kini masih tersimpan karya karya sasta lama, yang pada hakekatnya adalah cagar budaya na- sional kita. Kesemuanya itu merupakan tuangan pengalaman jiwa bangsa yang dapat dijadikan sumber penelitian bagi pembinaan dan pengembangan kebudayaan dan ilmu di segala bidang.

Karya sastra lama akan dapat memberikan khasanah ilmu pengetahuan yang beraneka macam ragamnya. Dan penggalian kar- ya sastra lama, yang tersebar di daerah-daerah ini, akan mengha- silkan ciri-ciri khas kebudayaan daerah, yang meliputi pula pan- dangan hidup serta landasan falsafah yang mulia dan tinggi ni- lainya. Modal semacam itu, yang tersimpan dalam karya-karya sas- tra daerah, akhinya akan dapat juga menunjang kekayaan sastra Indonesia pada umumnya.

Pemelihaaan, pembinaan dan penggalian sastra daerah jelas akan besar sekali bantuannya dalam usaha kita untuk membina kebudayaan nasional pada umumnya, dan pengarahan pendidikan pada khususnya.

Saling pengertian antar daerah, yang sangat besar artinya bagi pemeliharaan kerukunan hidup antar suku dan agama, akan dapat tercipta pula, bila sastra-sastra daerah, yang termuat dalam karya- karya sastra lama itu, diterjemahkan atau diungkapkan "dalam bahasa Indonesia. Dalam taraf pembangunan bangsa dewasa ini manusia-manusia Indonesia sungguh memerlukan sekali warisan rohaniah yang terkandung dalam sastra-sastra daerah tesebut. Kita yakin bahwa segala sesuatunya yang dapat tergali dari da- lamnya tidak hanya akan berguna bagi daerah yang bersangkutan saja, melainkan juga akan dapat bermanfaat bagi seluruh bangsa Indonesia, bahkan lebih dari itu, ia akan dapat menjelma menjadi sumbangan yang khas sifatnya bagi pengembangan sastra Dunia.

Sejalan dan seirama dengan pertimbangan tersebut di atas kami sajikan pada kesempatan ini suatu karya sastra Daerah Bali [ 5 ]yang berasal dari Fakultas Sastra, Universitas Udayana, dengan harapan semoga dapat menjadi pengisi dan pelengkap dalam usaha menciptakan minat baca dan apresiasi masyrakat kita terhadap karya sastra, yang masih dirasa sangat terbatas.

Jakarta, 1978

Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra

Indonesia dan Daerah [ 6 ]

GEGURITAN CUPAK *)

puh adri

[ 7 ]3. Adi kema mangidih banyu,

parocot silihang,

di warunge di margi,

I Gerantang tutut nyjaluk,

ojoga paturu eluh,

I Gerantang raris ujare.

jero sami gusti eluh.

madue ke gusti toya,

titiang nunas mamamitang,


4. Ne ngelah umah mangke su­maur,

sami pada olas,

mangkin titiang kari ngambil,

caratan nulia rauh,

I Gerantang menanggapin lesu,

titiang di jaba manunas,

sing warung abungkul,

titiang mangagah takilan,

baos titiang antukanga.


5. I Cupak mangke asangu malu,

mangehe ngenawan,

sopannyane nyendi-nyendi,

I Gerantang nulia rauh,

I Cupak munyine alus,

mangindayang manyemak to­ya,

nyelampar asu uli dija,

adi takilane ilang,

segaon malaibang.


5. I Gerantang sumaur semu ke­nyung,

ne yeh daar,


"Adik pergilah minta air,

pinjamkan kendi,

di sana di warung di pinggir jalan."

I Gerantang menurut meminta,

kebetulan bertemu dengan pa­ra wanita,

I Geran tang lalu berkata,

"Saudara perempuan yang mu­lia,

punyakah saudara air,

tolong kalau bisa saya minta".


Yang punya rumah sekarang berkata,

semua menaruh belas kasihan,

"Sebentar saya akan mengam­bil,

kendi" lalu datang,

I Gerantang mengambil lesu,

"Saya di luar makan.

pada sebuah warung,

saya membuka bekal,

sebentar saya kembalikan".


I Cupak yang makan duluan,

menyuap dengan tangan kiri dan kanan,

suapannya sebesar batu sendi,

lalu datang I Gerantang,

I Cupak berkata halus,

mengatakan mengambil air,


melempar anjing entah dari mana datangnya,

adik, bekal kita hilang,

anjing itu yang melarikan.


I Gerantang berkata sambil ter­senyum,

"Ini airnya minum",


8 [ 8 ]I Cupak raris nanggapin,

laut raris manginum,

buka tuara ngelah semu,

manyesep mokmon caratan,

celegekane celegak celeguk,

amah beteke dengangan,

suud nginem laut mataag.


7. I Gerantang wus madaar suruh,

manyemak caratane,

mangantukang sige nyilih,

ne ngelah umah muwus,

gelis ko i gusti rauh,

I Gerantang sumaur reke.

titiang wus sampun masangu.

titiang ngantukang carata,

ne ngelah umah wus manang­gap.


8.Ne ngelah umah andulu,

mamaang tampinan,

temako buah lan sirih,

ada mananjen sangu,

takilan titiange kantun,

I Gerantang alon angucap,

dewa ratu gusti eluh,

titiang sampun nunas sega,

di jabaan titiang nunas.


9. Puniki base buah lan puh,

ne pamitang titiang,

titiang tuah mamitang ugi,

iriki saking ayu,

titiang pamit gusti eluh,

raris majalan mesuang,



I Cupak lalu mengambil.

lalu segera minum.

bagaikan tidak punva perasaan,

mengisap cerat kendi,

tenggorokannya bersuara cele­gak-celeguk,

kenyang karena makan terbu­ru-buru,

selesai minum lalu bersenda­hak.


I Gerantang sudah makan sirih,

lalu mengambil kendi,

mengembalikan pada tempat­nya meminjam,

yang punya rumah berkata,

"Cepat sekali tuan kembali",

I Gerantang lalu menjawab,

"Saya sudah selesai makan,

saya mengembalikan kendi",

yang punya rumah lalu meng­ambil.


Yang punya rumah melihat,

memberikan kapur sirih,

tembakau pinang dan sirih,

ada yang mau memberi nasi,

"Bekal saya masih",

I Gerantang berkata pelan,

"Ya Tuan ibu yang baik,

saya sudah makan,

di jalan saya makan.



Ini sirih pinang dan kapur,

yang saya mohon,

akan saya ambil.

dengan cara yang baik,

Lalu berjalan ke luar.



9

[ 9 ]I Cupak nuli katepuk,

sadulur raris majalan,

sampun usan ngaliwat desa,


10. Nemu tegal munggah maring gunung,

adi anti kaka,

peteng tuara enot beli,

tan kocap munggah gunung,

manjing alas turun gunung,

kasuen jani kocapan,

maring wana tan pasangu,

I Cupak lengkos basangnia,

tindakane matelenosan.


11. Maring alas tigang wengi sampun,

jani manggih desa,

panagara Daha iki,

perapta ring marga agung

I Gerantang alon lumaku.

sadulur ring I Cupak,

nulia manggih pasar agung,

wenten dagang tuah tatiga,

ngadep sangu sasanganan.


12. I Gerantang mararian ring warung,

sinarengan I Cupak,

I Gerantang madaar sirih,

matakon munyine alus,

desa paran ne pakulun,

sumaur dane jero dagang,

desa Daha aran ipun.

karaning samun punapa.

de jero dagang masauran.


I Cupak lalu ditemui,

berjalan beriring,

telah sampai melewati desa.

Menemui tegalan dan naik ke gunung,

"Adik tunggu kakak,

gelap tidak terlihat oleh kakak",

tidak diceritrakan mendaki gunung,

masuk hutan turun gunung,

diceritrakan telah lama,

dalam hutan tidak makan,

I Cupak kempes perutnya

jalannya sempoyongan.


Telah tiga malam dalam hutan,

sekarang bertemu dengan desa,

ini kerajaan Daha,

sampai pada jalan besar,

I Gerantang berjalan pelan-pelan,

diikuti oleh I Cupak.

lalu bertemu dengan pasar yang besar,

tetapi ada dagang hanya tiga orang,

menjual nasi dan jajan.


I Gerantang berhenti di warung,

bersama I Cupak,

I Gerantang makan sirih,

bertanya suaranya halus,

"Desa apa namanya ini tuan?".

menjawab si pedagang,

"Desa Daha namanya",

"Apa sebabnya sepi?",

si pedagang menjawab.


10 [ 10 ]13. Karaning desan titiange samun,

kailangan jiwa,

prasama nandang sedih,

putran ida sang prabu,

kambil olih I Manaru,

magenah di Tegal Werasa,

kawulaning sang prabu,

ajerih mangaliwat bancingah,

katah kawula katadah,


14. I Cupak angerak gangsul amu­wus,

lah sato burone,

kembul dasa tuara piid,

jani ne madan adu,

apnga nawang matebuk,

apang tuah nya saling punggal,

nyeret getih I Manaru,

dagange laut ngaturang,

mamarek ida sang nata.


15. Titiang matur ri linggih sang prabu,

wenten kang datengan,

sumanggup pacang mangambil,

putran cokor iratu,

saujar danene iku,

sang nata alon ngandika,

Kembar kema jani ruruh,

konkon jani merene,

ipun Kembar nulia ka pasar.


16. I Gerantang I Cupak samia lungguh,

di pasare reke,

pun Kembar nulia nampekin,



"Adapun sebabnya desa saya sepi,

seolah-olah tak berjiwa,

semua menanggung kesedihan,

putri beliau sang raja,

diambil oleh I Manaru,

bertempat tinggal di Tegal We­rasa,

rakyat sang prabu,

tidak ada yang berani keluar halaman,

banyak rakyat dimakannya."


I Cupak berteriak berkata jang­gal,

"Wah hanya binatang,

biar direbut sepuluh tidak mundur,

sekarang coba saya diadu,

biar tahu saling pukul,

biar saling penggal,

mengisap darahnya Si Manaru."

si pedagang lalu menyampai­ kan,

kepada sang raja.


Maafkan hamba menyampaikan pada tuanku raja,

ada orang datang,

sanggup akan mengambil,

putra paduka tuanku,

"Seperti perkataanmu itu".

Sang raja berkata pelan,

"Kembar, carilah orang itu,

suruh dia datang ke mari".

Si Kembar lalu pergi ke pasar.


I Gerantang dan I Cupak sedang duduk,

di pasar.

Si Kembar lalu mendekati,



11

[ 11 ]atanya lingnia alus,

dateng saking ndi pukulun,

I Gerantang saur ujare,

inggih datengan pukulun,

tan wenten manawang desa,

kocap wong sudra papa.


17. Pun Kembar mangke lingnia muwus,

jero te datengan,

titiang kautus meriki,

antuk ida sang perabu,

apang jerone mangkin rauh,

mamedek linggih sang nata,

punapi karian sang perabu,

awanan titiang kasengan,

ulat wenten karia buat.



18. Inggih sanikan da sang perabu,

I Gerantang mangerasa,

ban munyin kakaneki,

maka tatiga lumaku,

manjing sira ka puri agung,

kapanggih ida sang nata,

pun Kembar nulia umatur,

nyalebseb maka tatiga,

sami pada matur sembah.


19. Pun Kembar saha sembah uma­tur,

ring ida sang nata,

inggih datengan puniki,

sang nata lingnia muwus,

cai datengan malungguh,

papareng lawan inguang,

nguda cai ngejoh ditu,

merene ingsun atanya,

I Gerantang matur sembah.



bertanya perkataannya halus,

"Datang dari mana tuan?",

I Gerantang menjawab,

"Ya kedatangan saya,

saya tidak tahu nama desa,

adapun saya orang kebanyakan dan miskin".


Si Kembar sekarang berkata,

"Saudara yang baru datang,

saya diutus ke mari,

oleh beliau sraya,

supaya sekarang saudara da­tang,

menghadap sang raja",

"Apa pekerjaan sang prabu,

makanya saya dipanggil,

barangkali ada pekerjaan yang penting.


Ya sekehendak sang raja",

I Gerantang menyadari,

atas ucapan kakaknya,

bertiga mereka berjalan,

masuk ke istana,

dilihatnya sang raja,

Si Kembar lalu berkata,

membungkuk ketiganya,

semua menyembah.


Si Kembar dengan sujud ber­kata,

kepada paduka raja,

"Ya saudara ini yang datang",

Sang raja berkata,

"Kamu yang baru datang du­duklah,

bersama-sama denganku,

mengapa kamu menjauh,

ke sinilah aku bertanya,"

I Gerantang menyembah.


12 [ 12 ]20. Singgih pukulun dewa sang si­nuhun,

alinggih sasuhunan,

banggayang titiang iriki,

sang nata lingnia muwus,

saking endi sangkan ipun,

sayang san maninggal desa,

warahana anak ingsun,

yen angdenya cai bunga,

bumara kembang sarinnya,


21. Kenken keranan cai lampus,

ngutang-ngutang awak,

warahana ingsun cai,

I Gerantang nembah matur,

singgih dewa sang sinuhun,

tan bisa titiang ring awak,

imeme ibapa nundung,

masa titiang tani lepas,

titiang tuara nahen iwang,


22. Prasama pada welas ngerungu,

perebekel muang manca,

kanuruhan lan arya patih,

tur goba pantes bagus,

munyine manis alus,

sing mirengan pada gaok,

ne anak bagus nerus,

tusing ada pada pada,

yan nya tuah pada di jaba.


23. Parekare nyung, pabisik pada kenyung


"Ya tuanku raja Junjungan hamba,

duduklah tuanku,

biarlah kami di sini ".

Sang raja lalu berkata,

"Dari mana asalmu,

sungguh kasihan meninggalkan desa,

katakanlah asalmu,

jika diumpamakan kamu sebagai bunga,

baru sedang mekarnya.


Apa sebabnya kamu melarikan diri,

membuang-buang diri,

kamu beritahulah aku",

I Gerantang sujud berkata,

"Ya tuanku junjungan hamba,

memang kebodohan saya,

ibu dan ayah mengusir saya,

saya merasa tidak bersalah,

saya tidak pernah mengingkari."


Semua yang hadir kasihan men­dengar,

para perebekel dan manca,

kanuruhan dan arya patih,

lagi pula rupanya bagus,

suaranya manis halus,

setiap yang mendengar merasa kagum,

ini baru anak tampan sekali.

tidak ada yang menyamai,

jika diambilkan pada orang ke­banyakan.


Para pelayan berbisik-bisik dan tersenyum,


13

[ 13 ]misikang I Cupak,

buka tumbale odalin,

alis kuping celepuk,

basang bedog batis tubug,

paliate bero sonar,

abet gogong mua kuwuk,

pantes nyambal sera matah,

pantes pejang di kangean.


24. Sang nata mangke lingnia muwus,

cai anak inguang,

keranan bapa ngundang cai,

bapa kasor ban satru,

aran ipun I Manaru,

nyaman cai dini ilang,

kambil antuk I Manaru,

ento bapa mangerasanang,

jani bapa teka sukserah.


25. Yen mati ban cai I Menaru,

bakat anak inguang,

cai bakal pabuncingin,

jumeneng dadi ratu,

I Cupak mangke sinawur,

mangerak manelikang mata,

singgih dewa sang sinuwuh,

mangkin titiang manyandang,

yan titiang mamunggal,


membisikkan I Cupak,

bagaikan patung diupacarai.

alis mata, telinganya bagaikan burung hantu,

perut buncit telapak kakinya tebal dan besar,

pandangan matanya juling,

lakunya sombong bermuka musang,

pantas suka makan terasi men­tah,

pantas ditempatkan di Kange­an.*)


Sang raja sekarang berkata,

"Kamu anakku,

maksud bapak memanggil ka­mu,

bapak dikalahkan oleh musuh,

yang bernama I Manaru,

saudaramu di sini hilang,

diambil oleh I Manaru,

itu yang menyebabkan bapak susah.

sekarang bapak menyerahkan padamu.


Jika terbunuh olehmu I Manaru,

dapat merebut anakku,

kamu akan kukawinkan,

diangkat menjadi raja",

I Cupak sekarang menjawab,

membentak matanya mende­lik,

"Ya junjungan hamba,

sekarang saya akan sanggup,

biarlah saya yang memenggal­nya.



  • )Nama suatu tempat.


14 [ 14 ]26. Kerasa ban titiang mayung ijing,

kabisannya mangan,

gampang ban matenin.

mantra anggen titiang ngebug,

pamungkeme nene luung,

apa tong dadi nyebak,

mangkin titiang tan wedi ratu,

bangun mangerak manginda­yang,

parekane kenyem ngelenang.


27. I Cupak tulen ngiwasin mercu,

buka jajodoge,

sang nata ngandika aris.

agelis dewa sang bagus,

agem palpalan nuli rauh,

mawadah wanci papangkonan,

maduluran ebat patung,

lawar be siap mapanggang,

be guling sampel-sampelan.


28. Berem arak maderek lumintu,

miwah sasanganan,

sampun sami cumawis,

sampun usan masangu,

sang nata ling ira muwus,

madaar cai ne pada.

da cai nganggo kaimud,

yen cai bilih kasadian.

anak cai mangelahang.



Terasa gampang oleh saya,

karena tahunya hanya makan,

gampang membunuhnya,

saya pakai mantra untuk me­nyerang,

mantra yang utama,

supaya dia tak bisa menganga,

sekarang saya tidak takut tuan­ ku ",

Lalu bangun memperagakan,

para pelayan tersenyum seakan tak acuh.


I Cupak seperti memandang mercu,

seperti patung,

sang raja lalu berkata,

"Segeralah lakukan anak ba­gus",

lalu datang hidangan,

bertempat dalam panci yang besar,

bersama masakan untuk dimakan bersama,

lawar, daging ayam panggang,

babi panggang yang dipotong besar-besar.


Berem (minuman keras) arak berderet,

dan jajan-jajan,

telah semua sedia,

setelah selesai menghidangkan,

sang raja berkata,

"Silahkan kamu makan dulu,

jangan kamu malu-malu,

jika kamu nanti berhasil,

kamu yang punya semuanya".


15

[ 15 ]29. I Gerantang anembah tur ia

matur.

kumucup jerijine,

buka bakung kembang iki,

anuhun sang sinuhun,

tumuli raris alungguh,

sinareng I Cupak usan,

mawajik makemuh lauh.

raris nyemak sega,

madaar mangke pang melah.


30. I Cupak nyemak nasi malu,

mangendigang tangkah,

mangesoh-esoh be guling,

be siap ebat patung,

ngiwa tengen liman ipun,

mawor bin ajum-ajuman,

mapeta munyine gempuk,

yen ya tepuk i rangsasa,

kene polahe mangelawan


31. I Cupak mangan tan paitung,

kadi sasab meranane,

guling aukud lisik,

tulangliyane dogen enu,

be siape pitung ukud,

enu wadahnyane dogen,

ebat lawar ebat patung,

sami ya pada telah,

I Gerantang jengah ring manah.


32. Wusan nadah sami pada puput,

wusakena reke,



I Gerantang menyembah dan berkata.

dicakupkan telapak tangannya,

bagaikan bunga bakung,

"Ya tuanku junjungan hamba",

Lalu mereka duduk.

bersama I Cupak ,

setelah selesai mencuci tangan dan berkumur,

lalu mengambil nasi,

dan makan dengan lahapnya.


I Cupak mengambil nasi lebih dahulu,

membusungkan dada,

mengoyak-ngoyak babi pang­gang,

daging ayam dan masakan ga­bungan,

memakai tangan kanan dan ki­ri,

ditambah sifatnya sombong,

berkata mulutnya besar,

"Jika bertemu si raksasa,

begini caranya melawan."


I Cupak makan tak terhitung,

bagaikan hama penyakit,

babi panggang seekor ludes,

tinggal tulang-tulangnya,

daging ayam tujuh ekor,

tinggal tempatnya saja,

masakan lawar dan masakan gabungan,

semuanya habis,

I Gerantang merasa malu di hati.


Setelah selesai makan semua­nya,

dikatakan sekarang,


16 [ 16 ]wus awajik ngajeng sirih,

paica nulia rawuh,
pecanangan keris papitu,
ganja nungkul ne tetiga,
ida sang nata muwus,
kadutan bapane punika,
sing demenin pilih tunggil.

33. I Gerantang anembah tur ia
nuwut,
I Cupak ngeledah,
nyemak keris mamilihin,
ane gede ganja dungkul,
buka kenken latut ngembus

laut mangelenteng-lentengang.

ne demenin anggon ngamuk.
anggon munggal i rangsasa,
apanga nawang macekah.

34. Gerantang pada nyemak sa-
da nguntul.
ne pinih cenika,
I Gerantang raris mapamit,
titiang mapamit ratu.
tumuli raris matur.
I Cupak bundit takilan,
katipate lima likur,
I Cupak jani mamarga,
tan kocapan jani di jalan,

35. Kocap sampun reke munggah
guung.
tampek tegal Werawa.

setelah cuci tangan lalu makan
sirih,
lalu datang pemberian lagi,
tempat sirih dan keris tujuh
bilah,
ganja nungkul*) tiga bilah,
Sang raja berkata,
"Keris bapak itu,
pilihlah salah satu yang kamu
Senangi".

I Gerantang menyembah lalu
menurut,
I Cupak menggeledahi, keris,
memilih mengambil keris,
yang besar ganja dungkul,
seperti apa (raksasa) lalu dia
menghunus (nya),
dan memutar-mutarkan ke ba-
wah,

ini cocok untuk mengamuk,
dipakai memenggal raksasa,
supaya dirasakannya terbabat,

Agak menunduk I Gerantang
juga mengambil
yang paling kecil,
Gerantang lalu mohon diri,
"Saya mohon diri tuanku",
lalu menyembah.
I Cupak menggendong bekal,
ke tupat dua puluh lima biji,
I Cupak sekarang berjalan,
tidak diceritrakan dalam per-
jalanan.
Diceritrakan perjalanan naik
gunung.
telah dekat tegalan Werawa.

  • ) ganja nungkul = salah satu motif keris

17

[ 17 ]nuli kapanggih bacin.

wenten ambul kalumpu,
I Cupak matakon gangsul,
adi apa ne adannya,
I Gerantang raris masaur,
ene bacin i rangsasa,
adi jalan malipetan.


36. I Cupak prejani pesu peluh.

ancitnya ne nenggel,
paceretcet lawut mising,
I Gerantang nuli muwus,
sanggup kakane bas liu,

nagih munggal i rangsasa.
jalane ngesop lelawuh.
naar be guling sampelan,
buka tong taen madaar,


37. Mai menek dihur mategul,
maseet bangkiange,
limannyane bareng matali,
medal encit medal panyuh,
Cupak rekek mategul,
I Gerantang raris nuunang,
mangeruruh I Manaru,
sampun tepek ring jeronia,
I Manaru atangia,


38. I Gerantang nulia raris mange-
rungu,
uab i rangsasa,
Gerantang raris mamargi,
inget tekening lekad,
duk ne nguni baunya tumbuh,
mai mangdadi jalema,
padidiin rasia rahayu,


lalu ditemui kotoran (berak),
ada sebesar lumbung.
Cupak bertanya,
"Adik apa ini namanya?"
I Gerantang menjawab.
"Inilah kotoran si raksasa"
"Adik mari kita kembali saja."


Seketika I Cupak keluar ke-
ringat.
hampir mencret,
berceceran lalu muntah berak,
I Gerantang lalu berkata,
Kesanggupan kakak terlalu
berani,
hendak memenggal si raksasa,
hanya untuk mendapatkan ma-
kanan,
makan babi panggang sepuas-
nya,
bagaikan tidak pernah makan


Mari naik di atas akan saya
ikat,
akan kuikat pinggang kakak",
tangannya juga bertali,
keluar tai keluar kencing,
I Cupak terikat kuat,
I Gerantang lalu turun,
mencari I Manaru,
setelah sampai di tempatnya,
Manaru telah bangun.


I Gerantang lalu mendengar,

kuapan si raksasa,
I Gerantang terus berjalan,
teringat dia waktu lahir,
dahulu sampai dia besar,
menjelma ke dunia ini,
sendirian terasa baik-baik,


18 [ 18 ]ento nene kaingetang,
makeneh sambil majalan,

39. Kocap tegeh umah I Manaru,
I Gerantang diwangan,
sambilanga nogtog kori,
tan pendah kadi gunung,
korin ipun agung-agung,
sawetara limang depa,
tegeh ipun panungtung nyuh, I Gerantang raris ngucap,
mangauk-ngauk mai pesuan.

40. Manaru mai te iba pesu,
kai ne utusan,
mangambil i Nyai Cili,
I Manaru mangarungu,
Nyai Cili jalma ngawuk,
dini jumah bapa medal,
tumuli angerak manguwuh, ngarebek luir kadi kilat,
ketug linuh magenjongan.

41. I Cupak nyungsat tendasnya, ne mahaap tuun,
enyoknyane medal mapanyuh,
mangutah mising pesu munyi-
ne embuh,
buka mangeluarang bayu, dewa ratu mati titiang, dumadak pang titiang idup, mati kuda i rangsasa, angkihan titiange rundah.

42. I Manuru berahmantian,
pesu menganggar pedang,

itu yang diingat,
berpikir sambil berjalan.

Tersebutlah rumah I Manaru
sangat tinggi, I Gerantang di jalan,
sambil mengetok pintu,
tidak ubahnya seperti gunung,
pintunya besar-besar,
ada kira-kira lima depa,
tingginya setinggi pohon kela-
pa,
I Gerantang lalu berkata,
memanggil-manggil menyuruh
ke luar.
"Manaru keluarlah kamu,
aku ini utusan,
untuk mengambil Nyai Cili",
I Manaru mendengar,
"Nyai Cili manusia jahat,
di sini di rumah saya",
keluar sambil membentak dan
menggeram,
bergetar seperti petir,
bumi bergerak seperti ada gem-
pa

I Cupak terbalik kepalanya,
menghadap ke bawah,
keluar air kencing,
muntah berak suaranya parau, bagaikan orang akan menghem
buskan nafas.
"Oh Tuhan mati aku,
mudah-mudahan saya hidup,
dan si raksasa supaya mati,
nafas saya terputus-putus".

I Manaru sangat marah,
keluar mengangkat pedang.
19 [ 19 ]manyeleg luir kadi bukit,

irung luir sumur bandung,

socannyane ambul datu,

awaknyane kadi gajah,

capeluk-capeluk kadi ijung,

mangerak laut makirak,

wong paran mangke tumingal.


43. I Gerantang mangke ling ira muwus,

kai mai teka,

mangambil tuan dewi,

antuk ida sang prabu,

I Manaru ngerak manyaup,

mapaksa manyaup mantigang,

I Gerantang maletas kapungkur

manguda iju sengitan.

I Manaru mangke amuwus.

I Gerantang mangke prayatna.


44. I manaru mangke anuwus

ngerak pangucape,

papanganan manangtangin,

tani sepala aukud,

yan dadua betek papadu,

tetelu warege melah

waregang kai satahun.

yan mangan jalma limolas,

waregang kai satata.


45. I Gerantang prayatna teken laku,


tinggi besar bagaikan sebuah gunung,

hidungnya bagaikan lobang su­mur,

matanya sebesar batu,

badannya seperti gajah,

ternganga-nganga seperti kera hitam,

membentak lalu bergerak,

orang yang datang sekarang di­lihatnya.


I Gerantang berkata,

"Aku datang ke mari,

mengambil tuan putri,

diutus oleh raja,

I Manaru membentak dan me­nyergap,

memaksa menyergap dan mem­banting,

I Gerantang meloncat ke bela­kang

"Mengapa mendadak marah?"

I Gerantang sekarang waspada.


I Manaru sekarang berkata,

perkataannya membentak,

"Makanan menantang,

percuma hanya seorang,

jika dua orang baru kenyang,

jika tiga orang kenyang de­ngan puas,

untuk kepuasan satu tahun.

jika makan manusia lima belas orang,

kenyang untuk selama-lama­ nya".


I Gerantang hati-hati bertin­dak, [ 20 ]kerise den anggar,

tuara kai mangereredin.

kai tong ada surud,

I Manaru mangke muwus.

endi peranan ira mangke,

I Gerantang alon amuwus,

yan jani baan awarah,

dudu kai awarahan.


46. I Manaru mangke amuwus,

kai awarahan,

peranan kaine puniki,

maring sasalangan iku,

I Gerantang mangke amuwus,

kai jani awarahan,

peranan kai tunggak gunung,


I Manaru anyarap,

anyaup nora kena.


47. I Manaru nyeeb sada nguntul,

I Gerantang tindake.

luir kakupu mangindangin,

ngindang kadi ring gayung,

murub katon rupan ipun,

I Manaru angucap,

sakti temen ira iku,

baya anak ing batara,

I Manaru mangerasa.


48. I Gerantang mangke raris ma­nyuduk.

kaperanan mangke,

tatune I Manaru nulia mati.

rudirania sumembur.

raris bah kaja kauh.


kerisnya diangkat,

"Aku tidak mundur,

sedikit pun aku tidak takut",

I Manaru sekarang berkata,

"Di mana tempat rahasia ke­matianmu?"

I Gerantang berkata pelan,

"Jika sekarang aku beritahu­kan,

ah, tidak mau aku mengata­kan ".


I Manaru sekarang berkata,

"Aku yang memberitahukan,

rahasia kematianku ini,

di bawah ketiakku",

I Gerantang lagi berkata,

"Aku juga memberitahukan,

rahasia kematianku di kaki gu­nung,

I Manaru menerkam.

menangkap tapi tidak berhasil.


I Manaru melihat agak merun­duk.

gerakan I Gerantang,

bagaikan kupu-kupu terbang,


berterbangan seperti di atas bunga,

menyala kelihatan badannya,

I Manaru berkata,

"Sangat sakti kamu ini,

tentu putra dewa".

I Manaru merasa dalam hati.


I Gerantang lalu menusuk.

ke tempat yang mematikan.

terluka I Manaru lalu mati.

darahnya menyembur.

lalu rebah mengarah barat laut,


21

[ 21 ]ketug linuh magenjongan,

I Gerantang nulia amuwus, majalan kaki pang melah, titiang kautus mejahang.

49. Wusan perang I Gerantang lu­maku, raris ka jeroan, rahaden Galuh malinggih, eling dane ring ibu, I Gerantang nulia rauh, Rahaden Galuh manyingak, wong paran ta sira rawuh, salawase inyong kene, tuara anak mai teka.

50. I Gerantang mangke alon amuwus, amepes tangane, singgih pukulun tuan dewi, titiang mariki kautus, antuk ida sang perabu, ngulati cokor idewa, mangkin yen idewa kayun, mantuk maring desa Daha, I Manaru sampun pejah.

51. Rahaden Galuh mangke amu­wus, sapa amejahana, singgih pakulun tuan dewi, ampuranen pakulun, rahaden Galuh amuwus, agung utang ira mangke, apa anggon ira nawur, yan mati suba i rangsasa, ira dadi panauran.


gempa bumi bergoyang, I Gerantang lalu berkata, "Berjalanlah kakek baik-baik, saya hanya sebagai utusan un­tuk membunuhmu".

Setelah perkelahian I Geran­tang berjalan, lalu masuk ke dalam, Raden Galuh duduk, teringat beliau pada ibunda, I Gerantang segera datang, Raden Galuh melihat, orang dari mana yang datang, selamanya aku di sini, tidak seorang pun datang ke mari.

I Gerantang berkata pelan, sambil mencakupkan tangan­nya, "ya paduka tuan putri, saya ke mari diutus, oleh beliau sang raja, untuk mencari tuan putri, sekarang jika tuan putri berse­dia, pulang ke Daha, I Manaru sudah mati".

Sekarang berkata Raden Ga­luh, "Siapa yang membunuh?" "Hamba ya tuan putri, maafkanlah hamba". Raden Galuh berkata, "Sungguh besar utangku, apa yang kupakai membayar, jika telah mati si raksasa, akulah yang menjadi bayaran­nya.


22 [ 22 ]52. Sing mejahang ira pacang naur.

ene anggon enden,

cincin irane ambil,

maka ciri teresna laku,

munyin ira kadung labuh

sing mejahang i rangsasa,

yenya enu nunggu tuuh,

ento pakarma ya, nira,

nira tusing pacang nilas.


53. I Gerantang mamedek anem­bah,

matur sampunang,

ngandika sapunika tuan dewi,

titiang jadma luwu,

wantah jatin titiang patut,

bakti nyokor ring sang nata,

samaliha ring Raden Galuh,

apan pemah panembahan,

mula titiang babataran.


54. Rahaden Galuh mangke ma­ngerungu,

arum pangucape,

munyine ngolasang ati,

ne anak bagus nerus,

buka tuara ada bagus,

yen alih di gumi Daha,

Arya patih mantri demung.

ksatria muah bujangga,

makejang kasoran rupa


55. Rahaden Galuh malih amuus,

bungkung nirane anggen,


Tuan yang membunuh (raksa­sa) aku akan membayar,

ini dulu yang kupakai mem­bayar,

ini ambil cincinku.

sebagai tanda kasih sayangku,

perkataanku terlanjur,

barang siapa dapat membunuh si raksasa,

jika masih aku hidup,

itu sebagai jodohku,

aku tidak akan mengingkari


I Gerantang dengan sujud me­nyembah,

berkata, "Jangan

berkata demikian tuan putri,

saya manusia nista,

karena kesungguhan bakti sa­ya,

mengabdi pada Tuanku raja,

dan terhadap Raden Galuh,

karena sebagai junjungan,

sepantasnya saya sebagai abdi".



Raden Galuh mendengar,

sangat manis perkataannya,

perkataannya mengharukan,



"lni baru orang benar-benar bagus,

bagaikan tidak ada yang mele­bihi,

jika dicari di negara Daha,

para Arya, Patih, Mantri dan Demung,

para Ksatria maupun Bujangga,

semua kalah rupanya."


Raden Galuh berkata lagi,

"Ini cincinku kau pakai,


23

[ 23 ]bungkung cai ingong ngambil,

apang masinggelur bungkung,

maka cihnan tresnan iku.

I Gerantang nulia narima,

sandikan jeng ira sang ayu,

raris menjuh mungguing ta­ngan,

I Gerantang raris mungkung­ang.


56. Puniki bungkung titiange ratu,

sampunang ambila.

ngedalem titiang ngaturin,

bes lonto bungkung eduk,

paica uli di gunung,

I Pasek Sangambu ngicen,

Rahaden Galuh mireng,

depang ja manira manyuang,

lamun suba gelah nira.


57.I Gerantang raris mangaturang,

bungkung besi lonto reke,

ngedaleme tidong gigis,

ngaturang sada nguntul,

Rahaden Galuh nanggapin,

kenyung nyenperade teken i ti­was,

teken mangenjuhang mangun­tul,

ajak ia magaguyuan,

apang iya kadung tabeh,


58. I Gerantang mirengang semu kenyung.

alus pangucape,

singgih pukulun tuan dewi,

margite sampun mantuk,


cincinmu aku yang memakai,

supaya bertukar cincin.

sebagai tanda cinta kasih,

I Gerantang lalu menerima,

"Sekehendak tuanku putri".

lalu menyodorkan cincin dita­ngannya,

I Gerantang memakai cincin itu.


"Ini cincin hamba tuan putri,

janganlah diambil,

malu saya mempersembahkan,

karena jelas hanya cincin ijuk,

dapat di gunung,

I Pasek Sangambu memberi­kan".

Raden Galuh mendengar,

"Biarlah saya ambil,

kalau memang harus menjadi milikku".


I Gerantang lalu mempersem­bahkan.

memang hanyalah cincin besi.

malunya bukan main.

mempersembahkan sambil me­nunduk.

Raden Galuh menerima,

tersenyum memandang si mis­kin,

"Menyodorkan cincin saja menunduk,

diajak bersenda gurau,

supaya dia makin berani".


I Gerantang mendengar sambil tersenyum, berkata pelan,

"Ya junjungan tuan putri,

marilah kita pulang", [ 24 ]Rahaden ngambilang suruh,

iki sedah ideran mangke,

I Gerantang nulia umatur,

titiang tan bisa amucang,

Rahaden Galuh amucang.


59. Nah irate amucang malu,

ia ta unanggap,

I Gerantang sumaur aris,

liman titiange ratu,

liman titiang isep tuju,

Rahaden Galuh amucang,

asung sepahe ring lati,

I Gerantang mangke manumas,

mangelut laut mangaras,


60. Rahaden Galuh mangke ula­ngun,

polahe ring marga,

madandan tangan di margi,

I Gerantang lingnia matur,

pangerumiune manis alus,

mamargi mas mirah inguang,

Rahaden Galuh lumaku,

sarwi ia maguyon-guyon.

Rahaden Galuh semu egar


61. I Cupak kocapan nu di luhur,

ngeling goar-goar,

bebeten suung iwasin,

I Manaru menyengku,

watangan ipun ambul kubu,

I Cupak raris melusan,

gelis mangke ira tuun,

bau manegtegang dekah.

kaget I Gerantang teka.



Raden Galuh mengambil sirih,

"Ini tempat sirih silahkan ma­kan sirih".

I Gerantang lalu berkata,

"Saya tidak bisa makan sirih",

Raden Galuh lalu makan sirih.


"Ya biarlah saya makan sirih dulu,"

Lalu dia mengambil,

I Gerantang berkata pelan,

"Tangan saya Tuan Putri,

tangan saya sakit reumatik"

Raden Galuh makan sirih,

serasi sepah dalam pipinya,

sekarang I Gerantang minta,

memeluk lalu mencium.


Raden Galuh terpesona,

perilakunya di jalan,

berpegangan tangan di jalan,

I Gerantang berkata,

ucapannya halus manis,

"Berjalanlah adindaku sayang",

Raden Galuh berjalan,

sambil bersenda gurau,

Raden Galuh sangat gembira.



Diceritrakan I Cupak masih di atas.

menangis keras-keras,

dilihatnya di bawah tidak ada orang.

I Manaru sangat besar,

mayatnya sebesar pondok,

I Cupak lalu melepaskan ikat­annya,

dan segera dia turun.

baru menenangkan hati.

segera I Gerantang datang.



25

[ 25 ]62. Sadulur mangke Raden Galuh,

I Gerantang angucap,

mangde ditu ada singid,

ditu ada yeh luung,

di pancorane badauh,

masiram rahadian,

bon kakane bas mangkug,

makedus maebo menyan,

kaka nguyak sarwa bunga.


63. I Cupak boncoh majalan kauh,

mandus ka pancoran,

kambene cakcakang panting,

makedus maeba bangkung,

I Cupak mangke anyutsut.

suud mandus jani kocapan,

makamben mabedbed saput,

maselet kadutan manyote,

mairib payas daratan.


64. Sadulur jani majalan malu,

sami maka tatiga,

I Cupak mangiring dori,

Rahaden Galuh di malu,

manjing alam munggah gunung,

kaleson mangkin I Gerantang,

kiap mangkin tan aturu.



Bersama-sama dengan Raden Galuh,

I Gerantang berkata,

bahwa di sana ada tempat ter­lindung,

dan di sana ada air jernih,

di pancuran di barat,

mandilah tuan putri,

Bau badanku (Cupak) sangat busuk,

berdesir berbau menyan,

kakak memijak bermacam-ma­cam bunga.


I Cupak segera berjalan ke ba­rat,

mandi di pancuran,

kainnya dicuci,

mendesir berbau induk babi,

I Cupak membersihkan diri,

diceritrakan sudah selesai man­di,

memakai kain dan saput*)

memakai keris bergaya,

bagaikan pakaian orang bang­sawan


Bersama-sama mereka berjalan,

ketiga-tiganya,

I Cupak mengikuti dari belakang,

Raden Galuh di muka,

masuk hutan naik gunung,

IGerantang merasa kepayahan,

mengantuk karena tidak pernah tidur



  • ) Saput = selimut pendek yang dipakai di alas kain pada bag1an pinggang.

26 [ 26 ]kaka mandeg mararian,
tumuli raris ararian.


65. Ingsun ngebah kaka kang tu-
tunggu,
tong dadi taenang,
kiape tidong gigis.
I Cupak mangkin muwus,
masare adi mas ingsun.
depang kaka menyandangan,
pacang nunggu Rahaden Ga-
luh.
yadin apa ja teka,
nyad pang kata tumanggalang.


66. I Gerantang enak mangkin atu-
ru
Rahaden Galuh manegak,
I Cupak sareng masanding.

kagiat ngaredeg rauh.

I Rangsasa mangke rauh.
angantebang gidat banglah,

I Cupak ngeb manyulsul,

Rangsasa samangke enak.
manyaup nikul rahadian.


67. I Rangsasa nulia raris mantuk.
I Gerantang atangia,
Cupak mangelumbih jit.

iwasin Rahaden Galuh,
nguda kaka medem nyulsul,

kalingane sanggup dogen.


"Kakak berhentilah kita me
ngaso",
Lalu mereka beristirahat,
"Saya tidur kakak yang me-
nunggu.
tidak dapat ditahan
aku sangat mengantuk,"
I Cupak sekarang berkata,
Tidurlah adikku sayang,
biarlah kaka yang menjaga,
untuk menjaga Raden Galuh,

walaupun apa yang datang,
biar kakak yang menghadapi".


Gerantang tidur dengan le-
lapnya.
Rahaden Galuh duduk,
bersama I Cupak berdamping-
an
tidak diduga-duga ada suara ge-
muruh datang,
Si Raksasa yang datang,
mengejutkan dengan kepalanya
yang botak,
Cupak takut lalu merapatkan
badan.
Si Raksasa semakin senang
menangkap dan menggendong
Raden Galuh.


Lalu segera si Raksasa pulang,
Gerantang terjaga.
karena Cupak menyerudut
pantatnya.
dilihat Raden Galuh,
"Mengapa kakak tidur berim-
it.
hanya mulut kakak yang sang-
gup",

27

[ 27 ]bangun ia laut manugtug.

malaib luir kadi pasar.
anuli kapanggih gua.

68. I Cupak manutug arin ipun
adi anti kaka.
dija aja alih adi,
kalaadang nene buut.
ento kocap karuruh
nulia kapanggih arinia.
I Cupak dekah mengangsur.

I Gerantang mangkin angucap.
Kenken jani ban madaya.

69. Ne gua dalem mapengung.
umah i rangsasa,
tong dadi baan nuunin,
ento panyalin duur,
sepeg kaka bakal tuut,

ngulati mangke rahadian, I Cupak mangke saturut, nyepeg laut matantan, I Gerantang tuun prayatna,

I rangsasa kapanggih aturu,
Raden Galuh alinggiha,
I Gerantang mangucap aris,
ngejoh Rahaden Galuh,
titiang mejah sanga sateru,
Rahaden Galuh sangidang,
I Gerantang mereja ia ngere-
gut,
raris nyuduk salangan,
i rangsasa nulia pejah.

71. I rangsasa nuli raris makiud,
rudiranira muncar,
I Gerantang raris nyamping,
parek ring Rahaden Galuh.

Lalu dia bangun mengejar.
larinya bagaikan anak panah.
lalu dilihatnya sebuah gua.

I Cupak mengikuti adiknya.
"Adik tunggu kakak.
di mana kucari kau".
Diikuti jejaknya agak kacau,
itu yang diikuti,
lalu dijumpainya adiknya,
I Cupak nafasnya terengah-
engah,

I Gerantang lalu berkata,
"Apa daya kita sekarang.
Goa ini sangat dalam,
rumah si Raksasa,
tak dapat dituruni,
itu ada rotan di atas.
tolong kakak potong untuk ku-
pakai pegangan,
untuk mencari tuan putri."
I Cupak menurut,
memotong rotan mengkerek,
I Gerantang turun goa dengan
hati-hati.

Dijumpainya si Raksasa tidur,
Raden Galuh duduk,
I Gerantang lalu berkata,
"Minggirlah Raden Galuh.
saya akan membunuh musuh",
Raden Galuh minggir,
I Gerantang mengamuk dan
nïenerjang,

lalu menikam dada,
Si Raksasa akhirnya mati.
Si Raksasa bergerak,
darahnya memancur,
I Gerantang lalu ke pinggir,
dekat dengan Raden Galuh,

28 [ 28 ]I Gerantang alon amuwus,

margi mantuk Gustin titiang,

Rahaden Galuh saturut,

laut nuut panyalin ,

Rahaden Galuh wus munggah.


72. I Gerantang ring uri mara ma­nuut,

I Cupak brahmantian ,

laut manyepeg panyalin ,

I Gerantang nuli labuh,

onya babak onya belur,

laut ia bangun ngadaap,

iwasin awake belur,

laut ia manyelsel awak,

kudiang jani pacang menekan.


73. Awake ne suba ya tuduh,

awak mabudi pejah,

masih ya nu idup jani,

yan penekin tegeh ngalawung,

sawatara pitung ngiyu,

I Cupak malih kocapan,

ngembus kadutan ganja dungkul­

margi mantuk Gustin titiang,

nyen teka i rangsasa.



74. Rahaden Galuh mangke anurut,

takut ring I Cupak,

nganggar kadutan mandelik,

matane pantes buduh,

Rahaden Galuh lumaku,

I Cupak tandange ngegah,

manjing alas turun gunung,



I Gerantang berkata pelan,

Raden Galuh menurut,

lalu menaiki rotan,

Rahaden Galuh sudah di atas.


I Gerantang mengikuti di be­lakang,

I Cupak bersifat kejam ,

lalu rotan itu dipotongnya,

I Gerantang akhirnya jatuh,

badannya penuh dengan luka,

lalu dia berusaha bangun,

dilihatnya tubuhnya penuh luka

dia menyesali dirinya,

bagaimana caranya sekarang naik ke permukaan.


Ya, memang sudah kehendak Tuhan ,

saya mau mati saja,

tapi masih saja hidup,

jika dinaiki tinggi sekali,

kira-kira ada tujuh meter.

Diceritrakan lagi I Cupak,

menarik keris yang bercincin melingkar,

"Marilah pulang tuan putri,

nanti datang lagi si raksasa."


Raden Galuh menurut,

takut kepada I Cupak,

mengangkat keris matanya mendelik,

pandangannya bagaikan orang gila,

Raden Galuh berjalan ,

I Cupak lagaknya gagah,

masuk hutan turun gunung,


29

[ 29 ]mangke ring Daha,

liu anake pada mapag,

75. I Cupak tandange sada kem-
bung,
tur munyine akas,
nyamping iba pada sami,
kahaden Galuh rauh,
sami iba tan pasemu,

carik kelih pada bangkah,
malaib mangungsi enuput,
tuara tau kamemegan,
sami pada mailidan.

76. I Cupak sumangkin tandang
ipun,
sada angkab-angkab,
buka tumbale dori,

wong jaba pada muwus,
pabisik paturu luh,
ida Raden Galuh teka,
ento kautus mangeruruh,

kema kumah i rangsasa,
mairib mati bannya.

77. Kocapan ortane suba masuk,
rauh ka jeroan,
sang perabu sedek katangkil,
Rahaden Galuh rauh,
sinaup dewa mas ingsun,
margi mantuk ka jeroan,
permaisuari pada rauh,
sami pada malipetan,
mangeraris ka jeroan pura.

78. Sang prabu kari ring jaba ma-
lungguh,
maring patandakan,
I Cupak sareng masanding,


sekarang telah sampai di Daha,
banyak orang menyongsong
I Cupak tagaknya sombong,

kata-katanya kasar,
"Minggir kamu semua,
Raden Galuh datang,
sungguh kamu semua tak pu-
nya muka",
besar kecil semua takut,
lari mencari tempat selamat,
yang tidak tahu terkejut,
semuanya minggir.

I Cupak makin menjadi-jadi
lagaknya,
agak diangkat langkahnya,
bagaikan patung berjalan di be-
lakang,
rakyat berkata
berbisik sesama wanita,
Paduka Raden Galuh datang,
orang itu yang disuruh menca-
ri, ke rumah si raksasa,
barangkali mati olehnva.
Tersiarlah berita,
sampai ke istana,
sang raja sedang dihadap,
Raden Galuh datang,
disambut anakku sayang,
mari pulang ke istana,
permaisuri datang,
semuanya berbalik kembali,
lalu masuk istana.
Sang prabu masih duduk di
luar,
di balai penghadapan,
juga bersama I Cupak,

30 [ 30 ]ataken sang perabu,

arin ira dereng rauh,

I Cupak saur ature ,

singgih pukulun sang prabu,

nyaman titiang sampun pejah,

sareng titiang ka payudan.


79. Kadugi laut titiang mangamuk,

ngelawan i rangsasa,

pada prawira kawanin,

len ko papas ipun,

sapunika titiang masanggup,

rereh titiang di suargan,

sapunika titiang ratu,

raris titiang pantiganga,

ngewales titiang kena mata,


80. Ngeraris titiang nebek ngulih laku,

kena sasalangan,

getih ipun raris mijil,

laut ipun mangelur,

ebah ipun kaja kauh,

makelid titiang kelod kauh,

das titiang kajet bangke,

raris titiang manyuakang.


81. Ne suba saja iba mamungkul,

kai mapas iba,

gagatot tuah mai teguh,

aku tau kadaden iba,

ijung anggal ban kai ngelawan,

tuara iba menang utuh,

sapunika titiang dewa,

mangandelang titiang jengah.



raja bertanya,

"Adik mu belum datang?"

I Cupak menjawab katanya,

"Ya paduka sang prabu,

saudara saya sudah meninggal,

bersama saya dalam peperang­an.


Akhirnya saya mengamuk,

melawan si raksasa,

lain yang dihadapinya,

demikianlah saya sanggup,

cari saya di sorga,

demikianlah saya tuanku,

lalu saya dibantingnya,

saya membalas kena matanya,


Lalu saya menusuk sekuatnya,

kena dadanya,

darahnya ke luar,

lalu dia meraung,

dan rebah arah barat laut,

saya menghindar ke barat daya,

hampir saya ditendang mayat,

lalu saya membalas.


Yang sudah-sudah memang kamu seorang unggul,

aku yang mengahadapimu,

aku datang dengan kekuatan dan kekebalan,

aku tahu asal-usulmu,

sungguh mudah bagiku melawanmu,

kamu tidak akan menang,

demikian (ka ta) saya tuanku,

karena saya merasa malu".

31

[ 31 ]82. Sakatah mamirengang kenyung,

suba te ia jaya,
sing abetang mangelenin,
sang nata mangke amuwus,
sakaulan ira iku,
ingsun warahakena,
datengan pukulun.
jani anggon ira pianak,
Mantri Anom parab ira.

83. Sakaulane mangkin anuun,
pada matur sembah.
I Cupak sumingkin nyadig,
meseh kemben lan saput,
saparadeg sampun puput,
pasarean galeng kasure,
sarwa bungah mangke rawuh,
campur upakarane,
bale mas wus maberesihan.

84. Wang jerone wenten kapat sa-
sur,
nene bajang-bajang.
pacang ngayahin sang mantri,
Mantri Anom parab ipun,
parekane pada kiul,
saliune berangsongan,
sakatahe petang puluh,
nulia rauh ulam,
tuak arak lan sanganan.

85. Kaideran Mantri Anom sam-
pun,
katuran daare,
ulamnia sampun sumanding.
dereng mawajik nyekul,
marareket liman ipun.
parekan pada maberiag.

Semua yang mendengar terse-
nyum,
memang dia menang,
segala perbuatannya sebetul-
nya berlainan,
Raja sekarang berkata,
"Semua rakyatku itu,
aku memberitahukan,
akan kedatanganmu,
sekarang akan kuangkat anak,
Mantri Anom namamu.

Semua rakyat setuju,
semua sujud menyembah,
I Cupak semakin sombong,
berganti pakaian,
selengkapnya telah tersedia,
tempat tidur, bantal dan kasur,
segala yang baik datang,
dengan segala upacara.
balai emas tetah dibersihkan.

Para pelayan sebanyak 35 o-
rang,
yang muda-muda.
akan melayani sang Mantri.
Mantri Anom nama beliau,
para pelayan semua malas,
semuanya suka ngambek,
sebanyak 40 orang,
lalu datang daging,
tuak, arak dan jajan.

Mantri Anom sudah disedia-
kan,
disuguhkan makanan.
dagingnya berdampingan.
belum cuci tangan sudah meng-
ambil nasi.
melekat nasi-nasi di tangannya,
para pelayan tertawa.

32 [ 32 ]anging mapi tani tau,
buka buta tumben kedat,

sakatah ulame onya.


86. Sawetara wenten kapat sasur,
karangane,
tut urab barak lisik,

lewih ke balung balung,
maimbuh siap papitu,
lisik tut batise onya,
tuah te mawor ajum,

ngesop ulam sada nyegel,

buka tuara nawang nyelab.


87. Tan kocapan Raden Mantri
Agung,
wus madaar reke,
sang nata kocap malih,
ring paseban malungguh,

patih aria lawan demung,
satria muang manca,
parek i sang perabu,
nyabran dina tinangkilan,
suka wong negareng Daha.


88. Tan kocap ida sang perabu,
Mantri Anom kocap,
limang sasih sira mukti,

I Gerantang mangke kawuwus,


tetapi pura-pura tidak tahu,
bagaikan orang buta baru me-
lek,
semua daging dihabiskan.

Kira-kira ada 35 buah,
hidangan lawar*),
bersama-sama lawar merah ha-
bis semua,
ditambah lagi tulang-tulangnya
dan ayam tujuh ekor,
habis sampai ke kaki-kakinya,
memangnya juga agak suka di-
puji,
makan daging sebanyak-ba-
nyaknya,
bagaikan tidak tahu rasa mun-
tah.

Tidak diceritrakan Raden Man-
tri Agung,
telah selesai makan,
diceritrakan kembali sang raja,
di balai penghadapan beliau
duduk,
para patih, arya dan demung,
para satria dan manca,
dekat dengan sang raja,
setiap hari menghadap,
sangat suka orang-orang di
Daha.

Tidak disebut lagi sang prabu,
diceritrakan Mantri Anom,
sudah lima bulan beliau diang-
kat,
Tersebutlah sekarang I Geran-
tang,


  • ) lawar = masakan khas Bali. Ditempatkan dalam satu tempat dengan segala macam adonan disebut karangan.

33

[ 33 ]maring gua nu idup,

tuara neda timang bulan.

baane ia dudus bengu,

ban bangkene i rangsasa

kasakitan ngadek bengua.


89. Berag tegereg kari balungmung,

kulit ngaput tulang,

tendase gede iwasin,

tulange panonjol mung,

paliate nu idup,

masi dadi matindakan,

buka ada widi turun,

patuduhin jani marga,

sangkannya ngelah pangerasa.


90. Nyelsel awak saeneme idup,

pidan titiang pejah.

suba berag masih urip.

yan idewa ica mulus.

ambulne nyakitin titiang.

mati kuda titiang ratu,

sakit san titiang naenang,

masih titiang tuara pejah.


91. Angembeng-ngembeng yeh ma- tan ipun,

baane tuara pejah,

Jani mangungsiang mati,

mantigang awak ipun,

I Gerantang nuti kantu.


masih hidup dalam gua,

tidak makan selama lima bu- lan,

karena diliputi bau busuk,

mayat si raksasa,

menderita, mencium bau bu- suk-


Kurus kering kelihatan tulang- nya,

hanya kulit yang membung- kus tulang,

kepalanya kelihatan besar,

tulang-tulangnya kelihatan me- nonjol,

hanya pandangan matanya memperlihatkan dia hidup,

dia masih dapat bergerak.

bagaikan Tuhan turun.

menunjukkan jalan.

akhirnya dia mulai berpikir.


Menyesali dirinya masih hidup,

kapan saya mati.

sudah kurus masih saja hidup,

jika Tuhan benar-benar kasih.

mengapa sampai begini me- nyiksa saya,

tunjukkanlah jalan kematian bagiku.

sungguh tidak tahan saya me- nanggung,

kenapa saya tidak juga mati.


Berlinang-linang air matanya,

karena tidak segera mati.

sekarang sudah bulat tekad- nya untuk mati.

dibantingnya dirinya,

I Gerantang terbentur,


34 [ 34 ]tuara inget teken awak

bahnyane menyakutut

tis dadi paturone

kaget ia mangerungu suara


92. Gerantang bangun cai sungsut

kaki mangorahin

padingehang munyin kaki

mabudi cai mantul

ngungsi galang ngungsi rahayu

tulang i rangsasa juang

ento pacekang cai tuut

pacek-pacekang di goa

enti ambah cai menekan


93. I Gerantang mangkin nuli angerungu

inget teken awak

suba mati dadi urip

inget ring ipian ipun

ne saja ada tuduh

tegarang masi idepang

laut gerayang-gerayang bangun

ngalih tulang i rangsasa

ane dadi baan macekang


94. Pilihan tulange ne lanus

ne dadi pacekang

indayang masih tigtig

mes parase tajuk

kadi gadebonge ancuk

tuduh sang hyang masaja

margane dadi ban nuut


tidak sdarkan diri

rebah dia tertelungkup

jadi dia tertidur lelap

tiba-tiba dia mendengar suara


Gerantang bangunlah mengapa kamu bersedih

sekarang kakek memeberitahu

dengarkanlah kata-kata kakek

kalau kamu mau pulang

menuju tempat yang terang dan selamat

ambillah tulang-tulang si raksasa

itu tancapkan dan turuti

tancapkan pada dinding gua

itu yang kamu naiki


I Gerantang samar-samar mendengar

sadar dengan dirinya

sudah mati kenapa hidup lagi

teringat akan mimpinya

ini rupanya patunjuk Tuhan

akan kucoba manurutinya

lalu pelan-pelan dia bangun

mencari tulang-tulang si raksasa

yang bisa ditancapkan


ipilih tulang-tulang yang lurus

yang bisa ditancapkan

dicobanya memukul-mukul

terasa lunak batu cadas ditusuk

bagaikan menusuk pohon pisang

petunjuk tuhan memang benar

jalannya bia dituruti (dinaiki)



35

[ 35 ]mula kasalinan tembang,

teked diduuran negak,

akhirnya kita berganti irama,
sampai di atas dia duduk.

puh ginada

95. I Gerantang mangkin kocapan,
bangun ia raris mamargi,
tindakane macalengos,
pangungsi mangalih kayu,
anggon manunjangin awak,
pilih dadi,
I Gerantang dadi majalan.

96. Sampun adoh ia mamarga,
kaget kasurupan ai,
peteng limut maring alas,
I Gerantang mangke aturu,
paksi sami pada ngebat,
ia paserengik,
sami pada manyedihang.

97. Mangkin sampun galang tanah,
I Gerantang raris mamargi,
mangungsi jani ngelodang,
ka pasisi ngungsi dayuh,
katepuk anake mencar,
mangke wedi,
malaib mangutang keranjang.

98. I Gerantang mangeraris kema,
nyemak buah teken sirih,
I Gerantang naar sedah reko,
jani kenehnyane idup,

Diceritrakan kembali I Gerantang,
bangun lalu berjalan,
langkahnya lunglai,
tujuannya mengambil sebatang
kayu,
akan dipakai tongkat,
mudah-mudahan dapat,
I Gerantang akhirnya dapat
berjalan.

Setelah jauh dia berjalan,
akhirnya matahari terbenam,
gelap gulita dalam hutan,
I Gerantang sekarang tidur,
burung-burung beterbangan,
berkicauan,
seolah-olah semua ikut berse­-
dih hati.

Diceritrakan hari telah menje-­
lang pagi,
I Gerantang lalu berjalan,
menuju arah selatan,
ke pantai tujuannya mencari
jalan yang sejuk,
bertemu dengan orang menja-­
ring ikan,
yang takut,
berlarian meninggalkan keran­-
jang.

I Gerantang lalu mendekat,
mengambil pinang dan sirih,
l Gerantang makan sirih,
sekarang mulai dia ingin idup, [ 36 ]raris majalan nganginang,
kaget perapti,
ring pasisin desa Daha.

99. Kaget anak masangkepan ,
di semane mangaturin,
babanten lawan daksina,
eteh-eteh sami puput,
len guling bawi siap sampun,,
teragi tulunge,
nyai mangaba.

100. Baliane sampun maca,
nguyeng genta peremangkin,
I Gerantang mangkin kocapan,
rauh dane uli kauh,
basong baliane mangantenang,
mangkin wedi,
raregek anuli perapta.

101. Rencang baliane sami bungkah,
mangutang tulur be guling,
malaib saling paliwat,
pada mawedi,
raregek sampun perapta.

102. I Gerantang mangke manyingak,
tingkah anak pada wedi,
I Gerantang kangen ring awak,
dadi kenehnyane kenyung,
mangenot anake busan,
pada wedi,


lalu berjalan arah ke timur,
lalu sampai, di pesisir pantai daerah Daha.

Dijumpainya orang berkumpul,
di kuburan sedang melakukan
persembahan,
sajen-sajen dan daksina (nama sajen),
dengan semua perlengkapan,
dengan babi panggang dan ayam,
tolong bantu,
kamu membawanya.

Dukunnnya sudah mulai membaca,
sambil mamutar genta,
tersebutlah I Gerantang,
dia datang dari barat,
Si Dukun melihat,
sangat takut,
sungguh setan yang datang.

Para pelayan dukun semua lari,
meninggalkan sajen dan babi guling,
lari tunggang langgang.
Dukun dan semua luka-luka,
larinya saling dahului,
semua takut,
setan telah tiba.

sekarang I Gerantang melihat,
orang-rang semua takut,
I Gerantang sedih dengan dirinya,
tersenyum dalam hatinya,
melihat orang-orang tadi,
semua takut,

37 [ 37 ]I Gerantang mangeraris kema.


103. Raris ia manyemak sedah,
I Gerantang raris mamargi.
tan kocapan jani di jalan,
perapta maring pasar agung,
I Gerantang nulia atanya,
singgih Gusti ,
titiang nakonang I Cupak


104. Parekan raris ngaturang,
inggih dane sarnpun mamukti,
paran dane Mantri Anom,
I Gerantang mangke amuwus ,
titiang naweg nunas ica,
ring I Gusti,
aturan titiang I Gerantang


105. Parekan raris ngaturang,
maring Gustin ipun mangkin ,
dewa ratu gustin titiang,
wenten datengannya wu rauh,
manyarnbat cokor idewa,

raga keris,
mapungkusan I Gerantang.


106. Mantri Anom mangandika,
eda iba nunden sedih ,

nyaman kai suba ilang
eda iba jani ngerungu,
to mamedin i rangsasa
kema paid,
aba ka tukade kutang.


107 . Parekane raris mangarang,
manyeet ban talin sampi,
mamaid masuriak reko,
akeh anak pada nulu,


I Gerantang lalu ke sana
Lalu dia mengambil sirih ,
I Gerantang lalu berjalan,
tidak diceritrakan di jalan,
akhirnya sarnpai di pasar ramai,
I Gerantang lalu bertanya,
"Ya tuan,
saya menanyakan I Cupak".


Pelayan mengatakan,
" Beliau sudah dinobatkan,
bernama Mantri Anom. "
I Gerantang berkata,
"Saya mohon kerelaan,
terhadap tuan,
katakan saya I Gerantang".

Pelayan menyampaikan,
kepada rajanya,
"Paduka tuanku,
ada pendatang baru datang,
menyebut-nyebut nama padu­ka,
badannya kurus,
bernama I Gerantang".


Mantri Anomn berkata,
"Jangan karnu menyuruh aku
bersedih ,
saudaraku sudah hilang,
jangan kamu perhatikan,
barangkali itu roh si raksasa,
ayo ke sana seret,
buang di kali".

Para pelayan lalu mengeru­-
muni,
mengikat dengan tali sapi,
menyeret sambil bersorak-so­-
rak,
banyak orang yang melihat,


38 [ 38 ]sami pada mamengongang,
agung alit,
parekan raris ngentungang.


108. Sampun anyud mangulendang,
kaget rauh ring pasisi,
wen ten wa tangan ring tengah.
katah anak tuara tau,
Pan Bekung mangkin kocapan.

wus manampin,

laut ia mangun dit pencar.


109. Tumuli laut majalan ,
rauh maring pasisi mangkin ,

balapan tuara ada reko
tuara ada ya ketepuk
raris majalan nganginang
padidin
kaget balapane ngenah


110. Pan bekung raris matingkah
manabdabang pancar raris
mangangkutang pencar reko
madipdip tindakan ipun
Pan Bekung raris mencarang

ulam keni
Pan Bekung nyuakang


111. Pan Bekung nyukupang pen-
car
pencar kaden engsut mangkin

semua mereka para termenung,
besar kecil,
pelayan lalu melempar-
kan.

Setelah hanyut dibawa air,
akhirnya sampai dipantai,
ada mayat di tengah laut,
banyak orang tidak tahu.
Diceri trakan sekarang Pan Be­-
kung,
telah mem persiapkan kapur si-
­rih,
lalu dia menggendong pen­-
car.*)


Lalu ia berjalan
diceritakan telah sampai di
pantai
tidak ada ikan tangkapan
tidak ada ditemui
lalu ia berjalan ke timur
sendiran
lalu terlihat olehnya ikan tang-
kapan


Pan Bekung mulai beraksi
mempersiapkan jaringnya
mengangkat jaring itu
pelan-pelan jalannya
Pan Bekung lalu melempar ja-
ringnya
ikan terkena

Pan Bekung lalu membentang-
kan

Pan Bekung mulai menggulung
pencarnya dikiranya pencarnya tersangkut


  • ) pencar = jaring penangkap ikan

39

[ 39 ]mangusud ban lima reko,

kaget watangan katepuk,

Pan Bekung ngasisiang,

mangagahin,

buka tuara ada mangkihang,


112. Pan Bekung raris masila,

meleketang watangane,

ke urip saja Gusti Reko,

mangelingling Gusti mas ingsun,

kaget metu ya angkihan kelebat kelebit,

Pan Bekung ngalih pauban


113. I Gerantang mangke ingetan,

pesu munyinyane aris,

sapasira ngurip titiang reko,

Pan Bekung mangke amuwus,

Bapa mangurip idewa,

suka Gusti,

bapa ngangon Gusti pianak,


114. Pan Bekung raris nampinang,

I gerantang raris nanggapin,

sampun usan mencar reko,

I Gerantang alon amuwus,

niki sepah titang pencar,

ya peremangkin,

Pan Bekung raris mencara,


115. Pan Bekung nyukupang,

pencarnyane mangkin,

sawatara pitung keranjang,

balapane liu pesu,


lalu dirabanya dengan tangan,

dilihatnya sesosok tubuh,

Pan Bekung lalu ke pinggir,

membuka,

tidak ada tanda-tanda masih bernafas,

Pan Bekung lalu duduk,

memperhatikan tubuh itu,

ya rupanya tuan masih hidup,

sadarlah tuanku,


lalu mulai dia bernafas berdenyut-denyut,

Pan Bekung lalu mencari tempat teduh,


I Gerantang sekarang telah sadar,

lalu berkata dengan pelan.

"Siapakah yang menghidupkan saya"

Pan Bekung lalu berkata,

"Bapak yang menghidupkan anakku"

senangkanlah hati tuan.

Bapak akan memungut tuan sebagai anak".


Pan Bekung lalu menyediakan sirih,

I Gerantang segera mengambil,

setelah selesai mencar,

I Gerantang berkata pelan,

ini adem (?) saya dijaring,

dengan segera,

Pan bekung menjaringnya.

Pan Bekung mulai menggulung,

pencarnya sekarang,

kira-kira tujuh keranjang,

ikan banyak yang keluar.


40 [ 40 ]Pan Bekung ngasisiang,

sawang bingkih,

laut ia manyemak keranjang.


116. Pan bekung ngisinan keranjang

keranjangannyane sami misi,

kenken ban madaya reko,

bapa ngalih papah tubuh,


pacang anggon bapa kisa,

bapa gelis,

dini kuda nden idewa.


117. Mangkin sampun polih kisa,

Pan Bekung raris mawali,

mangojog genah I Gerantang,

Pan Bekung mangke amuwus,

bapa nu ngajangin ulam.

margi gelis,

Gusti ajak bapa kabian.


118. Kocap ulam sampun telas,

Pan Bekung raris nyagjagin,

laut nyemak mengandong,

I Gerantang mangke saturut,

sampun perapta marin abian,

kubu asiki,

I Gerantang raris manegak,


119. Pan Bekung epot manyakan,

mamubuh laut premangkin mangawe baboreh reko,

sewes ngalablab jukut,

sampun sami karatengang,

wus masagi,

tumuli raris madaar.


120. Pan bekung raris mangucap,


Pan Bekung ke pinggir,

agar berat,

lalu dia mengambil keranjang,


Pan Bekung memasukkan ke dalam keranjang,

semua keranjangnya terisi,

apa daya sekarang,

"Bapak mencari pelepah daun kelapa,

akan ayah pakai kisa*),

ayah segera kembali,

kamu tinggal dulu di sini",


setelah dapat kisa,

Pan Bekung lalu kembali,

menuju tempat I Gerantang,

Pan Bekung lalu berkata,

"Ayah masih mengangkati ikan, mari kita berjalan.

kamu ikut ke kebun ayah".


Setelah ikan semua terangkat,

Pan Bekung menyongsong,

mengambil lalu menggendong,

I Gerantang hanya menurut,

setelah sampai di kebun,

hanya ada sebuah pondok,

I Gerantang lalu duduk,

Pan Bekung sibuk menanak,

membuat bubur,

membuat param,

dan memasak sayur,

setelah semua masak,

lalu dihidangkan,

segera dia makan,


Pan Bekung lalu berkata,


  • ) kisa = anyaman daun kelapa yang menyerupai bakul.


41

[ 41 ]duh mirah Gusti matangi,

lawanin Gusti madaar,
pang Gusti gelis nalutus ,
I Gerantang mangke atangia,
ngucap aris,
tittiang nunas legan bapa.

121. I Gerantang mangke madaar,
satara aji kalih,
liang kayunnyane reko,
Pan Bekung mangke amuwus,
dini enden Gusti mirah,
bapa mulih,
ngaba ulame punika.

122. I Gerantang alon angucap,
inggih bapa apang gelis,

Pan Bekung raris majalan ,
amakta ulam puniku,
sampun teked jani jumah,
mangaukin ,
Men Bekung laut manyagjag.

123 . Men Bekung encol madagang,
akeh anak mamelinin ,
lais pindanganyane reko,
Men Bekung raris mantuk ,
sampun teked jani jumah
gelis nampin,
Men Bekung nutug ka abian

124. Sampun perapta maring abian,

Pan Bekung raris kapanggih,
epot manyakan di paon,
Men Bekung mangke andulu.
nyen ento anake negak ,
raga keris,

"Aduh, anakku bangunlah,
paksakan dirimu makan,
supaya segera kamu sehat",
sekarang I Gerantang bangun,
dan berkata, "Saya terima kebaikan hati
bapak ".

Lalu I Gerantang makan,
mereka berdua,
sangat gembira hatinya,
kemudian Pan Bekung berkata,
"Kamu tinggal dulu di sini,
bapak pulang,
membawa ikan-ikan itu".

I Gerantang berkata pelan,
"Ya bapak supaya lebih cepat",
Pan Bekung lalu berjalan ,
membawa ikan itu,
setelah tiba di rumah,
lalu memanggil.
Men Bekung segera menyong­-
song.

Men Bekung segera berjualan,
banyak orang membeli.
sungguh laris ikan pindangnya,
Men Bekung segera pulang,
setelah sampai di rumah,
mengambil sirih,
dan Men Bekung menyusul ke
kebun

Setelah sampai di kebun (pon-
­dok).
dijumpainya Pan Bekung,
sibuk menanak di dapur.
Men Bekung sekarang melihat.
"Siapa yang duduk itu? "
badannya sangat kurus?"

42 [ 42 ]Pan Bekung mangke angucap.


125. Jani anake ingetang,

apang melah matepetin,

apang enggal seger reko,

anggon pianak bareng empu,

eda nyai pati telunan,

mangayahin,

apang dadi seger enggal.


126. sampun tutug selae dina,

I Gerantang seger den gelis,

pangucape manis alon,

luih rupannyane bagus,

buka tuara ada pada,

mamadenin,

rupa kadi hyang Semara,


127. Bajang-bajange mirengang,

Men Bekung ngajak wong ape- kik,

liu anake ngerutang,

ban gobane luih bagus,

rupa luir kasuapena cerik kelih,

sami pada mangerutang,


128. Tua bajang pada girang,

suba boknyane putih,

geger pada kema nelok,

pada ia mangaba serbuk,

agenang awake bajang,

mangeresin,

apang kenehnyane galak.


Pan Bekung lalu menjawab.

"Mulai sekarang kamu harus ingat,

memelihara dia baik-baik,

supaya segera sembuh,

kita angkat anak bersama-sa ­ma memelihara,

jangan kamu tidak bersungguh­- sungguh,

meladeninya,

supaya cepat dia sembuh".


Sesudah berjalan 25 hari,

dengan cepat I Gerantang sem- buh,

bicaranya halus dan pelan,

dan rupanya sangat bagus,

bagaikan tidak ada yang me- nyamai,

memadai,

rupanya seperti Hyang Semara .


Para gadis mendengar,

Men Bekung mengajak pemu- da tampan,

banyak yang mempesonakan,

besar kecil,

semua membicarakan,


Yang tua yang muda semua se- nang,

ada yang rambutnya sudah pu- tih,

ribut semua datang menjenguk,

semua membawa serbuk (ji- mat),

dirasakan diri masih gadis,

menaksir,

supaya pikirannya tertarik,

43

[ 43 ]129. Men Bekung jani kocapan,

baan kenehnyane rim-rim,
tan dadi ban nyambada reko,
luh-luh pacarubut,
tong dadi pada sambada,
tuara mulih,
ramannya tuara ngibukang.

130. Kocap malih I Cupak,
mangandika sai-sai,
ri kaulania reko,
pacang pada mangeruruh,
sampi kebo lan jaran,
bebek kambing,
bangkung payah tepen durian.

131. Bancingahe kadi sema,
bon tulang pada pengit,
liu anak pada kema,
tong nyandang majalan ditu,
malih kasalinan,
tembang adri,
parekan pada prayatna.

Puh Adri

132. Nampah celeng lingsire aukud,
dadua ne semengan,
ebat patung len maguling,
sewes lawar jajeruk,
celeng kaulane gempung,
kadugi negul kucitnya,
sing mamesu wenang ejuk.


Diceritrakan sekarang Men Be­kung,
karena pikirannya was-was,
tidak dapat dihalangi,
gadis-gadis berebutan,
tak dapat dihalangi,
tidak mau pulang,
orang tuanya juga tidak peduli.

Diceritrakan kembali I Cupak,
sering-sering berkata,
kepada rakyatnya,
supaya semua mencari,
sapi, kerbau dan kuda,
itik dan kambing,
induk babi tua dipotong bela­kangan.

Halaman istana bagaikan ku­buran,
dengan bau tulang yang busuk,
banyak orang yang datang,
tidak tahan lewat di sana,
lagi disalin,
dengan tembang adri,
para pelayan semua waspada.

Sorenya memotong babi see­kor,
paginya dua ekor,
diolah dan dipanggang,
lain lagi lawar dan kuah,
babi milik rakyat semua diha­biskan,
akhirnya semua mengikat ba­binya,
karena setiap yang ke luar bo­leh di tangkap. [ 44 ]pangandikan Raden Aria.

parekan sami masambang.

13. Ring kaula nene luh-luh,
antuk maubuhan,
samas celenge wus lisik ,
kerayaning jubeng bangkung,

ento ne malih karuruh,
bebek kandang-kandangan,
manguelin dadi laku,

tunggalin awak panjak,
sang perabu sampun maserah.

134. I Raden Mantri mangkia lung-
­guh,
ring paebatan,
angucap munyine jadig,
adonin nden malu,
basang kai suba seduk,
parekan encong manyemak,

embane punika ratu,
dereng ngoreng kari matah,

mangke kaulan gorengang.

135. Rahaden Mantri mangkin su-
­maur,
emba matah te juang,
apane malu adonin,
ne duang pane dipungkur,

juru ebate saturut ,
mangadonang lawar punika,
emba matah anggon ipun,
papait pejangin gula,
mica ne megoh katumbah.

itu perkataannya Raden Aria
(Cupak)
para pelayan semua berjaga-ja­-
ga.


Terhadap rakyat perempuan ,
harus memelihara babi,
400 ekor babi telah habis,
sampai induk babi yang tidak
mau beranak,
itu yang sengaja dicari,
itik berkandang-kandang,
jika dilarang menjadi persoalan ,
maklum diri sebagai rakyat,
sang raja telah menyerahkan.

Raden Mantri lalu duduk ,
di tempat mengolah daging,
berkata dengan kasar,
"Ayo segeralah diadon,
perutku sudah lapar".
pelayan dengan segera meng­
ambil,
"Bawang gorengnya tuanku ,
belum digoreng masih men­
tah ",
lalu rakyat menggorengnya.·

Raden Mantri menjawab,
"Pakai saja bawang mentah,
satu periuk dulu dicampur,
yang dua periuk nanti bela­
kangan,
para petugas menurut,
mencampur lawar itu ,
memakai bawang mentah,
yang pait ditambah gula,
merica dan ketumbar.

45

[ 45 ]136. Urab barak urab putih sam­-

pun,
puput maadonan,
jajeruk gagecokne,

Ki Rahaden Mantri amuwus,
abaang kai mai sangu,
basang kai suba layah,
wang jerone pakabusut,
ngaturang daar pacampah,

mawadah dulang-dulangan.

137. Ulamipun masanding mapun­-
duh,
ada mawadah dulang,
pane ngiu sidi ,
Rahaden Mantri menyekul,
bene tuah jamak malu,
ngesop nasi ngeeng anawan,

nyemak lawar lan jajeruk,
buka tuara ngamah-amah,
ne asopan akenyeman.

138. Sawatara ulame yan itung,

yan cara pabean,

sawatara seket besik,
urapnya tuara kantun,
buin urutan timpal ipun,
basangan seleng dadua,
masundul manuk tatelu,

katut tulange masih telah
meng kari bulunnya dogan.


Lawar merah, lawar putih, su­-
dah,
selesai dicampur,
kuah dan gecok (jenis lawar),
Raden Mantri berkata,
"Bawakan aku nasi ke mari,
perutku sudah lapar,
para pembantu sibuk,
membawakan makanan
yang tidak sempurna,
mawadah dulang-dulangan.
bertempat pada dulang.


Dagingnya berdampingan ber­-
kumpul,
ada bertempat di dulang,
pada periuk, bakul dan ayakan,
Raden Mantri. mulai makan,
dagingnya yang diambil dulu,
ada bertempat di dulang,
menyuapkan nasi memakai ta-
ngan kiri dan kanan.
mengambil lawar dan kuah,
bagaikan orang lama tak ma-
kan-makan.
yang sesuap sekejap mata le-
nyap,

Kira-kira jika dagingnya dihi-
tung,
seperti dalam upacara bakar
mayat,
lebih kurang 50 bagian,
lawarnya habis,
ditambah dengan susis
usus babi dua ekor
ditambah lagi daging ayam jan-
tan tiga ekor.
sampai tulang-tulangnya habis,
hanya tinggal bulu-bulunya sa-
ja.


46 I Cupak yang diangkat menjadi Mantri Anom pekerjaannya hanya berpesta pora dilayani oleh para pelayannya.[ 47 ]139. Celenge ne maji siu satus,

yan anggon panyampah,
kuangan buin akikit,
yan tingainnya itung,
yen nampah celeng aukud,
yan angsul ban penyu dadua,

sedang melaha puniku,
ajengan Rahaden Mantri,
anging anggon aseriakan.


140. Parekane ane nem dasa kitung,
kaicen ulume,
tahanarmya tuah akikit,
parekane parum suba,

baan mare bas tuyuh,
sai nampah peteng lemah,

tong kodag kenehe takut,
apang kiap masi nyemak,

apangnya masih ngayah,


l41. Tan kocap Raden Mantri A­-
gung,
nyaberan panampahe,
celeng panjake silik,
suba emed ngubuh bangkung,

ngelah kucit suba mejuk,
tununa ban parekane,
telung dasa ne mangeruruh,

parekane paserantab,
sami tuara ngitungang,


Babi yang seharga seribu sera­-
tus,
jika dipakai mencampur,
masih kurang lagi sedikit,
jika siangnya dihitung,
memotong babi seekor,
ditambah dengan penyu dua
ekor,
itu baru cukup,
untuk makanan Raden Mantri,
tetapi hanya untuk makan se-­
kali.


Pelayannya yang 60 orang itu,
diberikan daging,
semuanya serta sedikit,
para pelayan akhirnya berkum­-
pul,
karena merasa terlalu payah,
setiap hari siang dan malam
pekerjaannya memotong babi,
tetapi mereka semua takut,
walaupun mengantuk dikerja­
kan juga,
karena tetap sebagai kewajib-
an .


Tidak diceritrakan lagi Raden
Mantri Agung,
setiap saat potong babi,
babi rakyat sampai habis,
akhirnya rakyat enggan me-­
melihara babi betina,
setiap punya anak diambil,
dipanggang oleh para pelayan,
dikerahkan 30 orang untuk
mengambilnya,
para pelayan berkeliaran,
semua tidak menghitung hi-­
tung.


48 [ 48 ]142. Katah matuutin carakampung,

ngubuhin badeg,
kewata nunun mangantih.

kocapan Mantri Agung,
sawatara wau satahun.
mamukti Sira Rahadian,
I Gerantang mangke kawuwus,

ngetah reke tatanduran,

katah bungane kocapan,

143. Men Bekung Pan Bekung sadia
laku,
kadi bikase daha,
buduh teken anak muani,
ambut to keneh ipun.
mangenot I Gerantang bagus,

ambul to kenehe manak,

Pan Bekung maworan ajum,

angucap aduh mas mirah,

matati kuda idewa,

144. Mulihke sambitang nganggur,

di tusingnya ada,
kenehe cumpu ngiwasin,
bajang-bajange liu,
betah-betah goban ipun,
lega gati bapa madikang.

tusing bapa pacang takut,
ngetohin cai alaad,
suka bapa mabungcingang.


Banyak yang meniru cara hi-
dup di kampung,
hanya memelihara alat tenun,
pekerjaannya menenun dan
membuat benang,
diceritrakan Mantri Agung,
ada kira-kira satu tahun,
menikmati tahta kerajaan,
diceritrakan sekarang I Geran-
tang,
dia mempunyai kebun (tanam-
an),
sangat banyak bunganya.

Bernasib baik Pan Bekung dan
Men Bekung,
bagaikan sifat gadis remaja,
yang sedang rindu pada jejaka,
demikianlah perasaannya,
melihat ketampanan I Geran-
tang,
demikiantah pula kasihnya ber-
anak,
Pan Bekung sambit menyom-
bong.
berkata, "Oh putra permata
hati,
jalan-jalanlah kamu.

Pulanglah misalnya sambil nga-
dim,
jika tidak ada,
yang menarik kau pandang,
gadis-gadis banyak,
segar-segar rupanya,
senang sekali ayah melamar-
nya,
ayah tidak akan takut,
membiayai kamu seadanya,
dengan senang ayah mengawin-
kan kamu,

49

[ 49 ]145. Gerantang mangke lingira

muwus.
aris pangucape,
aduh bapa miwah bibi.
utang titiange agung,
apan anggen titiang naur,

yen sih titiang idup nyagia,

ngalih titiang anak eluh,
yan tan polih sarin surya,
tusing ada titiang lega.

146. Meme Jani titiang nunden nu-
ku,
mangadep bungane,
ka pekene di nagari,
semengan palimunan iku,
kocap benjang kawuwus.
sampun usan ngalap bunga.

lir gilo angsana tunjung,

campaka putih lan sandat,
lan ginitri pacah cina.

147. Sutri gambir kalawan menuh,

pelet sedangane,
canigara bungan suri,
tigaro bungan tunjung,
katerangan lan pacar galuh,
parijata lan angsana,
kacita lan sekar ungu,
tangguli kalawan pudak,
saruni miwah padma bang


148. Pasemengan Men Bekung tuah
gupuh.
sampun mapuraya.
mapun masuah malenyig,


Gerantang sekarang berkata,

halus ucapannya,
"Aduh ayah dan bibi,
utang saya sangat besar.
apa yang saya pakai memba-
yar,
jika lanjut usia saya berkehen-
dak,
mengambil perempuan,
jika tidak dapat sarinya mata-
hari,
tak ada yang lain saya senang.

Ibu sekarang saya suruh ber-
jualan,
menjual bunga,
ke pasar di kota,
besok pagi-pagi sekali '
diceritrakan keesokan harinya.
setelah selesai memetik kem-
bang,

lir gilo, angsana dan teratai,
cempaka putih dan sandat,
bunga ginitri dan pacah cina.

Kembang sutri, gambir dan
melati,
bunga pelet sedangan,
canigara dan bunga suri,
kembang tigaro dan tunjung,
keterangan dan pacar galuh,
parijata dan an giana,
kacita dan bunga ungu,
tangguli dan pudak,
seruni serta teratai merah.

Pagi-pagi Men Bekung sudah si-
buk,
sudah bersiap-siap.
memakai minyak rambut dan
bersisir rapi,


50. [ 50 ]pusunge cara ilu,
bok gudig buin caruncung.
wenten ambul ikut sudang,

mapayas sampun puput,
majalan jani madagang
tan kocapan reke di jalan.

149. Kocap mangkin di pasare rauh,
manuunang soke,
wong istri pada nyapatin,
apa kaadep Men Bekung,

icang ngadep sarwa santun,

nanangnya ngongkon mada-
gang
Sami wong pada mandulu,
pada ngerebut mabalanja,
Istri kakung nuku sekar,

150. Ne duang salongsong campaka
menuh,
ento ne engkebanga.

wang jero anu perapti,
andikan Rahaden Galuh,
ke peken memeli santun,
wang jero raris angucap,
bibi dane jero Bekung,
icang mai meli bunga,
manguda bungane onya.

151. Puniki kari bunga duang bung-
kus.
wang jerone manyemak,
ebone miik sumirit,


sanggulnya gaya lama,
rambut jarang dan pendek,
kira-kira sebesar ekor ikan
(sanggulnya),
setelah selesai berhias,
lalu pergi berjualan,
tidak diceritrakan dalam per
- jalanan.

Diceritrakan telah tiba di pa-
sar,
lalu menurunkan bakulnya,
para wanitanya menyapanya,
"Apa yang dijual Men Be-
kung",
"Saya menjual bermacam-ma-
cam bunga,
bapaknya menyuruh saya jual-
an",
Semua orang melihat,
datang menyerbu berbelanja,
ada seorang perempuan muda
membeli bunga.

Yang dua bungkus bunga cem-
paka dan melati,
itu yang sengaja disembunyi-
kan,
orang istana datang,
atas suruhan Raden Galuh,
untuk ke pasar membeli bunga,
orang istana lalu berkata,
"Bibi men Bekung,
saya datang membeli bunga,
berapa harga bunga semua
nya.

"Ini bunganya masih dua
bungkus."
Orang istana lalu mengambil.
baunya harum semerbak,

51

[ 51 ]bibi dane jro Bekung,

bayah icang tuah tatelu,
Men Bekung raris angucap,
madasa nene aungkus,
bayah ja buin dadua,
wang jero raris mamayah.

152. Bibi Bekung benjang malih la-
muna kantun,
adep bungane,
ke Jero tanjaang gelis,
pangandikan Rahaden Galuh,
sandikan dane sang ayu,
Men Bekung raris mabelanja,
meli tikeh nene alus,
telung bidang tikeh klesa,
sewes malih dadaran.

153. Polih ngadep bunga aji satus,
matanggu limolas,
tan kocapan sireng margi,
teked jumah semu kenyung,
I Gerantang ling ira muwus,
kikit meme mabelanja,
tikehe paturu luung,
tumben meme nangah galang,
dadi koos mabelanja.

154. Yen meme madagang ka jero
agun,
ne bungkung icange,
bungkungang ka jero puri,
Men Bekung saturut,
tan kocap rahina iku,
wengi jani kawuwusan.

52

"Bibi Men Bekung,
saya bayar yang tiga ini",
Men Bekung lalu berkata,
"Sepuluh kepeng yang sebung-
kus,
bayarilah lagi yang dua ini",
orang istana lalu membayar.
"Bibi Men Bekung kalau besok
masih,
menjual bunga,
datanglah ke jero (istana) men-
jajakkan,
atas suruhan Raden Galuh".
"Baiklah sekehendak hati tuan
Putri",
Lalu Men Bekung berbelanja,
membeli tikar yang halus,
tiga lembar tikar pandan,
dan lain lagi makanan.
Dapat menjual bunga seharga
100 kepeng,
lebih lima belas kepeng,
tidak diceritrakan dalam per-
jalanan,
sampai di rumah dia terse-
nyum,
I Gerantang berkata,
Hebat ibu berbelanja,
membeli tikar yang baik-baik,
tumben ibu ke kota,
jadi banyak yang dibeli.
Jika ibu berjualan ke istana, ini cincin saya,
dipakai ke istana."
Men Bekung menurut, tidak diceritrakan hari itu,
tersebutlah hari telah malam. [ 52 ]enak pada ia aturu,

abang wetan anuli lemah.

I Gerantang mengalap bunga.


155. Men Bekung maperaya kayeh malu,

manyuang yehe,

Wus mapetat masuri,

taler masusuk menuh.

apanga makeranan ayu,

tusing ngasen awak pawah.

kenehe bajang satuuk.

laut majalan madagang.

tan kocap reke di pasar,


156. Wang jerone nyadang laut mu- wus,

bibi Bekung teka.

mai pangandikan Raden Dewi,

ka Jero aba malu,

Men Bekung ia saturut,

bungkunge sada kecirang,

lagute mabungkung luung,

ngemba-embat matayungan,

sampun teked di pagaluhan.


157. Raden Galuh mangke amuwus,

bibi Bekung bungane,

aba mai dini bareng,

alungguh lan ingsun,

Men Bekung nuli anurun,

masambilan manyumbah,


semuanya tidur nyenyak.

langit merah di timur hari mu- lai pagi,

I Gerantang lalu memetik bu- nga.

Men Bekung berkemas-kemas mandi terlebih dulu,

mengambil air,

setelah menyisir rambutnya,

tidak lupa menyuntingkan kembang melati,

supaya lebih cantik,

tidak merasa diri sudah om- pong,

pikirannya tetap muda,

lalu berjalan berjualan,

tidak diceritrakan telah sampai di pasar,

Orang istana menghadang lalu berkata,

"Bibi Bekung datang marilah atas suruhan Raden Dewi,

bawa ke istana dulu"

Men Bekung menurut,

cincinnya sengaja diperlihat- kan,

merasa bercincin indah,

Sengaja ayunan tangannya pe- lan-pelan,

akhirnya tiba di keputrian.

Raden Galuh berkata,

"Bibi Bekung itu bunganya,

bawa ke mari di sini bersama sama.

duduk bersama saya"

Men Bekung lalu turun, sambil menyembah,

53

[ 53 ]sasenengan Raden Galuh,

menuh lan campaka petak.

sandat gambir pacar cina.


158. Kacingakan ali-ali reke bung- kung.

telektek awasang.

Raden Galuh pesu tangis,

eling ring utang ingsun,

duk ing goa belas mantuk,

buka kailangan jiwa,

bungkunge makada sungsut,

tulen bungkung ingsun nikia,

paican duke ngunia.


159. Bibi Bekung pantesan mabung- kung.

ira nyilih endenan,

Men Bekung raris ngaturin,

nanggapin semu kenyung.

bas tulen gelah ingsun,

Raden Galuh mangulihang,

Men Bekung nanggapin aseru,

takut mulati rahadian,

mas nyane asemu erang


160. Raden Galuh mangke amuwus,

nguda bibi keto,

ulat bibi jeneng jerih,

nguda ke bibi takut,

ira pedih teken laku,

baane paek dewasa.

Men Bekung asemu kenyung,

makita kedek ngarenga,



kegemaran Raden Galuh,

melati dan cempaka putih,

sandat, gambir dan pacar cina.


Lalu dilihat oleh Raden Galuh

cincin Men Bekung.

diperhatikan baik-baik,

Raden Galuh lalu menangis,

teringat akan hutangnya,

waktu dalam goa berpisah pu- lang.

bagaikan melayang jiwanya,

cincin itu yang membuat se- dih.

persis seperti cincin saya,

yang kuberikan dahulu.


"Bibi Bekung cocok sekali pa- kai cincin.

bisa saya pinjam sebentar?"

Men Bekung lalu memberikan,

diterima dengan senyum diku- lum.

benar-benar milik saya,

Raden Galuh mengembalikan,

dengan segera diambil oleh Men Bekung,

takut melihat Rahaden Galuh,

emasnya seperti tersenyum ma- lu.


Lalu Raden Galuh berkata,

"Mengapa bibi demikian,

barangkali bibi merasa takut,

mengapa bibi takut.

aku benci dengan perbuatan- ku,

karena hari yang baik telah de kat".

Men Bekung tersenyum.

ingin rasanya dia tertawa men- dengar,


54 [ 54 ]Raden Galuh semu kusia.

161. I Gerantang mangke malih ka-
wuwus,
makaria gaguden,
sambilang ia makakawin,
manis becik suaran ipun,
Gerantang mangke akidung,

ya warga sekar tembange,
ya manis alus,
buka tuara ada pada,

kadi sundari anginan.

162. Rahaden Galuh mangke kawu-
wus,
meling teken raga,
bibi mantuk den agelis
bungan bibine kantun,
depang nira sami nuku,
kaicen jinahe samas,
Men Bekung mapamit mantuk,

laut majalan ka jaba,
Men Bekung laut mabelanja.

163. Ban bungkunge dadi Men Be-
kung,
tepuk mungkungang,
masa tan ya urip,
Rahaden Galuh amuwus.
Meme Nginte ateh ingsun,

lamun meme tuhu teresna,
icang kumah dane Bekung,

bungkung icange kingetan,
ne baang icang I Gerantang.


Raden Galuh berwajah kusut.
Kembali diceritrakan I Geran-
tang.
membuat ukiran.
sambil melagukan kakawin,
sangat merdu suaranya,
lalu diganti dengan tembang
kidung,
yaitu warga sari tembangnya,
sungguh manis dan halus,
seperti tak ada yang menya-
mai,
bagaikan buluh perindu ditiup
angin.

Disebutlah sekarang Raden Ga-
luh,
sadar dengan dirinya,
"Bibi pulanglah segera,
ini bunga bibi yang masih,
biar saya bayar semua",
diberikan uang 400 kepeng
Men Bekung mohon diri dan
pulang.
lalu berjalan ke luar,
segera Men Bekung berbelanja.
Karena cincinnya Men Bekung,

dilihat memakai,
barangkali dia masih hidup,
Raden Galuh berkata.

"Ibu Nginte tolong antarkan
saya,
kalau ibu benar-benar sayang,
saya mau ke rumah Men Be-
kung,
saya teringat karena cincin,
yang saya berikan I Gerantang.

55

[ 55 ]164. Singnya kaget ia nu idup,

sapari polahe,
tuturin i ngemban,
muwus andikan dewa,
mas ayu titiang ngatehang,
idewa Rahaden Galuh,
nuli mantuk sadulur,
sareng i ngemban,
Men Bekung katon makelap.

165. Ento ko ia memen Bekung,
ejoh suba kelod,
jalane pisan tuutin,
buka winoning tuduh, wang jero agung nora tau, lewih anake di jaba,
tuara manggih Raden Galuh, kocap mangke I Gerantang, sedekan suud mapayas.

166. Makamben bungah masabuk, luir cacirupan,
masekar campaka putih,
rupane tuhu bagus,
tan pendah [ warga santun, Men Bekung anuli teka,
semitannyane masemu ke-
nyung
ngenot pianake mapayas,
kagiat manggih sekar emas.

56

Apakah tidak mungkin dia ma-
sih hidup?"
semua kejadian dahulu,
lalu diceritrakan pada inang
pengasuhnya,
yang berkata "Sekehendak tu-
an putri,
saya bersedia mengantar,
tuanku Raden Galuh."
Lalu pulang bersama,
dengan inang pengasuh,
Men Bekung kelihatan agak
jauh.
Itu dia Men Bekung,
sudah jauh ke selatan,
jalan satu-satunya dituruti,
bagaikan sudah kehendak Tu-
han,
orang se istana tidak ada yang
mengetahui,
lebih-lebih orang di luar,
tidak ada yang melihat Raden
Galuh,
Diceritrakan sekarang I Geran-
tang,
baru habis berhias.
Berkain indah dan berikat ping-
gang,
bagaikan disepuh emas,
berbunga cempaka putih,
sungguh tampan rupanya,
tidak bedanya seperti [ warga-
sari,
Lalu datang Men Bekung,
wajahnya tersenyum-senyum, melihat anaknya berhias,
terkejut bagaikan melihat bu-
nga emas. [ 56 ]167. Enggal meme teka ngadep san-
tum,
Men Bekung angucap,
pesu munyinnyane aris,
aduh mas mirah ingsun Gusti,
mangicen titiang bungkung,
bungkungang meme ke pura,
kapanggih Rahaden Galuh,
bungkunge ida manyingak,
bungkunge malih kacingak.

168. Raden Galuh semu guyu,
laut selang ida,
Rahaden Galuh manangis,
meme jejeh tuah takut,
pakatugtug meme lesu laut Rahaden ngandika, dadi bibi Bekung takut,
nira kangen teken awak,
dewasa nirane enggal.

169. Ento dadi meme ngelah ke-
nyung,
pangonyangan liang, keneh memene prajani,
I Gerantang semu kenyung,
kaget Raden Galuh rauh, kacingak raris I Gerantang
anulih raris anaup,
anangis duh mirah ninguang, dini saja Gustin titiang.

170. Gede utang jani titiang naur, Men Bekung kocapan,
jejeh ngenot buka mati,


"Cepat ibu datang dari men-
jual bunga",
Men Bekung berkata,
perkataannya halus,
"Aduh permata hatiku Gusti,
yang memberikan ibu cincin,
dan ibu pakai ke istana,
dilihat oleh Raden Galuh,
bunganya diperhatikan,
lalu cincinnya diperhatikan,
Raden Galuh tersenyum,
lalu dipinjamnya,
Raden Galuh menangis,
sungguh ibu sangat takut,
gemetar badan ibu seperti ke-
payahan,
kemudian Raden Galuh berka-
ta,
"Kenapa bibi Bekung takut,
saya sedih pada diri sendiri,
waktunya telah sampai.
Itu yang menyebabkan ibu
gembira,
bagaikan puncak segala kegem-
biraan,
pikiran ibu saat itu",
I Gerantang tersenyum,
tidak disangka-sangka Raden
Galuh datang,
dilihatnya I Gerantang,
lalu segera mendekap,
sambil menangis "Duh, perma-
taku,
benar di sini junjunganku.
Sungguh besar utangku seka-
rang kubayar."
Diceritrakan Men Bekung,
sangat takut melihat,

57 [ 57 ]prajani nyalempoh kecud.
Pan Bekung mangelaut matur,
dewa ratu Gustin titiang,

duh mantukan sang sinuun ,
naweg titiang nunas ica,
tan urung tuah titiang pejah.

171 . Sira ngemban mangke lingira
muwus,
jejeh san nanang,
ngenot jejeh Pan Bekung mati,

satingkahe katutur,

Pan Bekung asemu kenyung,
i ngemban raris angucap,
eda ja Pan Bekung takut.
Pan Bekung amanggih bagia,

pianak nyeneng satata.


172. Men Bekung epot nuunang ka­-
sur,
menahang pasarene,
jumah meten sige ilid,

I Gerantang lingnia muwus,
rauh saja Dewa Ayu,

teresna saja Gustin titiang,
memanjakan titiang dusun,
tuduh manguripang titiang,

rauh idewa mas mirah.


173. I Gerantang sareng ring Raden
Galuh,
masare jumahan,
I Gerantang angaras pipi.

seketika lemas karena takut.
Pan Bekung lalu berkata.
"Ya tuan putri junjungan ham­-
ba.
pulanglah tuan putri,
hamba mohon dengan sangat,
tentu hamba akan mati kare-­
na hal ini".

inang pengasuh sekarang ber­-
kata,
" Rupanya bapak takut sekali",
melihat ketakutan Pan Bekung
bagaikan akan mati,
lalu diceritakan segala keja-
diannya,
Pan Bekung tersenyum,
inang pengasuh lalu berkata,
"Janganlah Pan Bekung takut,
Pan Bekung menemui kebaha­-
giaan,
anakmu akan tetap hidup.


Men Bekung sibuk menurun­-
kan kasur,
membersihkan tempat tidur,
di dalam kamar tempat yang
tersembunyi,
I Gerantang lalu berkata,
"Akhirnya datang juga Gusti
Ayu,
benar-benar Gusti cinta,
dengan saya orang dusun,
Tuhan telah menghidupkan sa-
ya,
dapat bertemu dengan adinda".


I Gerantang dan Raden Galuh,

lalu tidur dalam kamar,
I Gerantang mencium pipi.


58 Raden Galuh mengunjungi I Gerantang di rumah Pan Bekung.

59