Geguritan Cupak
Milik Dep. P dan K
Tidak diperdagangkan
GEGURITAN CUPAK
Alih Aksara & Alih Bahasa
oleh
Nengah Medera
dan
Nazir Thoir
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PROYEK PENERBITAN BUKU BACAAN DAN SASTRA
INDONESIA DAN DAERAH
JAKARTA 1978
KATA PENGANTAR
Bahagialah kita, bangsa Indonesia, bahwa hampir di setiap daerah di seluruh tanah-air hingga kini masih tersimpan karya karya sasta lama, yang pada hakekatnya adalah cagar budaya na- sional kita. Kesemuanya itu merupakan tuangan pengalaman jiwa bangsa yang dapat dijadikan sumber penelitian bagi pembinaan dan pengembangan kebudayaan dan ilmu di segala bidang.
Karya sastra lama akan dapat memberikan khasanah ilmu pengetahuan yang beraneka macam ragamnya. Dan penggalian kar- ya sastra lama, yang tersebar di daerah-daerah ini, akan mengha- silkan ciri-ciri khas kebudayaan daerah, yang meliputi pula pan- dangan hidup serta landasan falsafah yang mulia dan tinggi ni- lainya. Modal semacam itu, yang tersimpan dalam karya-karya sas- tra daerah, akhinya akan dapat juga menunjang kekayaan sastra Indonesia pada umumnya.
Pemelihaaan, pembinaan dan penggalian sastra daerah jelas akan besar sekali bantuannya dalam usaha kita untuk membina kebudayaan nasional pada umumnya, dan pengarahan pendidikan pada khususnya.
Saling pengertian antar daerah, yang sangat besar artinya bagi pemeliharaan kerukunan hidup antar suku dan agama, akan dapat tercipta pula, bila sastra-sastra daerah, yang termuat dalam karya- karya sastra lama itu, diterjemahkan atau diungkapkan "dalam bahasa Indonesia. Dalam taraf pembangunan bangsa dewasa ini manusia-manusia Indonesia sungguh memerlukan sekali warisan rohaniah yang terkandung dalam sastra-sastra daerah tesebut. Kita yakin bahwa segala sesuatunya yang dapat tergali dari da- lamnya tidak hanya akan berguna bagi daerah yang bersangkutan saja, melainkan juga akan dapat bermanfaat bagi seluruh bangsa Indonesia, bahkan lebih dari itu, ia akan dapat menjelma menjadi sumbangan yang khas sifatnya bagi pengembangan sastra Dunia.
Sejalan dan seirama dengan pertimbangan tersebut di atas kami sajikan pada kesempatan ini suatu karya sastra Daerah Bali [ 5 ]yang berasal dari Fakultas Sastra, Universitas Udayana, dengan harapan semoga dapat menjadi pengisi dan pelengkap dalam usaha menciptakan minat baca dan apresiasi masyrakat kita terhadap karya sastra, yang masih dirasa sangat terbatas.
Jakarta, 1978
Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra
Indonesia dan Daerah [ 6 ]GEGURITAN CUPAK *)
puh adri
[ 7 ]3. Adi kema mangidih banyu,
parocot silihang, di warunge di margi, I Gerantang tutut nyjaluk, ojoga paturu eluh, I Gerantang raris ujare. jero sami gusti eluh. madue ke gusti toya, titiang nunas mamamitang,
4. Ne ngelah umah mangke sumaur, sami pada olas, mangkin titiang kari ngambil, caratan nulia rauh, I Gerantang menanggapin lesu, titiang di jaba manunas, sing warung abungkul, titiang mangagah takilan, baos titiang antukanga.
5. I Cupak mangke asangu malu, mangehe ngenawan, sopannyane nyendi-nyendi, I Gerantang nulia rauh, I Cupak munyine alus, mangindayang manyemak toya, nyelampar asu uli dija, adi takilane ilang, segaon malaibang.
ne yeh daar,
"Adik pergilah minta air, pinjamkan kendi, di sana di warung di pinggir jalan." I Gerantang menurut meminta, kebetulan bertemu dengan para wanita, I Geran tang lalu berkata, "Saudara perempuan yang mulia, punyakah saudara air, tolong kalau bisa saya minta".
semua menaruh belas kasihan, "Sebentar saya akan mengambil, kendi" lalu datang, I Gerantang mengambil lesu, "Saya di luar makan. pada sebuah warung, saya membuka bekal, sebentar saya kembalikan".
menyuap dengan tangan kiri dan kanan, suapannya sebesar batu sendi, lalu datang I Gerantang, I Cupak berkata halus, mengatakan mengambil air,
adik, bekal kita hilang, anjing itu yang melarikan.
"Ini airnya minum",
laut raris manginum, buka tuara ngelah semu, manyesep mokmon caratan, celegekane celegak celeguk, amah beteke dengangan, suud nginem laut mataag.
7. I Gerantang wus madaar suruh, manyemak caratane, mangantukang sige nyilih, ne ngelah umah muwus, gelis ko i gusti rauh, I Gerantang sumaur reke. titiang wus sampun masangu. titiang ngantukang carata, ne ngelah umah wus mananggap.
8.Ne ngelah umah andulu, mamaang tampinan, temako buah lan sirih, ada mananjen sangu, takilan titiange kantun, I Gerantang alon angucap, dewa ratu gusti eluh, titiang sampun nunas sega, di jabaan titiang nunas.
9. Puniki base buah lan puh, ne pamitang titiang, titiang tuah mamitang ugi, iriki saking ayu, titiang pamit gusti eluh, raris majalan mesuang,
I Cupak lalu mengambil. lalu segera minum. bagaikan tidak punva perasaan, mengisap cerat kendi, tenggorokannya bersuara celegak-celeguk, kenyang karena makan terburu-buru, selesai minum lalu bersendahak.
lalu mengambil kendi, mengembalikan pada tempatnya meminjam, yang punya rumah berkata, "Cepat sekali tuan kembali", I Gerantang lalu menjawab, "Saya sudah selesai makan, saya mengembalikan kendi", yang punya rumah lalu mengambil.
Yang punya rumah melihat, memberikan kapur sirih, tembakau pinang dan sirih, ada yang mau memberi nasi, "Bekal saya masih", I Gerantang berkata pelan, "Ya Tuan ibu yang baik, saya sudah makan, di jalan saya makan.
yang saya mohon, akan saya ambil. dengan cara yang baik, Lalu berjalan ke luar.
9 sadulur raris majalan, sampun usan ngaliwat desa,
adi anti kaka, peteng tuara enot beli, tan kocap munggah gunung, manjing alas turun gunung, kasuen jani kocapan, maring wana tan pasangu, I Cupak lengkos basangnia, tindakane matelenosan.
jani manggih desa, panagara Daha iki, perapta ring marga agung I Gerantang alon lumaku. sadulur ring I Cupak, nulia manggih pasar agung, wenten dagang tuah tatiga, ngadep sangu sasanganan.
sinarengan I Cupak, I Gerantang madaar sirih, matakon munyine alus, desa paran ne pakulun, sumaur dane jero dagang, desa Daha aran ipun. karaning samun punapa. de jero dagang masauran.
berjalan beriring, telah sampai melewati desa. Menemui tegalan dan naik ke gunung, "Adik tunggu kakak, gelap tidak terlihat oleh kakak", tidak diceritrakan mendaki gunung, masuk hutan turun gunung, diceritrakan telah lama, dalam hutan tidak makan, I Cupak kempes perutnya jalannya sempoyongan.
sekarang bertemu dengan desa, ini kerajaan Daha, sampai pada jalan besar, I Gerantang berjalan pelan-pelan, diikuti oleh I Cupak. lalu bertemu dengan pasar yang besar, tetapi ada dagang hanya tiga orang, menjual nasi dan jajan.
bersama I Cupak, I Gerantang makan sirih, bertanya suaranya halus, "Desa apa namanya ini tuan?". menjawab si pedagang, "Desa Daha namanya", "Apa sebabnya sepi?", si pedagang menjawab.
10 [ 10 ]13. Karaning desan titiange samun, kailangan jiwa, prasama nandang sedih, putran ida sang prabu, kambil olih I Manaru, magenah di Tegal Werasa, kawulaning sang prabu, ajerih mangaliwat bancingah, katah kawula katadah,
lah sato burone, kembul dasa tuara piid, jani ne madan adu, apnga nawang matebuk, apang tuah nya saling punggal, nyeret getih I Manaru, dagange laut ngaturang, mamarek ida sang nata.
15. Titiang matur ri linggih sang prabu, wenten kang datengan, sumanggup pacang mangambil, putran cokor iratu, saujar danene iku, sang nata alon ngandika, Kembar kema jani ruruh, konkon jani merene, ipun Kembar nulia ka pasar.
di pasare reke, pun Kembar nulia nampekin,
seolah-olah tak berjiwa, semua menanggung kesedihan, putri beliau sang raja, diambil oleh I Manaru, bertempat tinggal di Tegal Werasa, rakyat sang prabu, tidak ada yang berani keluar halaman, banyak rakyat dimakannya."
"Wah hanya binatang, biar direbut sepuluh tidak mundur, sekarang coba saya diadu, biar tahu saling pukul, biar saling penggal, mengisap darahnya Si Manaru." si pedagang lalu menyampai kan, kepada sang raja.
ada orang datang, sanggup akan mengambil, putra paduka tuanku, "Seperti perkataanmu itu". Sang raja berkata pelan, "Kembar, carilah orang itu, suruh dia datang ke mari". Si Kembar lalu pergi ke pasar.
di pasar. Si Kembar lalu mendekati,
11 dateng saking ndi pukulun, I Gerantang saur ujare, inggih datengan pukulun, tan wenten manawang desa, kocap wong sudra papa.
17. Pun Kembar mangke lingnia muwus, jero te datengan, titiang kautus meriki, antuk ida sang perabu, apang jerone mangkin rauh, mamedek linggih sang nata, punapi karian sang perabu, awanan titiang kasengan, ulat wenten karia buat.
I Gerantang mangerasa, ban munyin kakaneki, maka tatiga lumaku, manjing sira ka puri agung, kapanggih ida sang nata, pun Kembar nulia umatur, nyalebseb maka tatiga, sami pada matur sembah.
19. Pun Kembar saha sembah umatur, ring ida sang nata, inggih datengan puniki, sang nata lingnia muwus, cai datengan malungguh, papareng lawan inguang, nguda cai ngejoh ditu, merene ingsun atanya, I Gerantang matur sembah.
"Datang dari mana tuan?", I Gerantang menjawab, "Ya kedatangan saya, saya tidak tahu nama desa, adapun saya orang kebanyakan dan miskin".
Si Kembar sekarang berkata, "Saudara yang baru datang, saya diutus ke mari, oleh beliau sraya, supaya sekarang saudara datang, menghadap sang raja", "Apa pekerjaan sang prabu, makanya saya dipanggil, barangkali ada pekerjaan yang penting.
Ya sekehendak sang raja", I Gerantang menyadari, atas ucapan kakaknya, bertiga mereka berjalan, masuk ke istana, dilihatnya sang raja, Si Kembar lalu berkata, membungkuk ketiganya, semua menyembah.
kepada paduka raja, "Ya saudara ini yang datang", Sang raja berkata, "Kamu yang baru datang duduklah, bersama-sama denganku, mengapa kamu menjauh, ke sinilah aku bertanya," I Gerantang menyembah.
alinggih sasuhunan, banggayang titiang iriki, sang nata lingnia muwus, saking endi sangkan ipun, sayang san maninggal desa, warahana anak ingsun, yen angdenya cai bunga, bumara kembang sarinnya,
ngutang-ngutang awak, warahana ingsun cai, I Gerantang nembah matur, singgih dewa sang sinuhun, tan bisa titiang ring awak, imeme ibapa nundung, masa titiang tani lepas, titiang tuara nahen iwang,
perebekel muang manca, kanuruhan lan arya patih, tur goba pantes bagus, munyine manis alus, sing mirengan pada gaok, ne anak bagus nerus, tusing ada pada pada, yan nya tuah pada di jaba.
"Ya tuanku raja Junjungan hamba, duduklah tuanku, biarlah kami di sini ". Sang raja lalu berkata, "Dari mana asalmu, sungguh kasihan meninggalkan desa, katakanlah asalmu, jika diumpamakan kamu sebagai bunga, baru sedang mekarnya.
Apa sebabnya kamu melarikan diri, membuang-buang diri, kamu beritahulah aku", I Gerantang sujud berkata, "Ya tuanku junjungan hamba, memang kebodohan saya, ibu dan ayah mengusir saya, saya merasa tidak bersalah, saya tidak pernah mengingkari."
para perebekel dan manca, kanuruhan dan arya patih, lagi pula rupanya bagus, suaranya manis halus, setiap yang mendengar merasa kagum, ini baru anak tampan sekali. tidak ada yang menyamai, jika diambilkan pada orang kebanyakan.
13 buka tumbale odalin, alis kuping celepuk, basang bedog batis tubug, paliate bero sonar, abet gogong mua kuwuk, pantes nyambal sera matah, pantes pejang di kangean.
24. Sang nata mangke lingnia muwus, cai anak inguang, keranan bapa ngundang cai, bapa kasor ban satru, aran ipun I Manaru, nyaman cai dini ilang, kambil antuk I Manaru, ento bapa mangerasanang, jani bapa teka sukserah.
bakat anak inguang, cai bakal pabuncingin, jumeneng dadi ratu, I Cupak mangke sinawur, mangerak manelikang mata, singgih dewa sang sinuwuh, mangkin titiang manyandang, yan titiang mamunggal,
membisikkan I Cupak, bagaikan patung diupacarai. alis mata, telinganya bagaikan burung hantu, perut buncit telapak kakinya tebal dan besar, pandangan matanya juling, lakunya sombong bermuka musang, pantas suka makan terasi mentah, pantas ditempatkan di Kangean.*)
Sang raja sekarang berkata, "Kamu anakku, maksud bapak memanggil kamu, bapak dikalahkan oleh musuh, yang bernama I Manaru, saudaramu di sini hilang, diambil oleh I Manaru, itu yang menyebabkan bapak susah. sekarang bapak menyerahkan padamu.
Jika terbunuh olehmu I Manaru, dapat merebut anakku, kamu akan kukawinkan, diangkat menjadi raja", I Cupak sekarang menjawab, membentak matanya mendelik, "Ya junjungan hamba, sekarang saya akan sanggup, biarlah saya yang memenggalnya.
14 [ 14 ]26. Kerasa ban titiang mayung ijing, kabisannya mangan, gampang ban matenin. mantra anggen titiang ngebug, pamungkeme nene luung, apa tong dadi nyebak, mangkin titiang tan wedi ratu, bangun mangerak mangindayang, parekane kenyem ngelenang.
buka jajodoge, sang nata ngandika aris. agelis dewa sang bagus, agem palpalan nuli rauh, mawadah wanci papangkonan, maduluran ebat patung, lawar be siap mapanggang, be guling sampel-sampelan.
miwah sasanganan, sampun sami cumawis, sampun usan masangu, sang nata ling ira muwus, madaar cai ne pada. da cai nganggo kaimud, yen cai bilih kasadian. anak cai mangelahang.
karena tahunya hanya makan, gampang membunuhnya, saya pakai mantra untuk menyerang, mantra yang utama, supaya dia tak bisa menganga, sekarang saya tidak takut tuan ku ", Lalu bangun memperagakan, para pelayan tersenyum seakan tak acuh.
seperti patung, sang raja lalu berkata, "Segeralah lakukan anak bagus", lalu datang hidangan, bertempat dalam panci yang besar, bersama masakan untuk dimakan bersama, lawar, daging ayam panggang, babi panggang yang dipotong besar-besar.
Berem (minuman keras) arak berderet, dan jajan-jajan, telah semua sedia, setelah selesai menghidangkan, sang raja berkata, "Silahkan kamu makan dulu, jangan kamu malu-malu, jika kamu nanti berhasil, kamu yang punya semuanya".
15 matur. kumucup jerijine, buka bakung kembang iki, anuhun sang sinuhun, tumuli raris alungguh, sinareng I Cupak usan, mawajik makemuh lauh. raris nyemak sega, madaar mangke pang melah.
mangendigang tangkah, mangesoh-esoh be guling, be siap ebat patung, ngiwa tengen liman ipun, mawor bin ajum-ajuman, mapeta munyine gempuk, yen ya tepuk i rangsasa, kene polahe mangelawan
31. I Cupak mangan tan paitung, kadi sasab meranane, guling aukud lisik, tulangliyane dogen enu, be siape pitung ukud, enu wadahnyane dogen, ebat lawar ebat patung, sami ya pada telah, I Gerantang jengah ring manah.
32. Wusan nadah sami pada puput, wusakena reke,
I Gerantang menyembah dan berkata. dicakupkan telapak tangannya, bagaikan bunga bakung, "Ya tuanku junjungan hamba", Lalu mereka duduk. bersama I Cupak , setelah selesai mencuci tangan dan berkumur, lalu mengambil nasi, dan makan dengan lahapnya.
membusungkan dada, mengoyak-ngoyak babi panggang, daging ayam dan masakan gabungan, memakai tangan kanan dan kiri, ditambah sifatnya sombong, berkata mulutnya besar, "Jika bertemu si raksasa, begini caranya melawan."
bagaikan hama penyakit, babi panggang seekor ludes, tinggal tulang-tulangnya, daging ayam tujuh ekor, tinggal tempatnya saja, masakan lawar dan masakan gabungan, semuanya habis, I Gerantang merasa malu di hati.
Setelah selesai makan semuanya, dikatakan sekarang,
paica nulia rawuh, 33. I Gerantang anembah tur ia laut mangelenteng-lentengang. ne demenin anggon ngamuk. 34. Gerantang pada nyemak sa- 35. Kocap sampun reke munggah setelah cuci tangan lalu makan I Gerantang menyembah lalu ini cocok untuk mengamuk, Agak menunduk I Gerantang
17 wenten ambul kalumpu,
ancitnya ne nenggel, nagih munggal i rangsasa.
kuapan si raksasa,
39. Kocap tegeh umah I Manaru, 40. Manaru mai te iba pesu, 41. I Cupak nyungsat tendasnya,
ne mahaap tuun, 42. I Manuru berahmantian, itu yang diingat, Tersebutlah rumah I Manaru I Cupak terbalik kepalanya, I Manaru sangat marah, irung luir sumur bandung, socannyane ambul datu, awaknyane kadi gajah, capeluk-capeluk kadi ijung, mangerak laut makirak, wong paran mangke tumingal.
kai mai teka, mangambil tuan dewi, antuk ida sang prabu, I Manaru ngerak manyaup, mapaksa manyaup mantigang, I Gerantang maletas kapungkur manguda iju sengitan. I Manaru mangke amuwus. I Gerantang mangke prayatna.
ngerak pangucape, papanganan manangtangin, tani sepala aukud, yan dadua betek papadu, tetelu warege melah waregang kai satahun. yan mangan jalma limolas, waregang kai satata.
45. I Gerantang prayatna teken laku,
tinggi besar bagaikan sebuah gunung, hidungnya bagaikan lobang sumur, matanya sebesar batu, badannya seperti gajah, ternganga-nganga seperti kera hitam, membentak lalu bergerak, orang yang datang sekarang dilihatnya.
"Aku datang ke mari, mengambil tuan putri, diutus oleh raja, I Manaru membentak dan menyergap, memaksa menyergap dan membanting, I Gerantang meloncat ke belakang "Mengapa mendadak marah?" I Gerantang sekarang waspada.
perkataannya membentak, "Makanan menantang, percuma hanya seorang, jika dua orang baru kenyang, jika tiga orang kenyang dengan puas, untuk kepuasan satu tahun. jika makan manusia lima belas orang, kenyang untuk selama-lama nya".
tuara kai mangereredin. kai tong ada surud, I Manaru mangke muwus. endi peranan ira mangke, I Gerantang alon amuwus, yan jani baan awarah, dudu kai awarahan.
kai awarahan, peranan kaine puniki, maring sasalangan iku, I Gerantang mangke amuwus, kai jani awarahan, peranan kai tunggak gunung,
anyaup nora kena.
I Gerantang tindake. luir kakupu mangindangin, ngindang kadi ring gayung, murub katon rupan ipun, I Manaru angucap, sakti temen ira iku, baya anak ing batara, I Manaru mangerasa.
kaperanan mangke, tatune I Manaru nulia mati. rudirania sumembur. raris bah kaja kauh.
kerisnya diangkat, "Aku tidak mundur, sedikit pun aku tidak takut", I Manaru sekarang berkata, "Di mana tempat rahasia kematianmu?" I Gerantang berkata pelan, "Jika sekarang aku beritahukan, ah, tidak mau aku mengatakan ".
"Aku yang memberitahukan, rahasia kematianku ini, di bawah ketiakku", I Gerantang lagi berkata, "Aku juga memberitahukan, rahasia kematianku di kaki gunung, I Manaru menerkam. menangkap tapi tidak berhasil.
gerakan I Gerantang, bagaikan kupu-kupu terbang,
menyala kelihatan badannya, I Manaru berkata, "Sangat sakti kamu ini, tentu putra dewa". I Manaru merasa dalam hati.
ke tempat yang mematikan. terluka I Manaru lalu mati. darahnya menyembur. lalu rebah mengarah barat laut,
21 I Gerantang nulia amuwus, majalan kaki pang melah, titiang kautus mejahang. 49. Wusan perang I Gerantang lumaku, raris ka jeroan, rahaden Galuh malinggih, eling dane ring ibu, I Gerantang nulia rauh, Rahaden Galuh manyingak, wong paran ta sira rawuh, salawase inyong kene, tuara anak mai teka. 50. I Gerantang mangke alon amuwus, amepes tangane, singgih pukulun tuan dewi, titiang mariki kautus, antuk ida sang perabu, ngulati cokor idewa, mangkin yen idewa kayun, mantuk maring desa Daha, I Manaru sampun pejah. 51. Rahaden Galuh mangke amuwus, sapa amejahana, singgih pakulun tuan dewi, ampuranen pakulun, rahaden Galuh amuwus, agung utang ira mangke, apa anggon ira nawur, yan mati suba i rangsasa, ira dadi panauran.
Setelah perkelahian I Gerantang berjalan, lalu masuk ke dalam, Raden Galuh duduk, teringat beliau pada ibunda, I Gerantang segera datang, Raden Galuh melihat, orang dari mana yang datang, selamanya aku di sini, tidak seorang pun datang ke mari. I Gerantang berkata pelan, sambil mencakupkan tangannya, "ya paduka tuan putri, saya ke mari diutus, oleh beliau sang raja, untuk mencari tuan putri, sekarang jika tuan putri bersedia, pulang ke Daha, I Manaru sudah mati". Sekarang berkata Raden Galuh, "Siapa yang membunuh?" "Hamba ya tuan putri, maafkanlah hamba". Raden Galuh berkata, "Sungguh besar utangku, apa yang kupakai membayar, jika telah mati si raksasa, akulah yang menjadi bayarannya.
ene anggon enden, cincin irane ambil, maka ciri teresna laku, munyin ira kadung labuh sing mejahang i rangsasa, yenya enu nunggu tuuh, ento pakarma ya, nira, nira tusing pacang nilas.
53. I Gerantang mamedek anembah, matur sampunang, ngandika sapunika tuan dewi, titiang jadma luwu, wantah jatin titiang patut, bakti nyokor ring sang nata, samaliha ring Raden Galuh, apan pemah panembahan, mula titiang babataran.
arum pangucape, munyine ngolasang ati, ne anak bagus nerus, buka tuara ada bagus, yen alih di gumi Daha, Arya patih mantri demung. ksatria muah bujangga, makejang kasoran rupa
bungkung nirane anggen,
Tuan yang membunuh (raksasa) aku akan membayar, ini dulu yang kupakai membayar, ini ambil cincinku. sebagai tanda kasih sayangku, perkataanku terlanjur, barang siapa dapat membunuh si raksasa, jika masih aku hidup, itu sebagai jodohku, aku tidak akan mengingkari
I Gerantang dengan sujud menyembah, berkata, "Jangan berkata demikian tuan putri, saya manusia nista, karena kesungguhan bakti saya, mengabdi pada Tuanku raja, dan terhadap Raden Galuh, karena sebagai junjungan, sepantasnya saya sebagai abdi".
sangat manis perkataannya, perkataannya mengharukan,
bagaikan tidak ada yang melebihi, jika dicari di negara Daha, para Arya, Patih, Mantri dan Demung, para Ksatria maupun Bujangga, semua kalah rupanya."
"Ini cincinku kau pakai,
23 apang masinggelur bungkung, maka cihnan tresnan iku. I Gerantang nulia narima, sandikan jeng ira sang ayu, raris menjuh mungguing tangan, I Gerantang raris mungkungang.
56. Puniki bungkung titiange ratu, sampunang ambila. ngedalem titiang ngaturin, bes lonto bungkung eduk, paica uli di gunung, I Pasek Sangambu ngicen, Rahaden Galuh mireng, depang ja manira manyuang, lamun suba gelah nira.
57.I Gerantang raris mangaturang, bungkung besi lonto reke, ngedaleme tidong gigis, ngaturang sada nguntul, Rahaden Galuh nanggapin, kenyung nyenperade teken i tiwas, teken mangenjuhang manguntul, ajak ia magaguyuan, apang iya kadung tabeh,
58. I Gerantang mirengang semu kenyung. alus pangucape, singgih pukulun tuan dewi, margite sampun mantuk,
cincinmu aku yang memakai, supaya bertukar cincin. sebagai tanda cinta kasih, I Gerantang lalu menerima, "Sekehendak tuanku putri". lalu menyodorkan cincin ditangannya, I Gerantang memakai cincin itu.
"Ini cincin hamba tuan putri, janganlah diambil, malu saya mempersembahkan, karena jelas hanya cincin ijuk, dapat di gunung, I Pasek Sangambu memberikan". Raden Galuh mendengar, "Biarlah saya ambil, kalau memang harus menjadi milikku".
I Gerantang lalu mempersembahkan. memang hanyalah cincin besi. malunya bukan main. mempersembahkan sambil menunduk. Raden Galuh menerima, tersenyum memandang si miskin, "Menyodorkan cincin saja menunduk, diajak bersenda gurau, supaya dia makin berani".
I Gerantang mendengar sambil tersenyum, berkata pelan, "Ya junjungan tuan putri, marilah kita pulang", [ 24 ]Rahaden ngambilang suruh, iki sedah ideran mangke, I Gerantang nulia umatur, titiang tan bisa amucang, Rahaden Galuh amucang.
ia ta unanggap, I Gerantang sumaur aris, liman titiange ratu, liman titiang isep tuju, Rahaden Galuh amucang, asung sepahe ring lati, I Gerantang mangke manumas, mangelut laut mangaras,
polahe ring marga, madandan tangan di margi, I Gerantang lingnia matur, pangerumiune manis alus, mamargi mas mirah inguang, Rahaden Galuh lumaku, sarwi ia maguyon-guyon. Rahaden Galuh semu egar
ngeling goar-goar, bebeten suung iwasin, I Manaru menyengku, watangan ipun ambul kubu, I Cupak raris melusan, gelis mangke ira tuun, bau manegtegang dekah. kaget I Gerantang teka.
Raden Galuh mengambil sirih, "Ini tempat sirih silahkan makan sirih". I Gerantang lalu berkata, "Saya tidak bisa makan sirih", Raden Galuh lalu makan sirih.
"Ya biarlah saya makan sirih dulu," Lalu dia mengambil, I Gerantang berkata pelan, "Tangan saya Tuan Putri, tangan saya sakit reumatik" Raden Galuh makan sirih, serasi sepah dalam pipinya, sekarang I Gerantang minta, memeluk lalu mencium.
Raden Galuh terpesona, perilakunya di jalan, berpegangan tangan di jalan, I Gerantang berkata, ucapannya halus manis, "Berjalanlah adindaku sayang", Raden Galuh berjalan, sambil bersenda gurau, Raden Galuh sangat gembira.
menangis keras-keras, dilihatnya di bawah tidak ada orang. I Manaru sangat besar, mayatnya sebesar pondok, I Cupak lalu melepaskan ikatannya, dan segera dia turun. baru menenangkan hati. segera I Gerantang datang.
25 I Gerantang angucap, mangde ditu ada singid, ditu ada yeh luung, di pancorane badauh, masiram rahadian, bon kakane bas mangkug, makedus maebo menyan, kaka nguyak sarwa bunga.
mandus ka pancoran, kambene cakcakang panting, makedus maeba bangkung, I Cupak mangke anyutsut. suud mandus jani kocapan, makamben mabedbed saput, maselet kadutan manyote, mairib payas daratan.
sami maka tatiga, I Cupak mangiring dori, Rahaden Galuh di malu, manjing alam munggah gunung, kaleson mangkin I Gerantang, kiap mangkin tan aturu.
I Gerantang berkata, bahwa di sana ada tempat terlindung, dan di sana ada air jernih, di pancuran di barat, mandilah tuan putri, Bau badanku (Cupak) sangat busuk, berdesir berbau menyan, kakak memijak bermacam-macam bunga.
mandi di pancuran, kainnya dicuci, mendesir berbau induk babi, I Cupak membersihkan diri, diceritrakan sudah selesai mandi, memakai kain dan saput*) memakai keris bergaya, bagaikan pakaian orang bangsawan
ketiga-tiganya, I Cupak mengikuti dari belakang, Raden Galuh di muka, masuk hutan naik gunung, IGerantang merasa kepayahan, mengantuk karena tidak pernah tidur
26 [ 26 ]kaka mandeg mararian,
kagiat ngaredeg rauh. I Rangsasa mangke rauh. I Cupak ngeb manyulsul, Rangsasa samangke enak.
iwasin Rahaden Galuh, kalingane sanggup dogen.
"Kakak berhentilah kita me walaupun apa yang datang,
27 malaib luir kadi pasar. 68. I Cupak manutug arin ipun I Gerantang mangkin angucap. 69. Ne gua dalem mapengung. ngulati mangke rahadian, I Cupak mangke saturut, nyepeg laut matantan, I Gerantang tuun prayatna, I rangsasa kapanggih aturu, 71. I rangsasa nuli raris makiud, Lalu dia bangun mengejar. I Cupak mengikuti adiknya. I Gerantang lalu berkata, Dijumpainya si Raksasa tidur, lalu menikam dada, 28 [ 28 ]I Gerantang alon amuwus, margi mantuk Gustin titiang, Rahaden Galuh saturut, laut nuut panyalin , Rahaden Galuh wus munggah.
72. I Gerantang ring uri mara manuut, I Cupak brahmantian , laut manyepeg panyalin , I Gerantang nuli labuh, onya babak onya belur, laut ia bangun ngadaap, iwasin awake belur, laut ia manyelsel awak, kudiang jani pacang menekan.
73. Awake ne suba ya tuduh, awak mabudi pejah, masih ya nu idup jani, yan penekin tegeh ngalawung, sawatara pitung ngiyu, I Cupak malih kocapan, ngembus kadutan ganja dungkul margi mantuk Gustin titiang, nyen teka i rangsasa.
takut ring I Cupak, nganggar kadutan mandelik, matane pantes buduh, Rahaden Galuh lumaku, I Cupak tandange ngegah, manjing alas turun gunung,
Raden Galuh menurut, lalu menaiki rotan, Rahaden Galuh sudah di atas.
I Gerantang mengikuti di belakang, I Cupak bersifat kejam , lalu rotan itu dipotongnya, I Gerantang akhirnya jatuh, badannya penuh dengan luka, lalu dia berusaha bangun, dilihatnya tubuhnya penuh luka dia menyesali dirinya, bagaimana caranya sekarang naik ke permukaan.
saya mau mati saja, tapi masih saja hidup, jika dinaiki tinggi sekali, kira-kira ada tujuh meter. Diceritrakan lagi I Cupak, menarik keris yang bercincin melingkar, "Marilah pulang tuan putri, nanti datang lagi si raksasa."
Raden Galuh menurut, takut kepada I Cupak, mengangkat keris matanya mendelik, pandangannya bagaikan orang gila, Raden Galuh berjalan , I Cupak lagaknya gagah, masuk hutan turun gunung,
29 liu anake pada mapag, 75. I Cupak tandange sada kem- carik kelih pada bangkah, 76. I Cupak sumangkin tandang wong jaba pada muwus, kema kumah i rangsasa, 77. Kocapan ortane suba masuk, 78. Sang prabu kari ring jaba ma-
kata-katanya kasar, I Cupak makin menjadi-jadi 30 [ 30 ]ataken sang perabu, arin ira dereng rauh, I Cupak saur ature , singgih pukulun sang prabu, nyaman titiang sampun pejah, sareng titiang ka payudan.
79. Kadugi laut titiang mangamuk, ngelawan i rangsasa, pada prawira kawanin, len ko papas ipun, sapunika titiang masanggup, rereh titiang di suargan, sapunika titiang ratu, raris titiang pantiganga, ngewales titiang kena mata,
kena sasalangan, getih ipun raris mijil, laut ipun mangelur, ebah ipun kaja kauh, makelid titiang kelod kauh, das titiang kajet bangke, raris titiang manyuakang.
kai mapas iba, gagatot tuah mai teguh, aku tau kadaden iba, ijung anggal ban kai ngelawan, tuara iba menang utuh, sapunika titiang dewa, mangandelang titiang jengah.
"Adik mu belum datang?" I Cupak menjawab katanya, "Ya paduka sang prabu, saudara saya sudah meninggal, bersama saya dalam peperangan.
melawan si raksasa, lain yang dihadapinya, demikianlah saya sanggup, cari saya di sorga, demikianlah saya tuanku, lalu saya dibantingnya, saya membalas kena matanya,
kena dadanya, darahnya ke luar, lalu dia meraung, dan rebah arah barat laut, saya menghindar ke barat daya, hampir saya ditendang mayat, lalu saya membalas.
aku yang mengahadapimu, aku datang dengan kekuatan dan kekebalan, aku tahu asal-usulmu, sungguh mudah bagiku melawanmu, kamu tidak akan menang, demikian (ka ta) saya tuanku, karena saya merasa malu". 31 suba te ia jaya, 83. Sakaulane mangkin anuun, 84. Wang jerone wenten kapat sa- 85. Kaideran Mantri Anom sam- Semua yang mendengar terse- Semua rakyat setuju, Para pelayan sebanyak 35 o- Mantri Anom sudah disedia- 32 [ 32 ]anging mapi tani tau, sakatah ulame onya.
lewih ke balung balung, ngesop ulam sada nyegel, buka tuara nawang nyelab.
patih aria lawan demung,
I Gerantang mangke kawuwus,
Kira-kira ada 35 buah, Tidak diceritrakan Raden Man- Tidak disebut lagi sang prabu,
33 tuara neda timang bulan. baane ia dudus bengu, ban bangkene i rangsasa kasakitan ngadek bengua.
kulit ngaput tulang, tendase gede iwasin, tulange panonjol mung, paliate nu idup, masi dadi matindakan, buka ada widi turun, patuduhin jani marga, sangkannya ngelah pangerasa.
pidan titiang pejah. suba berag masih urip. yan idewa ica mulus. ambulne nyakitin titiang. mati kuda titiang ratu, sakit san titiang naenang, masih titiang tuara pejah.
baane tuara pejah, Jani mangungsiang mati, mantigang awak ipun, I Gerantang nuti kantu.
tidak makan selama lima bu- lan, karena diliputi bau busuk, mayat si raksasa, menderita, mencium bau bu- suk-
hanya kulit yang membung- kus tulang, kepalanya kelihatan besar, tulang-tulangnya kelihatan me- nonjol, hanya pandangan matanya memperlihatkan dia hidup, dia masih dapat bergerak. bagaikan Tuhan turun. menunjukkan jalan. akhirnya dia mulai berpikir.
kapan saya mati. sudah kurus masih saja hidup, jika Tuhan benar-benar kasih. mengapa sampai begini me- nyiksa saya, tunjukkanlah jalan kematian bagiku. sungguh tidak tahan saya me- nanggung, kenapa saya tidak juga mati.
karena tidak segera mati. sekarang sudah bulat tekad- nya untuk mati. dibantingnya dirinya, I Gerantang terbentur,
bahnyane menyakutut tis dadi paturone kaget ia mangerungu suara
kaki mangorahin padingehang munyin kaki mabudi cai mantul ngungsi galang ngungsi rahayu tulang i rangsasa juang ento pacekang cai tuut pacek-pacekang di goa enti ambah cai menekan
inget teken awak suba mati dadi urip inget ring ipian ipun ne saja ada tuduh tegarang masi idepang laut gerayang-gerayang bangun ngalih tulang i rangsasa ane dadi baan macekang
ne dadi pacekang indayang masih tigtig mes parase tajuk kadi gadebonge ancuk tuduh sang hyang masaja margane dadi ban nuut
rebah dia tertelungkup jadi dia tertidur lelap tiba-tiba dia mendengar suara
sekarang kakek memeberitahu dengarkanlah kata-kata kakek kalau kamu mau pulang menuju tempat yang terang dan selamat ambillah tulang-tulang si raksasa itu tancapkan dan turuti tancapkan pada dinding gua itu yang kamu naiki
sadar dengan dirinya sudah mati kenapa hidup lagi teringat akan mimpinya ini rupanya patunjuk Tuhan akan kucoba manurutinya lalu pelan-pelan dia bangun mencari tulang-tulang si raksasa yang bisa ditancapkan
yang bisa ditancapkan dicobanya memukul-mukul terasa lunak batu cadas ditusuk bagaikan menusuk pohon pisang petunjuk tuhan memang benar jalannya bia dituruti (dinaiki)
35 teked diduuran negak, akhirnya kita berganti irama, puh ginada 95. I Gerantang mangkin kocapan, 96. Sampun adoh ia mamarga, 97. Mangkin sampun galang tanah, 98. I Gerantang mangeraris kema, Diceritrakan kembali I Gerantang, Setelah jauh dia berjalan, Diceritrakan hari telah menje- I Gerantang lalu mendekat, 99. Kaget anak masangkepan , 100. Baliane sampun maca, 101. Rencang baliane sami bungkah, 102. I Gerantang mangke manyingak,
Dijumpainya orang berkumpul, Dukunnnya sudah mulai membaca, Para pelayan dukun semua lari, sekarang I Gerantang melihat, 37 [ 37 ]I Gerantang mangeraris kema.
raga keris,
nyaman kai suba ilang
Pelayan menyampaikan,
Para pelayan lalu mengeru-
38 [ 38 ]sami pada mamengongang,
wus manampin, laut ia mangun dit pencar.
balapan tuara ada reko
ulam keni
semua mereka para termenung, Setelah hanyut dibawa air,
Pan Bekung lalu membentang- Pan Bekung mulai menggulung
39 kaget watangan katepuk, Pan Bekung ngasisiang, mangagahin, buka tuara ada mangkihang,
meleketang watangane, ke urip saja Gusti Reko, mangelingling Gusti mas ingsun, kaget metu ya angkihan kelebat kelebit, Pan Bekung ngalih pauban
pesu munyinyane aris, sapasira ngurip titiang reko, Pan Bekung mangke amuwus, Bapa mangurip idewa, suka Gusti, bapa ngangon Gusti pianak,
I gerantang raris nanggapin, sampun usan mencar reko, I Gerantang alon amuwus, niki sepah titang pencar, ya peremangkin, Pan Bekung raris mencara,
pencarnyane mangkin, sawatara pitung keranjang, balapane liu pesu,
dilihatnya sesosok tubuh, Pan Bekung lalu ke pinggir, membuka, tidak ada tanda-tanda masih bernafas, Pan Bekung lalu duduk, memperhatikan tubuh itu, ya rupanya tuan masih hidup, sadarlah tuanku,
Pan Bekung lalu mencari tempat teduh,
lalu berkata dengan pelan. "Siapakah yang menghidupkan saya" Pan Bekung lalu berkata, "Bapak yang menghidupkan anakku" senangkanlah hati tuan. Bapak akan memungut tuan sebagai anak".
I Gerantang segera mengambil, setelah selesai mencar, I Gerantang berkata pelan, ini adem (?) saya dijaring, dengan segera, Pan bekung menjaringnya. Pan Bekung mulai menggulung, pencarnya sekarang, kira-kira tujuh keranjang, ikan banyak yang keluar.
40 [ 40 ]Pan Bekung ngasisiang, sawang bingkih, laut ia manyemak keranjang.
keranjangannyane sami misi, kenken ban madaya reko, bapa ngalih papah tubuh,
bapa gelis, dini kuda nden idewa.
Pan Bekung raris mawali, mangojog genah I Gerantang, Pan Bekung mangke amuwus, bapa nu ngajangin ulam. margi gelis, Gusti ajak bapa kabian.
Pan Bekung raris nyagjagin, laut nyemak mengandong, I Gerantang mangke saturut, sampun perapta marin abian, kubu asiki, I Gerantang raris manegak,
mamubuh laut premangkin mangawe baboreh reko, sewes ngalablab jukut, sampun sami karatengang, wus masagi, tumuli raris madaar.
Pan Bekung ke pinggir, agar berat, lalu dia mengambil keranjang,
semua keranjangnya terisi, apa daya sekarang, "Bapak mencari pelepah daun kelapa, akan ayah pakai kisa*), ayah segera kembali, kamu tinggal dulu di sini",
Pan Bekung lalu kembali, menuju tempat I Gerantang, Pan Bekung lalu berkata, "Ayah masih mengangkati ikan, mari kita berjalan. kamu ikut ke kebun ayah".
Pan Bekung menyongsong, mengambil lalu menggendong, I Gerantang hanya menurut, setelah sampai di kebun, hanya ada sebuah pondok, I Gerantang lalu duduk, Pan Bekung sibuk menanak, membuat bubur, membuat param, dan memasak sayur, setelah semua masak, lalu dihidangkan, segera dia makan,
41 lawanin Gusti madaar, 121. I Gerantang mangke madaar, 122. I Gerantang alon angucap, Pan Bekung raris majalan , 123 . Men Bekung encol madagang, 124. Sampun perapta maring abian, Pan Bekung raris kapanggih, "Aduh, anakku bangunlah, Lalu I Gerantang makan, I Gerantang berkata pelan, Men Bekung segera berjualan, Setelah sampai di kebun (pon- 42 [ 42 ]Pan Bekung mangke angucap.
apang melah matepetin, apang enggal seger reko, anggon pianak bareng empu, eda nyai pati telunan, mangayahin, apang dadi seger enggal.
I Gerantang seger den gelis, pangucape manis alon, luih rupannyane bagus, buka tuara ada pada, mamadenin, rupa kadi hyang Semara,
Men Bekung ngajak wong ape- kik, liu anake ngerutang, ban gobane luih bagus, rupa luir kasuapena cerik kelih, sami pada mangerutang,
suba boknyane putih, geger pada kema nelok, pada ia mangaba serbuk, agenang awake bajang, mangeresin, apang kenehnyane galak.
Pan Bekung lalu menjawab. "Mulai sekarang kamu harus ingat, memelihara dia baik-baik, supaya segera sembuh, kita angkat anak bersama-sa ma memelihara, jangan kamu tidak bersungguh- sungguh, meladeninya, supaya cepat dia sembuh".
dengan cepat I Gerantang sem- buh, bicaranya halus dan pelan, dan rupanya sangat bagus, bagaikan tidak ada yang me- nyamai, memadai, rupanya seperti Hyang Semara .
Men Bekung mengajak pemu- da tampan, banyak yang mempesonakan, besar kecil, semua membicarakan,
ada yang rambutnya sudah pu- tih, ribut semua datang menjenguk, semua membawa serbuk (ji- mat), dirasakan diri masih gadis, menaksir, supaya pikirannya tertarik, 43 baan kenehnyane rim-rim, 130. Kocap malih I Cupak, 131. Bancingahe kadi sema, Puh Adri 132. Nampah celeng lingsire aukud,
Diceritrakan kembali I Cupak, Halaman istana bagaikan kuburan, Sorenya memotong babi seekor, parekan sami masambang. 13. Ring kaula nene luh-luh, ento ne malih karuruh, tunggalin awak panjak, 134. I Raden Mantri mangkia lung- embane punika ratu, mangke kaulan gorengang. 135. Rahaden Mantri mangkin su- juru ebate saturut , itu perkataannya Raden Aria
Raden Mantri lalu duduk , Raden Mantri menjawab, 45 pun, mawadah dulang-dulangan. 137. Ulamipun masanding mapun- nyemak lawar lan jajeruk, 138. Sawatara ulame yan itung, yan cara pabean, sawatara seket besik, katut tulange masih telah
Lawar merah, lawar putih, su-
Kira-kira jika dagingnya dihi-
yan anggon panyampah, sedang melaha puniku,
baan mare bas tuyuh, tong kodag kenehe takut, apangnya masih ngayah,
ngelah kucit suba mejuk, parekane paserantab,
Babi yang seharga seribu sera-
ngubuhin badeg, kocapan Mantri Agung, ngetah reke tatanduran, katah bungane kocapan, 143. Men Bekung Pan Bekung sadia ambul to kenehe manak, Pan Bekung maworan ajum, angucap aduh mas mirah, matati kuda idewa, 144. Mulihke sambitang nganggur, di tusingnya ada, tusing bapa pacang takut,
Banyak yang meniru cara hi- Bernasib baik Pan Bekung dan Pulanglah misalnya sambil nga- 49 muwus. yen sih titiang idup nyagia, ngalih titiang anak eluh, 146. Meme Jani titiang nunden nu- lir gilo angsana tunjung, campaka putih lan sandat, 147. Sutri gambir kalawan menuh, pelet sedangane,
Gerantang sekarang berkata, halus ucapannya, Ibu sekarang saya suruh ber- lir gilo, angsana dan teratai, Kembang sutri, gambir dan Pagi-pagi Men Bekung sudah si-
mapayas sampun puput, 149. Kocap mangkin di pasare rauh, icang ngadep sarwa santun, nanangnya ngongkon mada- 150. Ne duang salongsong campaka wang jero anu perapti, 151. Puniki kari bunga duang bung-
sanggulnya gaya lama, Diceritrakan telah tiba di pa- Yang dua bungkus bunga cem- "Ini bunganya masih dua 51 bayah icang tuah tatelu, 152. Bibi Bekung benjang malih la- 153. Polih ngadep bunga aji satus, 154. Yen meme madagang ka jero 52 "Bibi Men Bekung, abang wetan anuli lemah. I Gerantang mengalap bunga.
manyuang yehe, Wus mapetat masuri, taler masusuk menuh. apanga makeranan ayu, tusing ngasen awak pawah. kenehe bajang satuuk. laut majalan madagang. tan kocap reke di pasar,
bibi Bekung teka. mai pangandikan Raden Dewi, ka Jero aba malu, Men Bekung ia saturut, bungkunge sada kecirang, lagute mabungkung luung, ngemba-embat matayungan, sampun teked di pagaluhan.
bibi Bekung bungane, aba mai dini bareng, alungguh lan ingsun, Men Bekung nuli anurun, masambilan manyumbah,
semuanya tidur nyenyak. langit merah di timur hari mu- lai pagi, I Gerantang lalu memetik bu- nga. Men Bekung berkemas-kemas mandi terlebih dulu, mengambil air, setelah menyisir rambutnya, tidak lupa menyuntingkan kembang melati, supaya lebih cantik, tidak merasa diri sudah om- pong, pikirannya tetap muda, lalu berjalan berjualan, tidak diceritrakan telah sampai di pasar, Orang istana menghadang lalu berkata, "Bibi Bekung datang marilah atas suruhan Raden Dewi, bawa ke istana dulu" Men Bekung menurut, cincinnya sengaja diperlihat- kan, merasa bercincin indah, Sengaja ayunan tangannya pe- lan-pelan, akhirnya tiba di keputrian. Raden Galuh berkata, "Bibi Bekung itu bunganya, bawa ke mari di sini bersama sama. duduk bersama saya" Men Bekung lalu turun, sambil menyembah, 53 menuh lan campaka petak. sandat gambir pacar cina.
telektek awasang. Raden Galuh pesu tangis, eling ring utang ingsun, duk ing goa belas mantuk, buka kailangan jiwa, bungkunge makada sungsut, tulen bungkung ingsun nikia, paican duke ngunia.
ira nyilih endenan, Men Bekung raris ngaturin, nanggapin semu kenyung. bas tulen gelah ingsun, Raden Galuh mangulihang, Men Bekung nanggapin aseru, takut mulati rahadian, mas nyane asemu erang
nguda bibi keto, ulat bibi jeneng jerih, nguda ke bibi takut, ira pedih teken laku, baane paek dewasa. Men Bekung asemu kenyung, makita kedek ngarenga,
melati dan cempaka putih, sandat, gambir dan pacar cina.
cincin Men Bekung. diperhatikan baik-baik, Raden Galuh lalu menangis, teringat akan hutangnya, waktu dalam goa berpisah pu- lang. bagaikan melayang jiwanya, cincin itu yang membuat se- dih. persis seperti cincin saya, yang kuberikan dahulu.
bisa saya pinjam sebentar?" Men Bekung lalu memberikan, diterima dengan senyum diku- lum. benar-benar milik saya, Raden Galuh mengembalikan, dengan segera diambil oleh Men Bekung, takut melihat Rahaden Galuh, emasnya seperti tersenyum ma- lu.
"Mengapa bibi demikian, barangkali bibi merasa takut, mengapa bibi takut. aku benci dengan perbuatan- ku, karena hari yang baik telah de kat". Men Bekung tersenyum. ingin rasanya dia tertawa men- dengar,
161. I Gerantang mangke malih ka- ya warga sekar tembange, kadi sundari anginan. 162. Rahaden Galuh mangke kawu- laut majalan ka jaba, 163. Ban bungkunge dadi Men Be- lamun meme tuhu teresna, bungkung icange kingetan,
Disebutlah sekarang Raden Ga- dilihat memakai, "Ibu Nginte tolong antarkan 55 sapari polahe, 165. Ento ko ia memen Bekung, 166. Makamben bungah masabuk,
luir cacirupan, 56 Apakah tidak mungkin dia ma- 168. Raden Galuh semu guyu, 169. Ento dadi meme ngelah ke- 170. Gede utang jani titiang naur,
Men Bekung kocapan,
57 [ 57 ]prajani nyalempoh kecud. duh mantukan sang sinuun , 171 . Sira ngemban mangke lingira satingkahe katutur, Pan Bekung asemu kenyung, pianak nyeneng satata.
I Gerantang lingnia muwus, teresna saja Gustin titiang, rauh idewa mas mirah.
seketika lemas karena takut. inang pengasuh sekarang ber-
lalu tidur dalam kamar,
59 |