129. Men Bekung jani kocapan,
baan kenehnyane rim-rim,
tan dadi ban nyambada reko,
luh-luh pacarubut,
tong dadi pada sambada,
tuara mulih,
ramannya tuara ngibukang.
130. Kocap malih I Cupak,
mangandika sai-sai,
ri kaulania reko,
pacang pada mangeruruh,
sampi kebo lan jaran,
bebek kambing,
bangkung payah tepen durian.
131. Bancingahe kadi sema,
bon tulang pada pengit,
liu anak pada kema,
tong nyandang majalan ditu,
malih kasalinan,
tembang adri,
parekan pada prayatna.
Puh Adri
132. Nampah celeng lingsire aukud,
dadua ne semengan,
ebat patung len maguling,
sewes lawar jajeruk,
celeng kaulane gempung,
kadugi negul kucitnya,
sing mamesu wenang ejuk.
Diceritrakan sekarang Men Bekung,
karena pikirannya was-was,
tidak dapat dihalangi,
gadis-gadis berebutan,
tak dapat dihalangi,
tidak mau pulang,
orang tuanya juga tidak peduli.
Diceritrakan kembali I Cupak,
sering-sering berkata,
kepada rakyatnya,
supaya semua mencari,
sapi, kerbau dan kuda,
itik dan kambing,
induk babi tua dipotong belakangan.
Halaman istana bagaikan kuburan,
dengan bau tulang yang busuk,
banyak orang yang datang,
tidak tahan lewat di sana,
lagi disalin,
dengan tembang adri,
para pelayan semua waspada.
Sorenya memotong babi seekor,
paginya dua ekor,
diolah dan dipanggang,
lain lagi lawar dan kuah,
babi milik rakyat semua dihabiskan,
akhirnya semua mengikat babinya,
karena setiap yang ke luar boleh di tangkap.