Kaca:Struktur Novel Dan Cerpen Sastra Bali Modern.pdf/77

Saking Wikisource
Kaca puniki sampun kauji-wacén

66

Dengan keberhasilan si tokoh sebagai pedagang nasi yang banyak mem­ punyai langganan, hal itu mengundang simpati dan antipati masyarakat sekitarnya. Menghadapi tanggapan-tanggapan usil dan sinis yang di tunjukkan kepada dirinya menyebabkan timbulnya konflik-konflik batin pada diri si tokoh. Dalam usaha menyelesaikan konflik-konflik batin inilah pengarang menyodorkan sifat diri kepada si tokoh utama. Si tokoh sama sekali tidak menmenggubris tantangan-tantangan sinis itu , tetapi sebaliknya pernyataan­ pem yataan itu selalu diterimanya dengan jiwa besar.

... Nanging ke ipu nnenten naenin ngrunguang wireh ipun setata eling ring sikian ipune lacur. Nguda ke liunang ngalih musuh? eutet ne ipun madagang antuk manah sane jujur. Punapi ja anake ngraosang, sara ipun ... . (MTP. 4 ). '... . Akan tetapi, ia tak pernah menghiraukannya karena ia selalu sadar akan dirinya yang miskin. Kenapa harus banyak mencari musuh? Pokoknya ia bekerja dengan pikiran yang jujur. Apa pun dikatakan orang. terserah mereka ...'

Sebagai abstraksi konvensi budaya masyarakat Bali yang selalu ingin mendekatkan dirinya dengan Sanghyang Widi Wasa, tuhan Yang Mahaesa, pengarang tidak lupa melengkapi mental tokoh utama dengan sifat tawakal kepada Sanghyang Widi. Perwujudan sifat Luh Manik yang sangat takwa kepada Tuhan ini tampak dalam pernyataan si tokoh sendiri dalam kesempatan dialog dengan Gede Parta seperti berikut ini.

"Rerainan apa jani Luh? " "Sing ja ada rainan Beli Mula tiang sebilang peteng setat a ngaturang canang nunas kaselametan ring Ida Betara." (MTP, 5). " Hari raya apa sekarang Luh?" "Tidak ada hari raya, Beli Memang saya setiap malam selalu sembah­yang menyuguhkan sesajen kepada Tuhan Yang Mahaesa."

Demikian sejumlah sifat dan sikap yang diperlihatkan tokoh utama Ni Luh Manik dalam cerpen "Mategul Tan Patali". Pelaku lain yang ikut berperan menentukan keutuhan alur cerpen "Mategul Tan Patali" adalah tokoh bawahan I Gede Parta. Ia ditampilkan oleh pengarang sebagai tokoh yang kaya raya, pandai merayu, tetapi kecewa dalam hidupnya karena telah lima tahun berumah tangga belum juga dikaruniai seorang anak.

Dengan mengingat anak: yang didambakan dari istri pertama tidak kunjung datang, tokoh Gede Parta berniat mempersunting Ni Luh Manik sebagai istrinya yang kedua.