Kaca:Struktur Novel Dan Cerpen Sastra Bali Modern.pdf/78

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

67

Demikian tokoh bawahan ini hanyut oleh kecantikan Ni Luh Manik dan ia ingin segera mendapatkan jawaban pasti dari janda yang didambakan itu.

... Pedalem anake Beli abedik! Baang anake Beli raos abuku. Da ende­pang akene, buka sambuke di tengah segarane agung mailehan panting ombak tusing karuan-karuan. Sadia pesan keneh Beline yan Luh nyak ngidepang munyin Beline. Luh bakal idih Beli anggon somah. Kenken? Da anake nengil dogen cara bedogol! Ba ang anake Beli raos abedik! (MTP, 6). ­

'... Kasihanilah Beli sedikit! Berilah Beli sepatah kata. Jangan didiamkan begini, bagaikan sabut di tengah samudra berputar dihempas ombak tak menentu. Puas benar hati beli kalau Luh bersedia memperhatikan perkataan Beli. Luh akan Beli lamar sebagai sitri. Bagaimana? Janganlah diam saja seperti patung! Berilah Beli jawaban (barang) sedikit!"

Secara naratif I Gede Parta dinyatakan bahwa ia setiap hari mengunjungi Luh Manik di warungnya. Akan tetapi, pernyataan Gede Parta yang berisi lamaran seperti itu baru terpenuhi setelah I Gede Parta sekian lama berhubungan dengan Ni Luh Manik. Ini berarti bahwa I Gede Parta jelas memiliki juga watak keras dan tidak mudah putus asa.

Selain keadaan sosial ekollomi yang kuat serta pernyataan sifat-sifat perayu Gede Parta yang disampaikan secara naratif oleh pengarang, kiranya tidak ditemukan lagi perwatakan lain yang dapat diperoleh dari tokoh bawah­an itu. Demikian pula dalam alur cerita ada disebut-sebut tokoh Putu Sastra dan Made Antara suami almarhum Luh Manik. Sayang kedua tokoh ini sama sekali tidak ikut menentukan dalam perjanan alur cerpen "Mategul Tan Patali". Putu Sastra, anak tunggal Ni Luh Manik, hanya muncul sesaat, yaitu ketika ia minta bekal kepada ibunya karena hendak berangkat ke sekolah, sedangkan Made Antara bahkan, tidak terlibat berperan langsung, tetapi hanya disebut-sebut secara narasi oleh pengarang untuk melengkapi tokoh utama.

3.3.5 Penokohan Cerpen "Togog"

Di dalam penokohan pada cerpen yang berjudul "Togog", pengarang sebenarnya berusaha mengajak penikmat mendalami liku-liku sosial budaya masyarakat Bali, khususnya yang menyangkut profesi Wayan Tamba sebagai seorang seniman patung.

Sebagai seorang yang tidak mempunyai penghasilan tetap, dengan sendirinya si tokoh utama cerita ini harus dilibatkan dengan gaya kehidupan yang sederhana. Melalui bantuan latar dan sikap hidup si tokoh