Kaca:Struktur Novel Dan Cerpen Sastra Bali Modern.pdf/39

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

28


Beberapa saat setelah pengumuman ujian, teman-teman Luh Sunari dalam satu kelas lulus semua yang mengakibatkan mereka sibuk. Ada yang menyelesaikan surat-surat untuk melanjutkan sekolah; ada juga yang akan melamar pekerjaan. Hal itu mengundang berbagai pembicaraan yang berhubungan dengan pemilihan sekolah, suka-duka menjadi pegawai negeri yang dipertentangkan dengan wiraswasta, dan sebagainya. Luh Sunari sama sekali tidak menyinggung hal itu padahal jika dilihat dari latar belakang sosialnya, baik yang berhubungan dengan ekonomi maupun kedudukan orang tua di masyarakat, seharusnya ia terlibat seeara aktif. Lebih-lebih jika dihubungkan dengan dialog-dialog antara ayah dan ibunya pada awal cerita. Wajar jika Luh Sunari bersama-sama dengan temannya ikut melamar sekolah. Akan tetapi, jika ditinjau dari sudut lain, dapat dibenarkan pula jika dihubungkan dengan keadaan Luh Sunari yang sudah merasa hamil muda ia sengaja tidak membicarakan masalah studi lanjutan itu kepada orang tuanya.

Dengan adanya peristiwa yang menimpa keluarga Luh Sunari itu, masalah yang timbul dalam keluarga itu berubah menjadi masalah kehamilan, pertanggungjawaban kehamilan itu, akibat-akibatnya, dan sebagainya. Ke­tika mengetahui kehamilan anaknya yang belum tentu asal-usulnya, Pan Sunari sangat marah dan sasaran kemarahan ditujukan terutama kepada Luh Sunari dan ibunya. Dalam situasi seperti itu biasanya pikiran sukar dikendalikan. Ingin membunuh anak, menyalahkan istri, menyalahkan pihak yang menodai, yaitu Wayan Duria, termasuk orang luanya. Men Sunari yang berfungsi sebagai penengah, dalam hal itu, dapat meredakan keadaan Pan Sunari. Penyelesaiannya adalah hanya sampai di sana.

Tinjauan sepintas ini menunjukkan bahwa kehamilan di luar pernikahan sukar dituntut apalagi jika perbuatan itu didasari oleh kemauan kedua belah pihak. Apalagi Wayan Duria sudah lebih dahulu berangkat ke Yogyakarta dan keberangkatannya itu biasanya mengakibatkan pihak wanita selalu menjadi korban. Satu-satunya cara ialah menyerah kepada keadaan, mera­tapi nasib sendiri, dan diputuskannya untuk memelihara kandungannya dengan sebaik-baiknya.

Kelahiran bayi yang dikandung Luh Sunari membawa situasi baru dalam dirinya. la mulai merasa kesepian, canggung, ingat dengan masa remaja dalam pergaulan bebas, dan sebagainya. Dalam keadaan itu Luh Sunari ingin mengisi kekosongannya dengan berdagang patung di Kertagosa dan Gua Lawah. Sepintas lalu seperti dalam cerita lama, tokoh Luh Sunari mulai dikultuskan. Keeantikannya masih seperti semula, bahkan bertambah­-