Kaca:Struktur Novel Dan Cerpen Sastra Bali Modern.pdf/38

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

27


yang telah diuraikan di atas, pembicaraan alur ini dapat menerima pendapat Forster (1970:93) yang menyatakan bahwa alur adalah rentetan peristiwa yang dijalin berdasarkan hubungan sebab dan akibat. Pengarang menyeleksi dan menyusun ceriteranya sedemikian rupa sehingga akhirnya merupakan kesimpulan yang logis (Jones, Jr., 1968:32; Barnet et al., 1967:13).

Pada dasarnya, setiap karya sastra mempunyai alur. Dengan kata lain, setiap pengarang dalam proses penciptaannya berusaha untuk menjalin peristiwa dalam rentetan kejadian yang membentuk kausalitas. Kemudian, masalah yang timbul adalah berhasilkah ia secara teratur untuk mengadakan evaluasi terhadap peristiwa-peristiwa yang ditampilkan sehingga setelah dikembalikan, kepada pokok-pokok persoalannya menjadi logis adanya? Dalam hubungan ini diakui adanya jenis novel lain, seperti karya-karya Putu Wijaya dan Iwan Simatupang yang memang sengaja diciptakan tanpa alur atau dengan istilah yang lain yang lazim dinamakan sebagai kesadaran (Sumardjo, 1979:62; Shipley, 1962:75).

Pengenalan terhadap rangkaian peristiwa dalam novel dan cerpen Bali modern, yang digunakan sebagai sampel dalam analisis ini, agak mudah dilakukan karena novel dan cerpen itu diciptakan melalui alur konvensional. Pengarang mulai dengan memperkenalkan situasi awal, kemudian situasi itu mulai bergerak, mencapai puncak, dan diakhiri dengan penyelesaian.


3.2.1 Alur Novel Sunari

Dalam novel Sunari pengarang memulai cerita itu dari kehidupan sebuah keluarga yang mempunyai seorang gadis cantik sebagai pelaku utama. Luh Sunari, demikian nama gadis itu, yang telah duduk di kelas III SMA dan akan menempuh ujian akhir. Seperti biasanya, anak-anak yang akan menghadapi ujian, keadaannya sibuk karena saling kunjungi teman dalam rangka diskusi sehingga agak jarang di rumah. Peristiwa itu telah mengundang kecurigaan orang tua pelaku utama, lebih-lebih jika dihubungkan dengan situasi cerita di desa.

Ujian telah selesai; Luh Sunari lebih sering lagi ke luar rumah, bahkan pulangnya sering larut malam menurut ukuran di desa dengan alasan bahwa ia mengikuti latihan drama untuk menyambut perpisahan. Hal itu telah menimbulkan pertengkaran kecil dalam keluarga Luh Sunari. Pertengkaran itu sampai pada masalah kenakalan remaja, perbedaan pandangan golongan tua dan muda, dan perbedaan situasi kehidupan di desa dan di kota, suatu hal yang wajar dalam kehidupan sehari-hari.