Kaca:Geguritan Mladprana.pdf/26

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

22

8. Ketut Oka membalikkan badan, memalingkan muka dan berkata, Ketut sapanya kasar, “Apa yang Kakak cari ke sini, untuk apa menjumpai saya, saya orang gila tunasusila, lagi pula miskin dan jelek.

9. Nah biarlah saya mati, supaya berhenti membuat kesedihan, supaya tidak ada menghalangi Kakak, mencari yang cantik bijaksana, buanglah saya yang jelek ini, lagi pula dulu kamu sudah dapat, menikmati sarinya dan mempermainkan.

10. Berhentilah menyakiti, kembalilah Kakak, kalau di sini menyusup hutan, jika Kakak berada di sini, kedinginan menyebabkan hati kusut, hati juga bingung bimbang, sepi membuat kesepian.

11. Bukit menyebabkan hati kusut, kera hutan membuat marah, harimau sebagai sumber kesedihan, membuat kesedihan hati, nyamuk menghilangkan kegembiraan, kepercayaan menyebabkan kesangsian, burung- burung ingin dimakan.

12. Sebagai dasar untuk bercermin, pikirkanlah kata-kata saya, jangan mengharapkan, mau berdaun enau tua, kawin dengan saya, jangan bagaikan bakul besar, ingin menguasai saya.

13. Sekarang saya sudah merasakan, dahulu terlalu cepat, saya menyerahkan diri, kalau diumpamakan sikap saya dulu, seperti itik mendekati burung elang galak, gulai mendesak mulut, jadi tidak mau dimakan.”

14. I Mladprana menjawab, “Jangan Adik salah paham, saya mengaku salah, ya maafkanlah yang sudah lewat, nanti kalau saya berani, menentang apa yang Adik kehendaki, terserah Adik menghukumnya,

15. Kalau saya ingkar pada janji, supaya mati ditendang kodok berkaki satu, jatuh menindih lubang, disergap seekor capung, supaya ditelan nyamuk, disergap oleh kadal.

16. Hanya satu permintaan saya, supaya Adik rela, kalau Adik tidak rela, lebih baik cabut nyawa saya, ini keris pakai membunuh, supaya saya berhenti menggoda, memohon dengan penuh harap.”

17. Jangga Ketaki menjawab, "Kalau Kakak sudah diterima, supaya jangan seperti I Bramara, cinta kepada si bunga, jangan hanya senang waktu kembang, jangan seperti si pohon kepuh, dalam cerita Tantri.”

18. I Mladprana menjawab, “Jangan Adik khawatir, supaya jangan ragu-ragu, bagaimana permintaan Adik.” Ni Jangga Ketaki berkata, "Janganlah Kakak banyak bicara, karena matahari sudah hampir tenggelam.

19. Sekarang mari berteduh, di gua pohon beringin itu.” I Mladprana menurut, berjalan bergandengan tangan, tidak lupa mencium setiap langkah,