Kaca:Geguritan Mladprana.pdf/27

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

23

wajah dan tingkah lakunya serasi, bagaikan bulan bersanding dengan bintang.

20. Sesampai di gua mereka berdua masuk, tidur beralaskan daun-daun saling bercerita, menceritakan kejadian yang telah lewat, di sela dengan campuran birahi, rasanya mesra merasuk, ke kepala sampai ke sumsum tulang.

21. Tidak perlu diceritakan lagi, cukupkan berbicara mengenai tingkah lakunya, dalam memadu asmara, beberapa lama di sana, Ni Jangga Ketaki berkata, "Ayolah kita mandi Kak, menikmati keindahan hutan.”

22. I Mladprana berkata, "Saya menurut.” Kemudian keduanya pergi, jauh berkeliling-keliling, datanglah angin berputar, burung gagak menyergap berkeliaran, tanda alamat buruk akan datang.

XIV. PUH DURMA


1. I Mladprana berkata pada Jangga Ketaki, "Ayolah sekarang kembali, Dik, ini jelas alamat akan menemukan bahaya, dan perbawa Sang Hyang Ari, cahaya terang, kiranya hari ini hari Kamis.”

2. Ni Jangga Ketaki berkata pelan mengharu, ”Kalau sudah takdir Tuhan, tidak bisa diingkari, lanjutkan mandi, di ujung sungai Gangga.” I Mladprana, menurut tidak berani menolak.

3. Tidak diceritakan dalam perjalanan, sekarang diceritakan Dirantaka, mencari ke mana-mana, tiba-tiba berjumpa di sana, “Ini dia si Jangga Ketaki, dengan I Mladprana, dari dulu dicari-cari.

4. Dosamu memutuskan orang berpacaran, kepalamu pakai mengganti, kalau kamu takut mati, sembahlah saya enam ratus kali, jilat telapak kaki saya, kalau memang berani, hunuslah kerismu supaya cepat selesai.

5. Pilihlah tusuk di bagian dada, takut di depan dari belakang.” I Mladprana diam merendahkan diri, Dirantaka mendahului, merobek dengan senjata, I Mladprana menangkis dengan cepat.

6. “Bahagia sekali sekarang saya bertemu denganmu, jagalah nyawamu, bayarlah sekarang, karena dosamu besar sekali, kau kemari lari, pasti tidak berhasil, kepalamu akan dibawa pulang.”

7. Ni Jangga Oka khawatir sekali, Mladprana dipegang, tangannya yang kiri, “Janganlah Kakak meninggalkan saya.” Kemudian Mladprana berkata, “Saya kurang bebas, minggirkan dulu dirimu Dik.”