Kaca:Geguritan Kendit Birayung.pdf/12

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

6

diri untuk memeluk agama Islam. Pada saat itu tepat tengah malam lalu
Dewi Rengganis segera pergi mengajak Dewi Ambarawati ke Mukadam. Kepergiannya dari Nusantara tak ada yang mengetahui sehingga keadaan dan orang-orang dalam istana gempar. Raja Nusantara tahu adalah ulah prajurit Arab yang telah tiba di perbatasan. Oleh karena itu raja Nusantara (Kendit Birayung) memerintahkan semua prajuritnya untuk menggempur para prajurit Arab.

Pertempuran pun segera terjadi. Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran itu. Raja Kendit Birayung menjadi murka. Karena dendam, ia turun tangan ingin sekali berhadapan dan membunuh Raja Arab, Amir Amsyah. Dalam pengejarannya itu ia bertemu dan berhadap-hadapan saling mencaci-maki. Sementara itu, pertempuran terus berlangsung, tetapi para prajurit Arab di bawah pimpinan Amir Amsyah semakin terdesak. Karena hari telah malam, pertempuran pun segera terhenti. Kemudian, seluruh prajurit segera kembali ke tempatnya masing-masing.

Selanjutnya, diceritakan di Mukadam orang-orang istana belum tidur, sedangkan Raden Arya Banjaransari atau Raja Putra termenung duduk seorang diri memikirkan saudaranya (Dewi Rengganis) yang sudah lama pergi, tetapi belum kembali. Saat itulah tiba-tiba Dewi Rengganis dan Dewi Ambarawati datang menghadap. Ketika Dewi Ambarawati berada di hadapannya, Raja Putra merasa bngung sambil berkata dalam hati, "ia sungguh-sungguh cantik." Raja Putra bersikap merendahkan din sambil menyanjung-nyanjung Dewi Ambarawati sehingga Dewi Ambarawati merasa malu terus menunduk dan tak berani menatap.

Sementara itu, di Nusantara orang-orang bersedih dengan hilangnya Dewi Ambarawati dari istana. Pengasuh dan dayangnya menemukan sepucuk surat terbungkus sutra kuning di tempat tidumya. Surat itu segera dipersembahkan kepada Raja Kendit Birayung. Isi surat itu menyatakan bahwa Dewi Ambarawati dibawa oleh Dewi Rengganis ke Mukadam untuk dipertemukan dengan putra Raja Arab, yaitu Raden Banjaransari atau Raden Suwongsa. Karena marah, sambil membaca surat tangan Kendit Birayung gemetaran, mukanya memerah, dan badannya bagaikan mengeluarkan api. Raja Nursiwan berusaha menenangkan dan menasihati agar tidak bersedih, karena suatu saat nanti pasti akan ditemukan. Semua