Kaca:Geguritan Calonarang.pdf/38

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

dadi awetu tangis.


125. Sewaneh hana anuntun wang jalu wereda,
pati sundul gunigil,
wiwil denia angucap,
idu pasarawean,
hendi desa kang inunggsi,
putunia angucap,
menang hayma amukmik.


126. Akueh wang lumintang alantaran sawa,
kemul-kemul anangis,
lair siyoking hampuhan,
sambatnia amelas sharsa,
lahu tan sihing wii,
sigraha daridra,
samangke akueh mati.


127. Sangsaya lumra malah tekung nagara,
kadadak akueh mati,
kuneng ikang duta,
sampum prapta hanang nagara,
ndan seri narendra,
kadang sira tinangkil.


128. Arja wastra pik akampuh turanggana,
apinggel ira nguni,

akeris adikara,
alandaan kukusian,
hajejawi mirah adi,


maka keluarlah tangisnya."

Ada yang lain menuntun orang laki-laki tua,
terantuk sana-sini serta menggigil,
rewel dia berkata,
air wdahnya meleleh,
di mana tempat desa yang dituju,
cucunya berkata,
diam jangan cerewet."


Banyak orang lewat mengusung mayat,
berkudung serta menangis,
bagaikan bunyi ombak,
ucap-ucapannya mengibakan hati,
umat sangat tak dikasihi Tuhan,
menyakiti hamba yang miskin,
sekarang banyak yang mati."


Malah bertambah terus sampai ke kota,
banyak mati mendadak,
adapun tentang utusannya,
sudah sampai di kota,
adapun sang raja,
kebetulan sedang dihadap."


Kainnya bagus berprada serta
”kampuh” dengan motif bunga,
bergelang baginda dengan gelang
yang dulu-dulunya,
memakai keris yang bagus,
tangkai kerisnya ”kukusian”
berhiaskan permata mirah yang baik,


39