Kaca:Geguritan Bagus Diarsa.pdf/12

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

telah mulai mendaki gunung, gunung Kelasa namanya, jalannya sukar didaki, si kakek berjalan cepat, berjalan tanpa ada halangan, mendaki tebing yang curam.

41. I Wiracita berjalan di belakang, ia berkata dalam hatinya, orang tua bagaimana ini? seperti tidak mempunyai luka di kaki, jalannya tidak terhalang sedikit pun, saya kenapa payah, lelah dengan nafas terengah-engah mendaki tebing, tiba-tiba sampai di puncak gunung.

42. Diceritakan tanah di atas gunung terbentang luas, semuanya sepi, matahari kelihatan baru terbit, dihalang-halangi oleh mendung, memandang nun jauh di sana, seperti ada dalam impian, matahari sudah terbit seluruhnya, bersinar berkilau-kilauan, terang benderang menyinari dunia.

43. Kemudian mereka mengaso duduk di atas batu, di bawah pohon jambu, si kakek lalu berkata, kakek ini bukan manusia biasa, kakek adalah Sanghyang Guru Dewa, berupa manu­sia bungkuk, kemudian bersalin rupa, menjadi Betara Siwa.

44. I Wiracita membungkuk tiga kali, menghaturkan sembah, pada kaki Betara Siwa, kepada Betara Siwa, tidak tahu bahwa orang tua itu dewa, karena persis seperti manusia, lalu bersabda Sanghyang Siwa, karenanya aku berupa manu­- sia, turun ke dunia.

45. Ingin mengetahui tingkah laku, orang tuamu sekarang, memang sudah sempurna, nah sekarang kau pulanglah, ke sorga dengan aku, berjalan terbang sekarang, I Wiracita menurut, tidak bisa berbahasa kepada Betara, adalan ambara madia.

46. Betara Siwa berkata, berapa tanganku, kau lihat sekarang, Wiracita mengikuti petunjuk, tiba-tiba kelihatan bunga tunjung, pulanglah ini sekarang, I Wiracita menurut, lalu meminta bunga tunjung itu, tiba-tiba bersalin rupa.

47. Kemudian berangkatlah mereka melalui angkasa, I Wiracita di belakang, bersatu dengan bunga, kadang-kadang

11