tentang kebenaran kepada si kakek, supaya mengerti de- ngan sehat, sekedar tahu arah barat atau timur, Ni Sudad- nyana berkata, saya tidak berbeda dengan maksud kakan- da, pikiran kakanda dengan pikiran saya, kita sama-sama berbelas kasihan kepada anak kita.
35. Sama-sama kita mencari jalan yang benar, hai anakku, turu- tilah maksud si kakek, iringkan si kakek pulang, Ki Wira- cita menyembah, ya! saya tidak menolak, kemudian setelah habis makan, lalu makan sirih, kemudian menyiapkan tem- pat tidur.
36. I Bagus Diarsa berkata halus, kakek paling di atas, sudah malam mari kita tidur, hai! Wiracita anakku, kau di sini tidur, kau menjaga si kakek, kemudian I Bagus Diarsa ti- dur, bersama Ni Sudadnyana, si kakek lalu berkata.
37. Nanti kira-kira jam 4 menjelang pagi, mari kita berangkat, kau bersama-sama kekek, mungpung di jalan masih sejuk, karena perjalanan kita hendak melampaui gunung, supaya jangan di jalan kepanasan terlalu keras, kemudian tidur- lah mereka, kira-kira sudah ada jam empat menjelang pagi, dengan sinar bulan pagi.
38. Lalu si kakek bangun membangunkan I Wiracita, hai Wira- cita, marilah kita berangkat sekarang, lalu I Wiracita ba- ngun ke menuju utara, ke lantai, kemudian jongkok menghadap menyembah kepada bapak dan ibu, kemudian memerikan berangkat, bersama-sama berjalan ke arah uta- ra.
39. Di jalanan sepi hanya ada tetesan embun, sudah mele- wati beberapa desa, perjalanannya menuju ke arah timur, sawah ladang terlampaui, tegal pedesaan terlampaui, menu- ju ke Werajenggala, menjelang pagi burung pun berkicau, burung tadah asih menyedihkan hati, burung keker mem- berikan hari telah pagi.
40. Burung tuu-tuu bersuara sayup-sayup di kejauhan, dengan burung kete-kete, burung cereluk berkicau, kemudian jalan
10