Kaca:Dongeng Panji Dalam Kesusastraan Bali.pdf/122

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

"Oh, Nak, kamu anak siapa? Di mana rumahmu? Mengapa kamu berupa periuk dan hidupmu melarat? Ceritakanlah hal itu kepada kami!" Karena berkali-kali Pan Tiwas bertanya, anak kecil itu pun bercerita sambil menangis tersedu-sedu,

"Sekarang aku akan menceritakan kiasahku, tetapi Bapak dan lbu supaya merahasiakan cerita ini! Kalau Bapak dan lbu tidak tahu, sebenarnya aku adalah putri raja Daha. Akan tetapi aku hidup malang, sejak dulu dibuang oleh orang tuanku". Kemudian Ida Raden Galuh menceritakan kejadian yang dialaminya dari awal sampai dia dipungut oleh Men Tiwas. Setelah Tuan Putri bercerita demikian, lalu katanya,

"Walaupun aku putri raja, Bapak dan lbu tidak usah memandang aku sebagai putri raja, anggaplah aku sebagai anak sendiri, supaya tidak diketahui orang. Berilah saya nama yang sesuai dengan desa asal Ibu". Men Tiwas mengatakan dirinya berasal dari desa Tiinggading.

"Kalau begitu panggillah saya Ni Luh Gading dan kalau ada orang menanyakan, akuilah saya sebagai kemenakan!" Demikian perkataan Raden Galuh Daha. Semua permintaannya itu dipenuhi oleh Pan Tiwas dan Men Tiwas yang sangat sayang kepadanya.


Sekarang tersebutlah raja Koripan mempunyai seorang putra yang hampir dewasa. Raja akan menyelenggarakan upacara hari lahir Ida Raden Mantri. Rakyat dipanggil supaya bekerja bakti menumbuk padi di istana. Men Tiwas diberitahu juga agar ke istana. Luh Gading tahu bahwa ada pemberitahuan dari raja, lalu dia berkata kepada ibunya,

"Bu, izinkanlah saya bekerja bakti ke istana, lbu menunggu di rumah saja!" Menjawab Man Tiwas,

"Ah, jangan, kamu masih kecil, nanti menjadi tertawaan saja, banyak orang bekerja bakti di sana, kamu kira seperti di rurnah saja begini sepi". Berkata pula Luh Tiinggading,

"Izinkanlah aku , Bu! Supaya aku tahu istana. Buatkanlah aku alu kecil, Bu!"

"Kalau kaniu tidak mau tinggal di rumah, silakan pergi! Akan tetapi, jangan nakal di sana, nanti dimarahi oleh baginda!" Kemudian Men Tiwas mencari sepotong bambu kecil untuk diberikan kepada anaknya. Keesokan paginya Luh Gading berkata kepada ibunya,

116