Kaca:Struktur Novel Dan Cerpen Sastra Bali Modern.pdf/48

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

37

Susanta yang berminat untuk membuat sumur di ladang, suatu kepercayaan yang selama itu masih ditaati oleh masyarakat sekelilingnya.

Mengapa membuat sumur di ladang masih dianggap tabu oleh masyara­kat? Pengarang secara sepintas lalu mengemukakan bahwa daerah itu berbatu-batu sehingga penggalian sumur di sana akan sukar. Hal ini dihubungkan dengan adanya peristiwa meninggalnya salah seorang pendu­duk sehabis membuat sumur. Kutipan berikut dapat memperjelas hal itu.

I maluan, dugas i bapane nu hidup saja mula ada anak mati suud ngae semer. Lakon ento tusing ulin salahang tonya, atawa salahang widi kakeneh baan beli nanging ulian kenyel, ulian sing bisa ngukur bayu magae. Mula dini tanah mabatu gede-gede lantas. Suken saja dini ngae emer, ento krana ada kepercayaan sing dadi ngae semer, keto yen beli ngenehang. (BSK, hal. 18).

'Dahulu, ketika ayah masih hidup, memang pernah ada orang yang meninggal sehabis membuat sumur. Akan tetapi, hal itu bukan karena disalahkan oleh setan atau disalahkan oleh Tuhan. Menurut Kakak, hal itu mungkin karena payah dan karena tidak bisa memperhitungkan tenaga ketika bekerja. Ditambah lagi karena di sini tanah itu berbatu­ batu. Sukar di sini membuat sumur. Oleh karena itu, ada kepercayaan tidak boleh membuat sumur; demikian menurut perkiraan Kakak. (BSK, hal. 18).

Fitnahan terhadap keluarga Made Susanta sebenarnya bersumber dari I Made Murka. Kebencian Made Murka kepada Made Susanta berdasarkan perasaan iri hati karena Made Murka kalah bersaing dalam memperebutkan Putu Suasti yang sekarang menjadi istri Made Susanta.

Seharusnya, Putu Suasti tidak boleh percaya begitu saja terhadap berita dan fitnahan itu. Rupanya, perasaan kewanitaannya belum sanggup menya­ring antara berita yang benar dan salah sehingga menyebabkan ia melem­parkan marahnya itu kepada suaminya setelah sampai di rumah.

Sambilanga ngadebros Putu nyumunin ngenyit api. Api papineh gedeg ane abana uli di peken ulian ningeh orta. Yen sing ulian kasabaran, kalantangan papineh meh makebyur apine nunjel kubu kenehne. (BSK, hal. 5).

'Dalam keadaan marah Putu mulai menyalakan api, api marah yang di­ bawa dari pasar karena mendengarkan berita. Kalau tidak karena sabar, pikiran luas, mungkin api tersebut telah menyala membakar pikiran dan perasaannya.' (BSK, hal. 5).