Kaca:KAJIAN NILAI GEGURITAN CUPAK GERANTANG.pdf/13

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

4


bitkan oleh Pustaka Balimas tahun 1965, dan naskah tersebut, sekarang jarang ditemukan. Naskah ini bila dilihat dari tahun penulisannya umurnya sangat muda (961). Tetapi dari segi cerita sangat tua, karena bersumber dari cerita rakyat Rali yang disadur dalam bentuk geguritan. Beranjak dari persoalan tersebut maka naskah itu perlu dikaji dan dilestarikan bahwa diinformasikan ke tingkat nasional.

Di pihak lain di dalam geguritan ini pengarang tidak saja ingin menunjukkan nilai keindahan tetapi juga hendak menyodorkan nilai yang berguna bagi manusia di masyarakat sehingga nantinya dapat menjadikan dirinya lebih manusiawi dan humanis. Cara penyampaian nilai-nilai tersebut tidaklah bersifat mendikte, artinya pengarang tidak secara eksplisit mengemukakan mana yang baik dan buruk. Maka dengan alasan itulah George Santayana mengatakan bahwa sastra adalah semacam agama dalam bentuknya yang tidak jelas. Berbeda dengan agama, sastra tidak memberikan petunjuk tentang tingkah laku yang tidak baik. Tetapi bagaimanapun sastra adalah penuntut hidµp (Via Suyitno, 1986:4). Teeuw juga mengungkapkan sastra adalah penuntun hidup, sebab sastra merupakan jalan keempat untuk mencari kebenaran, di samping & ilmu filsafat dan agama (1982:7).

Jika dengan kepopuleran geguritan Cupak Gerantang ini di masyarakat Bali sebagai sastra tradisional, maka kajian ini akan mencoba mengkaji dari segi analisis struktur, nilai dan terjemahan.


1.1.2 Masalah

Geguritan Cupak Gerantang sebagai hasil karya sastra klasik, secara umum di dalamnya mengandung bermacam-macam nilai. Jadi apakah nilai itu masih dipertahankan atau tidak. Karenanya dirasa perlu untuk mengungkapkannya agar diketahui secara jelas sehingga isi karya sastra tersebut dapat diresapi dan dihayati oleh masyarakat terutama oleh generasi muda dan