Kaca:Geguritan Sewagati Analisis Struktur & Fungsi.pdf/13

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

dasar yang melandasi semua perak dan langkah pembangunan. Bahasa, aksara, dan sastra Bali merupakan bagian dari kebudayaan Bali. Keberadaannya dipelihara oleh masyarakat dan dibina oleh pemerintah. Dalam upaya membina, memelihara, serta melestarikan bahasa, aksara, dan sastra Bali, Pemerintahan Daerah Tingkat 1 Propinsi Bali telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1992 tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali Peraturan Daerah int setidaknya memberi jaminan hahwa pemerintah tidak akan membiarkan bahasa Bali dengan segala aspeknya terlantar. Untuk itu, Pemerintah Daerah Bali telah membentuk Badan Pembinaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali. Tugas pokok hadan itu, antara lain melakukan usaha pembinaan bahasa, aksara, dan sastra Bali. Dampak dari kebijakan ite adalah bahwa sastra tradisional Bali yang dulu pernah hilang dalam pengajaran formal di sekolah-sekolah, sekarang muncul jagi sebagai muatan lokal di SMP dan SMU.


Berkaitan dengan usaha pembinaan dan pelestarian sastra tradisional Bali, kami mencoba mengangkat sebuah karya sastra berjudul Geguritan Sewagati untuk diteliti, Penelitian itu meninjau dari aspek sastra dan fungsinya bagi masyarakat Bali. Geguritan Sewagan merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang mengandung informasi dan nilai budaya yanga lubur, terutama yang berkaitan dengan etika, estetika, moral, dan religi. Di samping itu. geguritan tersebut merupakan Salah satu saksi dan sumher intormasi dari suati dunia berbudaya dan tradisi peradaban pada masa lampau. Oleh karena itu, penelitian terhadap cipta sastra tersebut periu dilakukan sebagai jawaban atas tantangan bagi pembangunan moral dewasa ini agar masyarakat tidak kehilangan jejak terhadap peradaban masa lampau kita.


Geguritan Sewagati, yang selanjutnya disingkat GS, merupakan salah satu cipta sastra dalam bentuk puisi tradisional Bali yang cukup populer. Kepopuleran itu tampak pada aktivitas mabebasan dalam bentuk membaca, menyanyikan, menyimak, dan mengupas geguritan itu. Melalui kegiatan dharmaruda yang terhimpun dalam mabebasan, masyarakat Bali melakukan apresiasi dan mencari tafsir makna nilat yang terkandung dalam geyuriran itu untuk dipakai sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.