Kaca:Geguritan Mladprana.pdf/68

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

64

XL. PUN DEMUNG

1. Sekarang Ketut Oka dan Warsiki melihat, tanda-tanda pada cincin, kelihatan tidak berkepala, tanda I Mladprana mati, selesai melihat mengamatinya, hatinya renyuh lesu, kosong tanpa jiwa, kemudian berjalan, lakinya lemas, juga berusaha untuk berjalan.

2. Perjalanan keduanya sangat lambat, dalam perjalanan tidak diceritakan, sesampai di sana, mayatnya tersenyum, dirasakan menyapa, Ni Warsiki memeluk kaki, menangis tersedu-sedu, Ni Jangga Ketaki, marah kemudian pingsan, karena hatinya benar-benar sedih.

3. Ni Alit Warsiki pelan berkata-kata, "Ya Tuan yang meninggal, ikhlas sekali Tuan, meninggalkan saya si miskin, apa sih artinya saya, hidup menyandang derita, sedih menahan malu, sedih karena ditinggalkan, karena sayang terlalu ikhlas, hati ini dielus hingga lepas.

4. Siapa lagi yang saya harapkan dalam hidup ini, bermaksud mencintai Tuan, sekarang sudah mati, tidak mengajak saya mati, kalau Tuan menemukan neraka, sayalah pakai dasar neraka, kalau Tuan mendapat surga, pakailah saya sahaya Tuan, tetapi rela mengajak mati, karena ingat dengan hati turut serta.

5. Karena saya berutang nyawa supaya nyawa, sekarang saya pakai membayar, membayar utang ayah ibu, bagaimana Tuan mengapa diam, mau atau tidak mengajak, walaupun sudah tidak cinta, disebabkan karena salah, janganlah diam sampai sekarang, katakanlah Tuan terus terang, berhentilah merenggut.

6. Tidak ada gunanya penglihatan tajam kalau tidak dipakai melihat, mimik manis, tidak ada gunanya kalau tidak tersenyum, tutur kata ramah manis, tidak berguna kalau tidak bicara, berbicaralah ya Tuan, berhenti tidak menyapa, saya tidak merasa bersalah, kecuali salah mencintai, cinta menurut kehendak.

7. Tidak berani menolak perintah, sekarang menerima nasib jelek, karena ditakdirkan menemukan petaka, akibatnya ini didapatkan, kehancuran sedih dan sakit, sakit hati sangat gelisah, kegelisahan mengganggu, menyakitkan hati, hati bakti tidak diterima, karena nasib tidak mujur, mengeluarkan kata-kata tidak berguna."

8. Ni Warsiki berharap-harap dikasihi menyesal, sakit hatinya setinggi gunung, tidak takut ikut mati, kemudian pedangnya diambil, sengaja akan membunuh diri, kemudian ia berkata halus, "Tuan Mladprana, ini pedang Tuan, nah saya pakai jalan, mengikuti Tuan mati."