Kaca:Geguritan Kendit Birayung.pdf/7

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

A. Pendahuluan

"Geguritan Kendit Birayung" adalah salah satu karya satra Bali tradisional berbentuk puisi yang ditentukan oleh padalingsa. Sugriwa (1978:3) dalam bukunya yang berjudul Penuntun Pelajaran Kekawin menjelaskan pada artinya banyak bilangan suku kata dalam tiap-tiap baris (carik/koma). Lingsa berarti perubahan suara [ ai u eo ] pada suku kata terakhir dalam tiap kalimat atau baris.


Bentuk karya sastra ini di dalam masyarakat Bali dikenal dengan istilah "sekar alit" (macapat), yaitu sebuah nyanyian yang menggunakan pupuh (tembang). Pupuh dalam sebuah karya sastra geguritan, seperti juga halnya dengan pupuh dalam "Geguritan Kendit Birayung", masing-masing mempunyai tugas atau watak. Watak dari tiap-tiap pupuh akan tergantung pada jenis dan sifat peristiwa yang dilukiskan atau dikisahkan. Dalam kaitan itu setiap pupuh mempunyai tugas atau watak yang berbeda-beda. Maksudnya adalah tugas atau watak setiap pupuh sudah ditentukan sebagai kesepakatan yang merupakan pedoman dalam mengarang atau mengubah karya sastra geguritan.


Istilah pupuh di dalam "Geguritan Kendit Birayung" menggunakan istilah pupuh yang berbeda dengan istilah pupuh dalam karya sastra geguritan pada umumnya. Perbedaan itu hanyalah perbedaan penggunaan istilah. Tugas atau watak padalingsa pada prinsipnya sama dengan konvensi karya sastra geguritan pada umumnya. Adapun istilah pupuh yang digunakan di dalam "Geguritan Kendit Birayung", misalnya "Puh Wanara Ptak, dan Puh Skar Mayit, sama dengan "Pupuh Sinom", "Puh Tgeh", "Puh Atas", dan "Puh Duhur" sama dengan "Pupuh Durma".