Kaca:Geguritan Jayaprana.pdf/9

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

prana tidak berani menolak perintah raja. Dikatakan, bahwa kematian itu terletak di tangan Tuhan Yang Maha Esa.

Pagi-pagi I Jayaprana bersama rombongan berangkat ke Celuk Terima, meninggalkan Ni Layonsari di rumahnya dalam kesedihan.


Dalam perjalanan rombohgan itu, I Jayaprana seringkali mendapat alamat yang buruk-buruk. Akhirnya mereka tiba di hutan Celuk Terima. I Jayaprana sudah merasa dirinya akan dibinasakan. Kemudian I Saunggaling berkata kepada I Jayaprana sambil menyerahkan sepucuk surat. I Jayaprana menerima surat itu terus langsung dibaca di dalam hati, isinya :

"Hai engkau Jayaprana

Manusia tiada berguna

Berjalan, berjalanlah engkau

Akulah menyuruh membunuh kau.


Dosamu sangat besar

Kau melampaui tingkah raja

Istrimu sungguh milik orang besar

Kuambil kujadikan istri raja.

Serahkanlah jiwamu sekarang

Jangan engkau melawan

Layonsari jangan kaukenang

Kuperistri hingga akhir jaman."


Demikianlah isi surat Sri Baginda Raja kepada I Jayaprana. Setelah I Jayaprana membaca surat itu, lalu ia pun menangis tersedu-sedu sambil meratap : "Yah, oleh karena sudah dari titah baginda, hamba tiada menolak. Sungguh semula baginda menanam dari memelihara hamba, tetapi kini baginda ingin mencabutnya, yah silakan. Hamba rela dibunuh demi kepentingan baginda, meskipun hamba tiada berdosa." Demikian ratapnya I Jayaprana seraya mencucurkan air mata. Selanjutnya I Jayaprana meminta kepada I Saunggaling supaya segera bersiap-siap menikamnya.

Setelah I Saunggaling mempermaklumkan kepada I Jayaprana bahwa ia menuruti apa yang dititahkan oleh raja, dengan hati yang berat dan sedih ia menancapkan kerisnya pada lambung kirinya I Jayaprana. Darah menyembur harum semerbak baunya, bersamaan dengan alamat yang aneh-aneh di angkasa dan di bumi, seperti : gempa bumi, angin topan, hujan bunga, teja membangun dan sebagainya.


10