Kaca:Geguritan Calonarang.pdf/78

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

272. Pinekul ikang sang dwija,
ature aroruan tangis,
akusa heng padanira,
tulusa suweca nugrahani,
maran sida aurip,
jalu manira pukulun,
kinenira anglukar,
sumar durganda asamit,
sampun luduh,
katon tan pandah kinela.


273. Abeh tan kena winangwang,
sumahur sang mahayati,
tan wenang umurip muweh,
apan semayaning pati,
rabinia akrak menangis,
duh papa jiwitan ingsun,
dudu temen nira dewa,
ling ira sang mahayati,
haywa sungsut,
lakinta wus molih marga.


274. Rabinia tuhu winuda,
apti weruh perenah ning laki,
anembah amelas arsa,
harsa sira sang mahayati,
rep sira asemadi,
katon suwarga bera umurub ,
kalpa tarunia anjorah,
perasada akueh padma manik,
mangke dulu,
tiaksa aken denta umulat.


Dipegang beliau sang pendeta,
sembahnya disertai tangis,
bersimpuh di kaki sang pendeta,
teruskanlah belas kasihan (paduka).
supaya bisa hidup,
suami hamba tuanku,
disuruh membuka selubung (mayatnya),
tersebar bau busuk,
sudah busuk,
kelihatan tiada bedanya dengan direbus,


Bengkak tidak dapat dikenal,
berkatalah sang pendeta,
tidak bisa hidup lagi,
karena sudah janjinya mati,
istrinya menjerit menangis,
duh kakanda jiwaku,
sampai hati kakanda,
berkatalah beliau sang pendeta agung,
janganlah sedih,
suamimu telah mendapat jalan (baik).


Istrinya benar-benar bodoh,
ingin tahu tempat suaminya,
menyembah menjatuhkan hati,
maulah sang pendeta,
segera beliau bersemadi,
terlihat sorga bercahaya,
kayu kalpa sedang berbunga,
candi banyak (serta) bunga tunjung,
sekarang lihat,
perhatikanlah baik-baik olehmu.


79