Kaca:Geguritan Calonarang.pdf/77

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

ridalemaning luang,
wibuh atemah katrini,
metu bayu,
sajiwa kewasa molah.


269. Sampun atangi kang sawa, metu sabda matur aris,
singgih sang seri dwijawara,
anugraha asung urip,
paran tawuraning sih,
yang lena sarira ayuh,
nitia anuhun pada,
sampunan dadawan kaki,
apan durung,
tekaning meretiu wasana.


270. Rabinika sawur sembah,
henti sukanikang hati,
paran tawuraning hutang,
agung sakasa pretiwi,
mangke menira ngimg,
selaku saluan sang Biksu,
sang maha dwija angucap,
lakin ta kantinen mulih,
sarwiya nyujur,
lampahira sang pandita.


271. Pirang desa kaliwatan,
suket peringga jurang rupit, kuweh ikanang waturidang,
wonten desa agung kapanggih,
malih hana wong istri,
anangis sarwi akukubun,
akidupuh asambat,
malih katiksenaning Rawi,
sigra rawuh,
sang dwija mareki riya.


di dalam suasana sunyi,
membesar menjadi tiga,
keluar tenaga,
menghidupkan menjadi bergerak.


Sesudah bangun mayat itu,
keluarlah suara lalu menyembah,
paduka sang pendeta agung,
(yang) menganugrahkan hidup,
apa yang (hamba) pergunakan membalas baik budi (paduka),
jika tidak badan dan jiwa hamba,
selalu (hamba) menyembah paduka,
janganlah dipersoalkan lagi,
karena belum waktunya,
datang saat meninggalnya.


Istrinya mengucapkan sembah,
luar biasa senangnya,
apa yang hamba pakai membayarnya,
besar memenuhi langit dan bumi,
sekarang hamba menurut,
bagaimanapun kehendak paduka,
sang pendeta agung berkata,
suamimu ajaklah pulang,
lalu beliau melanjutkan,
perjalanan beliau sang pendeta.


Entah berapa desa (yang) dilewati,
semak lebat jurang (dan jalan) sempit,
banyak batu yang tajam-tajam,
ada desa agung (yang) dijumpai,
lagi ada orang perempuan,
menangis serta berkerudung,
bersimpuh komat-kamit,
lagi pula dipanasi matahari,
segera datang,
sang pendeta mendekatinya.

78