Kaca:Geguritan Calonarang.pdf/56

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

sima catur juga,

apan panitahing hyang,

baya iki pamekasing.

sangara kalpa,

tuhu ling ira patih.


193. Manda bagia tumuwuh hana ring loka,

baya karma hinguni,

tak wenang lineaan,

amanggih wiadi baya,

yan tan sih ira sang yati,

saunga merta,

umuripana bumi.


194. Taplian uwus pasilih-silih anujar,

kencit perapta sang muni,

tumana ring rajya,

menggap angamar lampah,

sang nata mendak ing liring,

sarwiya anapa,

sampun akaruana linggih.


195. Kascaria sang nata yan angucapang tuas,

Citra Ratanelehi,

gatra bang gumiwang,

nyunyur lindining netra,

gesang ning lati amanis,

pandita wala,

setaning tameng gati.


" lenyapnya peredaran catur yuga,

sebab memang takdir Tuhan,

ini merupakan asal dari pada bahaya,

masa sangara (kiamat),

benar perkataan patih itu.


Kurang bahagia hidup di dunia,

kiranya akibat perbuatan yang dahulu,

tak dapat dilepaskan,

makanya menemui kesengsaraan,

bila tak balas kasihan beliau sang pendeta,

memberikan hidup,

menghidupkan (menyelamatkan) bumi.


Belum selesai tanya-jawab itu,

tiba-tiba datang sang pendeta,

masuk di istana,

lantas caranya berjalan,

sang raja menyongsong dengan penglihatan,

lalu baginda bertanya,

keduanya telah duduk.


Terheran-heran sang raja serta berkata dalam hati,

laksana dititisi dewa Citra Rata,

warnanya merah berkilauan,

sangat indah (jeli) matanya,

bibimya merekah manis,

pendeta muda,

oleh karena mahir dalam laksana.


57