selagi menurut pendapat saya seperti keliru almarhum, kata-katanya gegabah, tidak berhati-hati kepada rakyat.
234. Selalu mengisi dan menuruti hatinya, semua kata atau ucapannya, seperti Anak Agung Sulaksana, dan Anak Agung Samirana, sering berkata dengan marah, tidak tahu tata tertib, pangkal yang menjadi ujung, merusak undang-undang negara, selalu berbuat yang bukan-bukan.
235. UU sudah lama tidak dihiraukan, seolah-olah saya, tidak diberkahi oleh Tuhan, apa itu tidak menyebabkan kekacauan, Berkata Gusti Agung, tidak begitu, ini hanya anugrah Tuhan,
236. Lama I Gusti Agung dihadap, sesudah sore lalu mereka pulang, pertemuan bubar, I Gusti Agung ke dalam puri, diceritakan Ni Sudadnyana, I Gusti istri namanya, berbahagia menjadi istri raja, pintar meladeni rakyat, sanak saudara semua.
237. Setelah ia menjadi raja , kira-kira lagi sepuluh harinya, tiba-tiba sang Narada datang diiring oleh I Wiracita, lalu berjumpa dengan I Gusti Agung, ketika ada dalam pertemuan, I Wiracita mengikut, sudah sampai, di dalam pertemuan, semua orang heran.
238. Heran kepada orang sorga datang, berupa gandarwa, badannya ramping menarik hati, I Gusti Agung segera, menghaturkan air pembasuh kaki, kepada Sanghyang Narada, juga para pendeta ikut repot, salam penghormatannya dengan ucapan weda.
239. Sanghyang Narada lalu berkata, karenaku datang sekarang, mengantar anakmu ini, saking perintah Hyang Guru, terutama saya dan anakmu, adalah untuk menemuimu sekarang, karena kau sudah menjadi raja, saya mengharapkan suatu kewibawaan, di dalam memerintah negara.
240. Anakmu yang akan menggantikan, yang menyebabkan kesenangan dunia, menyebabkan ketentraman, sudah me rupakan titah sang Hyang Guru memberi tahu anakmu itu,
40