Kaca:Dongeng Panji Dalam Kesusastraan Bali.pdf/142

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

sal akan perbuatannya tadi. Raden Mantri berkata,

"Aku telah melarang kamu pergi, tetapi kamu pergi Juga. Katanya kamu menjadi tontonan di pasar. Kakak terharu mendengar berita itu. Dik, ini benang. Menenunlah sekuat tenagamu ! "

"Ya, Kak", sahutnya. Benang itu segera digulung. Setelah digulung, lalu diuraikan kembali dan ditampung pada sebuah alat. Ni Ketut Waluh menenun siang malam, tidak mengenal lelah. Sehari sebelum upacara hari lahir Ida Raden Mantri, saput itu telah selesai dikerjakan, kemudian diberikan kepada Ida Raden Mantri.

"Kak, besok pakailah kampuh ini bila bekerja bakti ke istana. Kalau dipinjam oleh Raden Mantri, jangan diberikan !" Menyahutlah Ida Raden Mantri,

"Mustahil Raden Mantri ingin meminjam kampuh kepada kakak. Masakan di istana kekurangan kampuh."

Diceritakan keesokan harinya pagi-pagi bertalu-talu suara gong di istana. Orang menyemut di jalan. Banyak orang sengaja menyumbangkan tenaga sambil menonton di istana. Raden Mantri berkata kepada Ni Ketut Waluh,

"Adikku, Ketut Waluh, lihatlah di jalan penuh manusia! Adik jangan keluar, agar tidak membikin malu seperti dahulu! Sekarang aku pergi ke istana. lngat pesanku itu!"

"Ya, Kak", jawab Ni Ketut Waluh. Kemudian Ida Raden Mantri berangkat ke istana memakai kampuh hasil karya Ni Ketut Waluh. Setelah sampai di istana, beliau memakai pakaian upacara. Sehubungan dengan upacara itu beliau berkeliling menunggang kuda diiringkan oleh orang-orang yang menabuh gong dan barisan yang membawa tombak. Diceritakan Ni Ketut Waluh yang diam di taman ingin menonton jalannya upacara di istana. Dia berpikir, "Luar biasa banyaknya orang menonton ke istana. Apa saja ada di istana? Aku akan pergi juga ke sana, ingin tahu apa yang terjadi." Demikian kehendaknya dan dia pun berangkat ke istana. Setibanya di depan istana terlihatlah Raden Mantri sedang berkeliling menunggang kuda, tetapi tidak diketahuinya bahwa yang menunggang kuda itu orang yang sehari-hari bersama dia di taman. Ia hanya tahu bahwa kampuh buatannya dipakai oleh orang itu. Ni Ketut Waluh berpikir, "Ah, telah kularang kakak meminjamkan kampuh hasil karyaku kepada Ida Raden Mantri, tetapi dipinjamkan juga!" Ida Raden Mantri marah melihat Ni Ketut Waluh,

136