Kaca:Dongeng Panji Dalam Kesusastraan Bali.pdf/118

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

“Ampun, Tuanku, keadaan aman sentosa di seluruh negeri.” Diceritakan setelah beberapa bulan, hamillah permaisuri, dan kandungan baliau sudah tua. Pada suatu ketika beliau melahirkan, tetapi yang dilahirkan berbentuk aneh yaitu sebuah periuk. Periuk itu kecil dan bersih. Hal itu dilaporkan oleh permaisuri kepada raja. Raja bersabda,

“Tidak salah perkataanku! Sekarang siapa yang kita salah- kan? Sebenarnya adiklah yang berbuat salah. Adinda lupa akan pesan dewa. Sekarang untuk apa kita memeliharanya? Periuk itu sebaiknya kita buang saja! Andaikata kita pelihara, tidak boleh tidak, dunia akan cemar.” Raja memerintahkan rakyat membu- ang periuk itu ke sungai. Raja dan permaisuri sedih dan bertangis- tangisan siang malam memikirkan hal itu.

Tersebutlah dua orang suami istri yang sangat isis, hidup di daerah Koripan. I Tiwas (si Miskin) tidak beranak. Pekerjaan mereka tiap hari mencari kerang ke pantai. Pada suatu hari Men Tiwas mencari kerang ke pantai, tiba-tiba dijumpainya sebuah peri- uk kecil terdampar di atas pasir. Baru saja dilihatnya periuk itu, lalu ja berkata kepada suaminya,

“Pak, lihatlah! Luar biasa indahnya periuk yang kecil mungil itu! Siapa gerangan yang membuangnya? Baiklah kupungut untuk tempat menyimpan sesuatu.”’

“Bu, itu. keterlaluan. Masakan benda semacam itu Ibu pungut. Benda apa yang akan Ibu simpan dalam periuk semacam itu? Kekayaan yang mana hendak Ibu tempatkan dalam periuk itu? Lebih baik Ibu tekun mencari kerang, agar besok bisa ditukar- kan dengan beras,”’ sahut Pan Tiwas:.

“Ah, bangsat! Bapak malas! Andaikata kubawa pulang toh tidak seberapa beratnya. Untuk makannya, aku kira tidak sebera- pa,’ jawab Men Tiwas sambil mengambil periuk itu, lalu dimasuk- kan ke dalam bakulnya. Setelah senja I Tiwas bersama pulang. Setibanya di rumah, periuk itu ditaruh di atas tempat tidurnya ka- rena dia senang sekali memandangnya. Karena sayangnya, periuk itu tidak diisi barang-barang. Setiap hari periuk itu mrereka awasi karena takut kalau-kalau hilang. Diceritakan pada suatu ketika Pan Tiwas dan Men Tiwas duduk-duduk sambil bercakap-cakap. Mereka membicarakan nasib malang yang menimpa diri mereka,

“Ah, kita sangat melarat! Apa yang harus kita usahakan agar

112