Kaca:Cerita Panji Dalam Sastra Klasik Di Bali.pdf/21

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

9


dang kesenian maupun dalam upacara keagamaan. Selain itu, cerita panji disajikan pula sebagai bahan bacaan di sekolah dasar (Satua Bali, 1979). Hal ini berarti bahwa cerita panji berfungsi pula dalam bidang pendidikan di sekolah pada masa kini.


2.4 Geguritan Pakang Raras

"Geguritan Pakang Raras" terdiri dari 623 bait pupuh ginada. Sebagaimana diuraikan di depan, pupuh merupakan salah satu jenis puisi Bali klasik yang terikat oleh syarat-syarat yang disebut padalingsa. Bagian padalingsa itu berkaitan dengan pemakaian ejaan, yaitu syarat jumlah suku kata (kecap) dalam tiap baris (carik). Tiap bait pupuh ginada terdiri dari tujuh baris dengan jumlah suku kata dan bunyi akhir tiap baris: 8a, 8i, 8a/o, 8u, 8a, 4i dan 8a.

Padalingsa pupuh ginada itu sepenuhnya diterapkan dalam "Geguritan Pakang Raras." Sebagai contoh dapat dilihat kutipan bait pertama sebagai berikut.

1) Ada kidung satwa melah, 8a

2) tutur Malate kasembir, 8i

3) matembang ginada reko, 8o

4) nanging twara pati mupuh, 8u

5) suduke katahan singsal, 8a

6) dewa gusti, 4i

7) aksama tityang manyurat. 8a

Sekalipun dalam "Geguritan Pakang Raras" diterapkan padalingsa yang biasa berlaku, ditemui juga beberapa penyimpangan yang umumnya berupa kekurangan atau kelebihan suku kata jika dibandingkan dengan syarat jumlah suku kata dalam tiap baris. Sebagai contoh dapat dilihat kutipan bait nomor dua sebagai berikut.

1) Sang Prabu ring Jenggala, 7a

2) agunge manyakra werti, 8i

3) mabala ndatan paingan, 8a

4) madue putra aukud, 8u

5) mapesengan Mantri Koripan, 9a

6) anom alit, 4i

7) wau ida madue mendra. 9a


Dalam kutipan di atas terlihat terjadinya kekurangan atau kelebihan suku kata pada beberapa larik jika dibandingkan dengan syarat atau padalingsa pupuh ginada. Misalnya pada baris pertama dipakai tujuh suku kata (semestinya delapan suku kata). Pada larik kelima dan ketujuh dipakai sembilan suku