Kaca:Cerita Panji Dalam Sastra Klasik Di Bali.pdf/16

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

4


nelitian ini berpegang pada teori struktural dengan memakai cara kerja filologi. Dalam hal menerjemahkan, penelitian ini berpedoman pada teori terjemahan Catford (1974), Nida (1969), serta petunjuk praktis terjemahan oleh I Gusti Ngurah Bagus(1978). Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut.

Dalam hal ini, yang dipegang sebagai dasarnya ialah terjemahan ideomatik walaupun pada dasarnya terjemahan ini boleh dikatakan setia kepada bahasa sumber. Namun, apabila penerjemahan tidak dapat dilakukan secara setia, maka ditempuhlah jalan terjemahan secara ideomatik. Terjemahan ini bukan terjemahan yang dapat mengungkapkan nilai seni karya sastra "Geguritan Pakang Raras." Titik tolaknya agar pesan teks sumber tidak kehilangan maknanya. Oleh karena dalam penerjemahan hasil sastra Bali klasik ini terdapat beberapa kata (konsep) yang tidak dapat diterjemahkan, maka dalam hal ini akan diberikan beberapa catatan.

Terjemahan unda-usuk bahasa sedapat.mungkin disesuaikan dengan padanannya dalam bahasa Indonesia. Kalimat disusun sedemikian rupa sehingga tampaklah unsur-unda-usuk bahasa itu.


1.5 Metode dan Teknik Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini ditempuh dengan mengadakan studi pustaka dan inventarisasi naskah yang ada di Gedong Kirtya Singaraja. Naskah-naskah itu diteliti dan diperbandingkan berdasarkan landasan teori yang tertera di atas. Naskah yang terpilih ditransliterasi sesuai dengan ejaan bahasa Bali yang disempurnakan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Usaha memenuhi atau menepati jumlah suku kata dalam tiap baris agar sesuai dengan ketentuan padalingsa dilakukan selengkap mungkin.

Masalah lain yang ditemui adalah berkaitan dengan pemakaian tanda baca.Tiap-tiap larik dan pupuk ginada yang membentuk "Geguritan Pakang Raras" diakhiri dengan koma (,), sedangkan tiap baitnya diakhiri dengan titik (.). Mengingat bahwa dalam "Geguritan Pakang Raras" terdapat dialog antara para pelaku, serta dialog itu kadang-kadang bersambung antara bait yang satu dengan yang lain, maka pemakaian tanda-tanda itu tidak tetap. Artinya, koma sebagai penanda baris dapat diganti dengan titik (contoh misalnya bait 9, 17, 19), sedangkan titik sebagai penanda bait dapat diganti dengan koma(contoh bait 84, 85).