ditu raris ida,
budale gagangsaran,
pakayunan marebutin,
di Karanglebah,
tongos maamukgisi.
432. Apan ento nepi kauh
jeroning kuta,
bu rauhe di puri,
raris mangutusang,
sikepe saking Cakra,
mamendak ne kauh kengin,
sranta majalan,
ne kelod ucap malih.
433. Suradadu tuara
pegat-pegat nerejak,
akudang ipun mati,
sikep di nagara,
mangkin kuciwa tadah,
saking kelod kauh medil,
Kumpeni ngulah,
nyehceh tuara gigisin.
434. Kalih suba pamatinge pada
ngahngah,
galake onya sami,
kalud ne ngenterang,
punggawa onya budal,
yan dija genah mandesil,
ngalih alingan,
rowange onya belit.
sudah dikuasai,
di sana beliau,
pulang dengan segera,
maksudnya hendak merebut
kembali di Karanglebak,
tempat mengamuk itu yang
dikuasai (dipegang).
Karena desa itu pinggiran
barat batas kota,
baru sampai di istana,
lalu memerintahkan,
pasukan yang dari Cakra,
untuk menyongsong musuh
yang di barat.
lalu segera mereka berjalan,
sekarang diceritakan yang di
selatan.
Serdadu Belanda tidak
henti-hentinya menyerang,
entah sudah berapa orang
yang mati,
pasukan kerajaan,
sekarang kalah dalam
peperangan,
dari selatan dan barat terus
menembaki,
Kumpeni terus mengusir,
menyerbu dengan tidak
memberi ampun.
Lagi pula pasukan kerajaan
udah kendor semangatnya,
semua,
dengan yang memimpin,
para punggawa semua pulang,
entah di mana mereka
menyembunyikan diri,
mencari perlindungan,