suradadu ngujanin,
ban mimis sinapang,
saking kelod narejak,
magulungan sawang kadi,
gulem ngeranayang,
sabeh ngalodogang gumi.
418. Pamatinge ring Mataram
sampun mendak,
yatna manguales medil,
saking jeroning kuta,
kujanan tuara pegat,
suradadu akeh mati,
wire kabanan,
manampi ujan mimis.
419. Mageliuran
masundul-sundulan nrejak,
asing madongsok mati,
apan ditu sengka,
gelar ngarepin tukad,
ne mangkin ucapang malih,
nak Agung Ngurah,
gongsor rauhe gelis.
420. Ka Mataram saha sanjata
mangap,
ring pampatan manggeh,
pamating mangambiar,
kadi sekar saalas,
sing kateteh pacang kampih,
ida anakda,
untat Amla nagari.
serdadu Belanda menghujani,
dengan peluru senapan,
dari selatan menyerbu,
berduyun-duyun,
seperti mendung,
yang menyebabkan hujan
membecekkan dunia.
Pasukan Mataram
menyongsong,
dengan hati-hati membalas
menembak,
dari dalam istana (kota),
dihujani dengan peluru
terus-menerus,
banyak serdadu Belanda yang
mati,
panik disebabkan,
dihujani peluru.
Pasukan berhamburan saling
desak dan saling serang,
setiap yang didesak mati
karena medan di sana agak
sulit benteng yang
menghadap ke sungai,
sekarang diceritakan,
Anak Agung Ngurah,
dengan segera datang.
Ke Mataram dengan senjata
siap di tangan,
lalu bertemu di perempatan
jalan,
pasukan yang menyebar
bagaikan bunga-bunga
bertebaran di hutan,
yang kena didesak semua
minggir,