Kaca:Dongeng Panji Dalam Kesusastraan Bali.pdf/139

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

Raden Galuh tinggal di sana bersama naga dan tampaknya akrab seperti bersaudara. Raden Galuh dinamai Ni Ketut Waluh dan naga dinamai Naga Lolok. Naga Lolok mempersilakan Ni Ketut Waluh,

"'Adikku, Ketut Waluh, silakan menanak! Ambillah beras di dalam tempayan. Kalau menanak beras, masaklah kira-kira sepuluh takaran!"

"Ya, Kak," jawab Ketut Waluh. Ketut Waluh mulai menanak sebanyak sepuluh takaran dan dibaginya menjadi di lima kukusan. Setelah nasi itu masak, Naga Lolok dipanggil diajak makan. Sekali makan Naga Lolok menelan satu kukusan. Ni Ketut Waluh dan Naga Lolok telah lama bersahabat dan mereka saling menyayangi. Pada suatu hari Naga Lolok memberitahu Ni Ketut Waluh,

"Adikku, Ketut Waluh, Kakak akan pergi bertapa ke gunung. Tinggallah kau di rumah !"

"Ya, kalau sampai hati Kakak meninggalkan saya, silakan pergi ! "

"Jangan salah paham, Adikku! Kakak tidak hanya memikirkan diri sendiri. Bila Kakak berhasil dalam pertapaan, Kakak berjanji akan menghilangkan kecemaranmu", jawab Naga Lolok.

Naga Lolok berjalan menuju gunung. Setiba di puncak gunung, naga berhenti dan di sanalah dia bertapa. Setelah lama bertapa, dia didatangi Batara Guru karena teguh imannya dalam melaksanakan tapa. Batara Guru bersabda kepada Naga Lolok,

"Hai , Naga Lolok, amat teguh hatimu selama bertapa di sini. Sekarang aku akan mengubah wujudmu menjadi manusia". Demikian sabda Batara Guru, lalu mengubah wujud naga menjadi manusia. Dalam waktu singkat kulit tipis naga terkelupas sedikit demi sedikit dan naga berubah menjadi manusia sebagai sediakala. Batara Guru bersabda lagi,

Sekarang aku telah menghilangkan kecemaranmu. Kelak kamu yang harus menghilangkan kecemaran adikmu yang ada di taman ! Sekarang silakan kamu pulang!" Setelah bersabda, Batara Guru menghilang.

Tersebutlah sekarang Raden Mantri. Beliau pulang membawa kulit tipis naga. Ketika beliau tiba di taman, Ni Ketut Waluh sedang berada di dalam kamar tidur dengan pintu terkunci. Raden Mantri memanggil,

133