Kaca:Cerita Panji Dalam Sastra Klasik Di Bali.pdf/74

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

"Inggih Paduka Sang Nata,

tembe mangkin,

tityang tangkil ring I Dewa.


206. Tityang nyuun pangandika,

sweca Ratu mamangorin,

dening tityang lintang momo,

mamarekan ring I Ratu,

dyapin kandikayang pejah,

tityang ngiring,

yening sampun pakayunan."


207. Sang Prabu ngandika natasang,

"Uli dija mulan cai?

Wangsa caine tuturang!

Pang da nira salah unduk."

Rahadyan matur anembah,

"Matur sisip,

tan wenten tityang uninga.


208. Kalih desan tityange kuna,

meling tityang sampun iriki,

dening tityang kolok lolo,

23b tan eling ring rama ibu,

uning tityang betek ring layah."

Sri Bupati,

malih ida mangandika,


209. "Jani apa kemanira,

mamunyi tekening cai,

nira nunden cai luas,

ne jani majalan kauh,

ka negara Pajarakan,

manatasin,

kreta pangraose rusak.


"Benar Tuanku Raja,

baru kali ini,

hamba menghadap Tuanku.


Hamba menurut perintah,

silakan Tuanku menghukum,

karena hamba sangat loba,

menghamba pada Tuanku,

walaupun diperintahkan mati,

hamba menurut,

jika memang kehendak Tuanku."


Raja berkata mengusut,

"Dai mana asalmu?

Ceritakan kastamu!

Supaya aku jangan salah tindakan."

Pangeran berkata dan menyembah,

"Mohon maaf,

hamba tidak tahu.


Akan desa asal hamba,

hamba sadar sudah di sini,

karena hamba orang bodoh,

tidak ingat akan ayah ibu,

hamba tahu kenyang dan lapar."

Baginda raja,

bersabda pula,


"Sekarang ada kehendakku,

berkata denganmu,

aku menyuruh kamu pergi,

sekarang pergi ke barat,

ke daerah Pajarakan,

memeriksa,

keamanan dikabarkan terganggu.