Kaca:Cerita Panji Dalam Sastra Klasik Di Bali.pdf/67

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

55

175. Pabisik bareng roangnya,
"Tityang mangunang sesangi,
20a yening tityang kapaica,
masesangi guling tetelu,
kaatur ring pura Dadya,
dulur malih,
sesayut Ian kampuh petak."

176. Ane sikian mangucap,
"Tityang masih saud munyi,
masesangi guling roras,
ring Betara Sanggah Suun,
maduluran ngupah Sangyang,
gambuh baris,
gandrung legong arja parwa."

177. Nengakena punika,
kocap sampun surup Rawi,
Raden Galuh angandika,
"Pakang Raras jalan suud,
mamaca ya suba sanja,
kema mulih!
Jani cai ngajabayang!"

178. "Sandikan Cokor I Dewa."
Tumuli gelis mapamit,
satekane maring jaba,
kawuwusan sampun dalu,
Raden Mantri malih ka pura,
Raden Dewi,
tangkejut raris ngandika,
179. "Cai Made Pakang Raras,
nguda cai bes nuukin,


Berbisik kepada temannya,
"Saya berkaul,
kalau saya dikabulkan,
berkaul tiga ekor babi guling,21
dipersembahkan di pura Dadia,22
ditambah pula,
sesayut 23 dan kain putih."

Yang lain berkata,
"Sayajuga berkaul,
berkaul babi guling dua belas
ekor,
kepada dewa Sanggah Suun,24
ditambah pertunjukan
Sangiang, 25
gambuh, 26 dan baris, 27
gandrung,28 legong, 29 arja, 30
dan parwa. “31

Tidak diceritakan tentang itu,
diceritakan matahari sudah terbenam,
Raden Galuh berkata,
"Pakang Raras marilah berhenti,
membaca,karena sudah senja,
pulanglah!
Kamu sekarang keluar."

"Baiklah Tuanku Putri."
Lalu segera mohon diri,
setiba di luar,
diceritakan sudah malam,
Pangeran lagi ke istana,
Raden Dewi,
terkejut lalu berkata,

"Kamu Made Pakang Raras,
mengapa kamu terlalu menuruti
hati.