Kaca:Babad Kayu Selem.pdf/69

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

62

39a. 1. sebab jelas sudah tlercapai tujuannya. Tiada diceritakan, tiba-tiba sampailah mereka di puncak Gunung Tolangkir. Demikian cerita­nya dahulu. Diceritakan lagi, maksudnya sudah jelas


2. tercapai, sesuai dengan permohonan mereka dahulu. Entah telah berapa lama, Hyang Mayadenawa menjadi raja di Pulau Bali, kemudian digantikan oleh islrinya yang bemama Ni Dyah Malini.


3. Setelah meninggalnya Ki Detya Karnapati dahulu, beliau yang berabiseka Sri Jayapangus, raja yang dahulu bersthana di Baling­kang. Konon kiranya Sri Haji Mayadenawa, menggantikan dipilih menjadi raja di Pulau Bali


4. Bali, bersthana di Bedanagara, beribu kota di Bata Anyar. Konon sejak pemerintahannya tiada terkira puasnya hati orang-orang di Bali sebab ada yang memegang tampuk nemerintahana, terutama


41a. 1. kemudian disertai oleh para Bhatara yang bersthana di kah­yangan-kahyangan yang ada di Pulau Bali, menghadap dan me­mohon kepada Bhatara Hyang Paramesti Guru, mohon agar mem­bunuh si Beda Danawa (Mayadanawa). Disetujuilah oleh Bhatara.


2. Itulah sebabnya diperintahkan kepada semua dewa dewata serta Resi Gana. Dewa Gana sampai di sorgaloka seperti Sang Hyang Indra juga datang ke Bali. Banyak lagi kalau diceritakan keadaan­nya, sudah tersirat dalam peraturan-peraturan dahulu. ltulah se-


­3. babnya si Mayadenawa kena senjata bajranya Hyang Indra. Mati­lah mereka di Sungai Patas, air Dapdap bersama patihnya Kala Wong. Itu sebabnya ada dinamakan Sungai Petanu, diketemukan sampai sekarang. Begitulah ceritanya sang raja, yang ada


4. pada zaman dahulu. Dengarkanlah selanjutnya. Sesudah Sri Mayadanawa mati, kembalilah mereka ke sorgaloka. Sebab mereka pahlawan perang, mereka diperkenankan membuka pintu sorga­ loka. Setelah mereka


b. 1. berada di sorgaloka, selanjutnya sedih hatinya Ni Dyah Malini melihat kesengsaraan suaminya. Tidak henti-hentinya menangis, sepeninggalnya Bhatara Mayadenawa; tidak habis-habis penyesa­lannya akibat perbuatannya, menyesali dirinya. Banyak macam ragam ratap tangisnya Ni Dyah Malini. Makin lama makin menya­kitkan hati. Kemudian pergilah mereka ke alam sapia patala menghadap kepada ibunya