Kaca:Struktur Novel Dan Cerpen Sastra Bali Modern.pdf/88

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

77

masekolah. .. (Sunari, hal. 1) 'Men Sunari tidak meneruskan lagi karena ia tidak jelas tahu perihal orang yang bersekolah.' Contoh yang lain: Luh Sunari mangkin sampun kelas tiga SMA, adinipun Ketut Jagra Wau kelas lima SD (Sunari, hal, 1)

Di dalam mewarnai latar pengarang novel ini menggunakan gaya yang metaforis, yaitu perbandingan langsung, pemindahan sifat benda untuk benda lain. Biasanya, diantarkan dengan satuan kata sekadi, satmoka, buka, dan mirib, khususnya untuk mengacu kepada pengertian pengandaian atau perumpamaan. Misalnya: ... Taler wit angsanane ring sanggah sleag-sleog satmaka nanjayang sekarnyane sane nedeng kembang. (Sunari. hal,1) 'Begitu pula,pohon bunga angsana yang ada di tempat pemujaan, melambai-lambai seolah·olah ingin menjajakan bunganya yang sedang mekar.'

Satu aspek lain dalam bidang pemakaian bahasa dalam novel Sunari ialah usaha pengarang yang sengaja mengetengahkan satuan kata 'bahasa Indo­nesia. Mengenai hal. ini tampak adanya kecenderungan pengarang hendak meramu unsur kebahasaan untuk memperjelas dukungan terhadap ide yang diamanatkannya. Sengan dimasukkanya satuan kosa kata bahasa Indonesia itu merupakan suatu hal yang logis dengan mengingat bahwa kemampuan berbabasa Bali itu belum memadai untuk mengangkat konsep-konsep pikiran tertentu. Misalnya, mengenai istilah dan bentuk singkatan serta akronim dalam bahasa Indonesia, seperti istilah pedagang acung, peng­ alaman, perpisahan, unik, surat tugas, wiraswasta, karang sari, karang kitri, lambang hidup, apotik hidup, bibit unggul. pencemaran lingkungan, KB, BKlA, dan IKIP.

Pemakaian istilah itu sejalan dengan penjabaran masalah sosial yang disentuh oleh setiap peristiwa dalam novel itu. Kenyataan ini tergantung kepada luas atau sempitnya pengalaman pengarang di dalam mengangkat satu masalah yang dijadikan tumpuan tema cerita.

Kembali lagi pada masalahgaya bahasa yang mewarnai novel Sunari itu, yang pada dasarnya tidak terlalu banyak yang harus diketengahkan di sini.

Dalam novel Sunari pemakaian gaya bahasa tidak terlalu banyak menghiasi naskah. Dipakainya hanya pada 'bagian yang dianggap tepat saja; misalnya, dalam peralihan situasi tertentu, seperti pada contoh berikut ini.

... Men Sunari tan nyidayang masaur, macelos kadi bancut rasan kayun­nyane, dekdek liget, nyag kadi gedahe pantigang ... (Sunari, hal. 17).

'Men Sunari tidak dapat menjawab seolah-olah terlepas tenaganya; hancur seperti cermin dipecah.'