Kaca:Struktur Novel Dan Cerpen Sastra Bali Modern.pdf/72

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

61

kenyem nyenne ja. Ane tawang Beli ane pepes narik ento lima adanne ...(BSKK,33) .

'Lantas apanya, yang lain semuanya jelek. Hanya senyum Beli yang me­narik, yang lain hidung (seperti) jambu, telinga seperti sendok, mata Gatotkaca, bentuk badan seperti kura-kura, wajah seperti batu merah persegi empat."

"Terserah apa yang mau Putu bilang. entah begini entah begitu po­koknya lamaran Beli sudah Putu penuhi, tamat sudah ceritanya; tetapi yang jelas senyum Beli memang tak pernah menarik. Demikian pula Beli tak pernah ditarik oleh senyuman siapa pun. Beli ketahui yang sering menarik itu (hanya) tangan namanya ..."

Pada bagian lain dalam alur cerita, Made Susanta merupakan seorang tokoh yang bergelut dengan objek tanah perkebunan ; pengarang melengkapi mental si tokoh itu dengan sifat-sifat seorang petani yang rajin. Hal ini terlihat dari cara-cara Made Susanta melestarikan kesuburan tanah perke­bunannya; sedangkan sebagai seorang tokoh yang sangat teguh memperjuangkan prinsip-prinsip pembangunan desanya, pemberian sifat jantan dan pemberani kepada tokoh Made Susanta dalam mengambil setiap keputusan adalah kelengkapan sifat logis dan mutlak diperlukan bagi seorang tokoh pembaharu dalam sebuah cerita rekaan.

Terlepas dari hal tertera di atas, mengikuti peranan yang dibawakan oleh tokoh-tokoh bawahan dalam novel Buah Sumagane Kuning-kuning, tampak sekali menunjukkan perbedaan sifat yang sangat kontras antara tokoh pendamping satu dan tokoh bawahan lainnya.

Putu Suasti sebagai pendarnping tokoh utama merupakan cermin sifat kewanitaan secara universal. Emosi menyebabkan ia jarang berpikir secara logis sehingga mudah terpancig oleh berita-berita gosip yang tidak tentu sumbernya.

Sebagai istri tokoh utama, tokoh pendamping ini terlalu cepat bereaksi. Mudah percaya akan fitnah yang dilontarkan kepada keluarganya, khusus­ nya mengenai ide-ide suaminya yang hendak membangun desa lewat penggalian sumur di daerah tandus itu. Sebagai pelepas sakit hati akibat berita-benta menjengkelkan yang baru diterima di pasar, maka tanpa perhitungan Putu Suasti langsung melepaskan kedongkolan hatinya terhadap sang suami.

"Kene suba anake dueg pedidiana. Bengkung. Nyapa kadi aku ento adanne. Suba uli pidan orahn apang nyak Bali ngugu orta. Ngugu munyin anak tua-tua. Kene suba dadinne. Dadi jlema gedegang gumi." (BSKK,5)