Kaca:Struktur Novel Dan Cerpen Sastra Bali Modern.pdf/53

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

42

"Sifat binatang. Nyah kau! Sekali lagi kau menginjak tanah ini, ku­ penggal kepalamu. Pulang engkau sekarang juga. Prak! Prak! Prak! Prak!!!" Cerita itu terngiang-ngiang dalam pikirannya. Akan tetapi, ia tak berani kembali ke Karangasem. Sejak peristiwa itu, ia tidak pernah bertemu dengan Nyoman Sandat. (MRRS, hal. 1).

Demikianlah beberapa hal yang dianggap perlu telah dikemukakan sehubungan dengan penyajian cerpen "Matemu ting Rumah Sakit". Seperti juga pembicaraan novel di atas hal itu dilakukan dalam usaha untuk menemukan alur cerita. Dengan kata lain, untuk menemukan sebab-akibat yang logis dari penampilan insiden-insidennya. Pertanyaan "mengapa" yang ditujukan terhadap insiden-insiden itu ternyata dapat menemukan peme­cahannya. Dengan kata lain, alur cerita dapat dicapai.

Seperti tertera di atas, baik novel maupun cerpen yang dijadikan sarmpel dalam analisis ini diambil dari pemenang sayembara yang diadakan oleh Balai Penelitian Bahasa Singaraja. Menurut keputusan juri, urutan pemenang cerpen itu adalah "Mategul Tan Patali". "Togog", dan terakhir "Matemu" ring Rumah Sakit".

Penilaian yang dilakukan dalam analisis ini sama sekali tidak ada hubungan dengan penilaian para juri itu. Pendekatan yang dilakukan semata·mata tergantung kepada kepentingan analisisnya. Dengan demikian, persamaan dan perbedaan mungkin saja teIradi. Sehubungan dengan pembicaraan alumya, analisis ini menempatkan cerpen Matemu ring Rumah Sakit dalam posisi teratas karena memiliki unsur-unsur alur yang paling kuat, kemudian disusul "Togog" dan terakhir "Mategul Tan Patali",

3.2.5 Alur Cerpen "Togog"

Cerpen "Togog" dan "Mategul Tan Patali" menceritakan nasib seorang janda muda yang ditinggalkan oleh suaminya. Suami Wayan Nerti dalam "Togog" meninggal karena teriibat dalam peristiwa G-30S-PKI, sedangkan suami Luh Manik dalam "Mategul Tan Patali" meninggal karena kapal yang ditumpanginya tenggelam di Selat Lombok. Kedua janda itu mempunyai anak; Wayan Nerti mempunyai dua orang anak, Luh Manik mempunyai seorang anak. Dalam pergumulan hidupnya sebagai janda muda, yang sama-sama cantik, pelukisan Wayan Nerti dalam "Togog" lebih wajar daripada pelukisan Luh Manik dalam "Mategul Tan Patali".

Peristiwa bersejarah G-30S/PKI yang telah terjadi hampir enam belas tahun lalu ternyata masih banyak mengetuk hati pengarang sehingga diangkat ke dalam sebuah karya sastra.