Kaca:Struktur Novel Dan Cerpen Sastra Bali Modern.pdf/41

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

30


Sunari menerima Made Ambara yang mempunyai predikat seorang maha­siswa sebingga sekaligus dapat menghapuskan ejekan masyarakat. Lebih dari itu, hal itu merupakan langkah maju dalam menghadapi perbuatan terkutuk Wayan Duria. Seperti telah dinyatakan di atas, rasa kasihan mengalahkan cintanya kepada Mde Ambara. Introspeksi diri Luh Sunari cukup besar sehingga dapat menekan rasa ingin menepuk dada yang selama itu dipendamnya. Hal ini diperkuat lagi oleh penolakan Luh Sunari terhadap usaha Made Ambara untuk memeluk dan menciumnya sesaat sebelum tontonan mulai.

Demikianlah akhirya, tanpa memahami apa yang terjadi dalam diri tokoh utama itu, maka pembaca akan mudah tergelincir pada anggapan bahwa Luh Sunari tidak mau menggunakan kesempatan untuk memulihkan nama yang sudah jatuh di masyarakat, atau pengarang hanya ingin memperpanjang cerita, mengulur-ulur waktu agar novel itu menjadi lebih panjang.

Keberangkatan Wayan Duria secara mendadak ke Yogyakarta dapat dicari sebab-sebabnya. Pertama adalah persiapan untuk mencari sekolah dan ke­dua jelas mau melarikan diri ari tanggung jawabnya. Wayan Duria anak tunggal dan anak orang kaya, yang sejak kecil telah diajar berpikir mudah oleh uang. Hal ini berpengaruh terhadap keadaan studinya di Yogyakarta. Kepulangannya ke desanya dengan alasan riset, bukan liburan, merupakan alasan yang tepat bagi keluarganya karena batas waktu riset lebih sukar ditentukan oleh orang lain.

Di rumah Wayan Duria menghabiskan waktunya untuk berbelanja di warung selain berburu. Pertemuannya dengan seekor ular besar di gua Lawah merupakan peringatan keras yang berhasil mengubah pikiran Wayan Duria menuju ke jalan yang benar. Ia sadar dari sifat-sifatnya yang terkutuk, seperti memboroskan uang, membunuh binatang, terutama dosa­nya terhadap Luh Sunari.

Dalam hubungan di atas, dapat juga dilihat hal-hal yang mungkin dianggap mustahil seperti seekor ular besar yang dijumpai Wayan Duria tanpa membelit atau menggigit, yang hanya sekedar menakut-nakuti. Wayan Duria lari, kemudian Gede Gomloh kembali ke tempat itu mengambil senjata dengan selamat. Setelah sampai di rumah, Wayang Duria sakti karena mimpi disambar burung, tetapi sembuh kembali setelah dibuatkan sesajen. Secara logika, jelas sukar diterima, suatu hal yang ironis untuk disajikan dalam novel modern seperti terlihat dalam kutipan berikut ini.