Kaca:Geguritan Mladprana.pdf/89

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

85


11. I Mladprana melihat dengan jelas, jelas kelihatan Dukuh Sakti, kemu- dian diambilkan panah, yang bernama Maya-geni, Ni Dukuh mati ter- bakar, tidak dapat mengelak mati, I Mladprana berkata, "Oh kamu Ula- sari, ayolah, karena hari hampir siang."

12. Kemudian langsung berjalan, pelan dan berulang-ulang mengaso, sesam- pai di tepi desa, matahari sudah terbenam, I Mladprana kemudian ber- kata, "Mana negeri Pratana itu." Ni Ulasari menjawab, Ini sudah dekat istana." Dan langsung, sesampai di halaman istana.

13. Ada kira-kira satu setengah jam, lampu sudah menyala, diikuti terang bulan, persis seperti siang hari malam itu, semua pelayan gembira, sudah selesai memasang bangunan darurat, beratap dengan sutra, I Patih di sana memimpin, dan Tumenggung, serta Demung pemimpinnya.

LIV. PUH DEMUNG

1. Ulasari kemudian berkata pada I Mladprana, "Tuan kemarilah ikuti, se- dang hilir mudik, supaya samar ke puri." I Mladprana menurut, turut mengikuti, menuju ke pamengkang, tidak ada orang menyapa, sesampai di sana I Mladprana, disembunyikan di bawah bakung.

2. Ni Ulasari langsung ke sana mengintai, ke tempat tidur Sang Ayu, dida- patkan dia menjungkir, pelayan di sana menghadap, Padapa Wiraga Sala- ga, ketiganya berkata, "Ada pekerjaan apa, ke mana dari tadi malam, enak perasaan kamu meninggalkan, Kakak bertiga bengong.

3. Tidak dapat menghibur yang menderita. Nah mungkin sekarang kamu sanggup, menghibur sang Ayu, Kakak akan menuruti kamu." Ni Ulasari berkata, "Jangan Kakak ingkar pada kata-kata." Ketiganya berkata, "Kalau Kakak ingkar pada kata-kata, supaya selamanya tidak bahagia, perbudaklah Kakak sekehendakmu."

4. Ni Ulasari kemudian mendekat, "Ya Ratu Sang Ayu, berhentilah men- jungkir, Kakaknya sudah datang." Ni Jangga Ketaki diam, Ni Ulasari keluar, mencari I Mladprana, "Cepatlah Tuan ke sini, Adik Tuan sedih sekali, tidak dapat makan tidur."

5. I Mladprana kemudian langsung ke tempat tidur, sampai di sana meme- luk bahu, meraba pipi, mengambil susu, sambil mencium mengisap bi- bir, Ni Jangga Ketaki masih kesal, menyenggol mukanya masam, meng- hindar sambil menolak, marahnya bukan main, karena salah pengertian, supaya dapat juga ngambul.