Kaca:Geguritan Mladprana.pdf/5

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

PENDAHULUAN

Geauritan Mladprana dikarang oleh I Gusti Made Rai dari Puri Mayun Menguwi Badung. Geguritan ini ditulis dengan huruf Bali dalam bahasa Bali Kepara yang bercampur dengan bahasa Jawa Kuna. Dalam geguritan ini banyak terdapat hal yang menarik perhatian kita, antara lain lukisan dharma. Di samping itu, terdapat pula ajaran asta corah (delapan perbuatan dusta) dan sad tatayi (enam macam pembunuhan) yang harus dihindarkan oleh setiap orang, sesuai dengan ajaran Agama Hindu di Bali.

I Wayan Rudita,yang berasal dari Banjar Kasta, meminang seorang gadis yang bernama Ni Ketut Oka (Janggaketaki), anak I Gede Taman, dari desa Wanapuspa. Pinangan I Wayan Rudita diterima oleh I Gede Taman. Saat itu sebetulnya Ni Ketut Oka sudah mempunyai seorang kekasih, yaitu Mladprana dari desa Purbawyanjana.

Pada suatu hari berita tentang perkawinan I Wayan Rudiya dengan Ketut Oka sampai pada telinga Mladprana. Oleh sebab itu, Mladprana mengutus Ni Luh Ngasa ke rumah Ni Ketut Oka untuk menyampaikan sepucuk surat. Untuk membuktikan kesetiaannya kepada Mladprana, Ketut Oka melarikan diri dari rumahnya dan masuk ke hutan Mayura. Ketut Oka tidak setuju dijodohkan dengan I Wayan Rudita. Berita hilangnya Ketut Oka didengar pula oleh I Mladprana. Mladprana langsung mencari Ketut Oka ke hutan. Akhirnya, Mladprana bertemu dengan Ketut Oka di hutan Mayura. Mereka berjanji untuk kawin setelah keluar dari hutan.

I Dirantaka, saudara sepupu Ketut Oka, berusaha mencari Ketut Oka yang menghilang dari rumahnya. Dia kemudian bertemu dengan Mladprana di hutan Mayura yang sedang berjalan dengan Ketut Oka. Dalam pertemuan ini terjadi perkelahian antara Mladprana dan I Dirantaka. Mladprana dapat mengalahkan I Dirantaka. Akibat perkelahian itu, Mladprana tidak sadarkan