Kaca:Geguritan Mladprana.pdf/38

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

34

Bapak ingkar kata-kata, Bapak sudah tua, tidak pantaslah belajar berdusta, sekarang pulanglah dulu. Bapak memikirkan, mencari kabar dan memikirkan, lain kali lagi dibicarakan.”

XXI. PUH PANGKUR

1. I Rudita tidak menjawab, kemudian bangun dengan kasar langsung pulang, mengkerutkan alis berwajah masam, penglihatannya garang jalannya ngawur, setiap yang dilihat disangka memusuhi, yang benar dilihat salah, karena terlalu marah.

2. Banyak orang yang ditemui, sedang rapat berbicara saling meninggi, itu disangkanya menertawainya membuat malu, kemudian pulang, mukanya masam, sampai di rumah marah-marah, setiap yang dekat dibenci.

3. Lalu berkata pada ayahnya, ”Bagaimana apakah masih sayang atau tidak, kalau sayang jadilah pergi, meminta Ni Alit Warsiki, kalau tidak berhasil, saya beristri dengan dia, lebih baik saya permisi ke hutan, malu kalau masih di sini.

4. Menjadi bahan tertawaan, kalau tidak dibela lebih baik saya mati.” Ayahnya menjawab, ”Mengapa Ayah tidak sayang, dari kecil, sudah didoakan supaya selamat, sekarang sudah besar dibuang, hanya mengusahakan lagi sedikit saja.

5. Ayah menurut, sekarang pikirkan dulu, supaya caranya benar, sekarang Ayah bingung, karena mendadak, sekarang hiburlah dulu, ingkel wong agar hilang, Ayah akan berangkat meminta.”

6. Selesaikan dulu di sini, tidak diceritakan di Banjar Kasta, sekarang diceritakan di Pertapaan, Sri Empu Wrediaguna, berkata, pada I Mladprana, “Kamu pulanglah, mungkin ada mala petaka di rumah, kalau tidak ada mati pasti ada sakit.”

7. I Mladprana berkata menyembah, "Saya menurut saya mohon bekal dibawa pulang, kalau saya bertemu dengan musuh, penyakit maupun hama, lagi pula, supaya saya panjang umur, supaya saya bisa, membayar janji-janji saya dulu.”

8. Mpu Wrediaguna, memberikan Mretyun-jaya aji luwih, wimohana mantra suci, yang dipakai dalam peperangan, kalau menghadapi penyakit, Panca-buta Dasa-bayu, serta Wijaya kusuma, bayu rampang wisnu murti.

9. Selesai beliau menganugrahkan, I Mladprana dan Ni Jangga Ketaki pulang, tidak diceritakan dalam perjalanan, diceritakan sesampai di rumah,