Kaca:Geguritan Mladprana.pdf/28

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

24

8. Jangga Ketaki berkata keras, "Saya ikut Kak, hidup atau mati, supaya jangan direbut.” Kemudian Mladprana mengepit, sangat rikuh, tidak bisa menangkis.

9. Dirantaka merasa iri bertambah marah, sekarang marahnya luar biasa, memeluk sekuat-kuatnya, Mladprana rikuh sekali, kena bahunya sebelah kiri, membalas, mengenai hulu hati.

10. Dirantaka luka hulu hatinya, darahnya muncrat, kemudian mati, I Mladprana, lukanya keras sekali, darahnya keluar bercucuran, jatuh karena terlalu payah, jatuh pingsan mukanya pucat pasi.

XV. PUH DEMUNG

1. I Ketut Oka menjerit dan merangkul, "Aduh bagaimana ini Kak, kenapa Kakak rela meninggalkan mati, sadarlah Kak, hapuslah air mata saya, bukalah sanggul saya, perbaikilah, janganlah Kakak memejamkan mata, saya tidak Kakak lihat,” kata-katanya membujuk,

2. Mana kelembutan Kakak memeluk dan mencium, merangkul memeluk ketiak, memegang susu, dan selalu mengisap bibir, mengapa ikhlas sekali, apa salah saya Kak, kalau memang salah, salahkanlah jangan tidak menyapa, bagaimana kehendak Kakak katakanlah, saya bersedia menurut.

3. Lagi pula musuh sudah dibunuh, sekarang Kakak juga meninggal, lebih baik tunggulah saya, bersama-samalah berangkat, supaya Kakak menuntun saya, di jembatan goyah itu, kapan-kapan kalau menjelma, supaya bertemu lagi, menemukan kebahagiaan bersuami istri, karena sekarang belum berhasil.

4. Saya pakai membalas kebaikan Kakak, Kakak rela bertaruh nyawa, kalau tidak nyawa dipakai menebus, menebus semua hutang budi, kalau diganti tidaklah sepadan, rasanya cinta kasih menjadi satu, begitu jelasnya hati saya, bersama di dunia nyata ataupun di dunia tidak nyata, mengiringi Kakak di alam baka, setiap hari meladeni makan.

5. Bersatu bahagia dan berbakti sampai nanti, nanti kalau kembali menjelma, kalau saya menjadi perahu, supaya Kakak mengemudi, kalau saya menjadi bunga angsana, Kakak menjadi pohon gadung, ya kalau saya menjadi kidung dan kakawin, Kakak menjadi pembacanya, saya menjadi telaga Kakak menjadi bunga tunjung.

6. Supaya jangan seperti sekarang sia-sia, belum berhasil menikmati kebahagiaan, memang nasib saya tidak baik, Tuhan sudah hilang, Dewa