Kaca:Geguritan Mladprana.pdf/23

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

19


13. ”Hilang siapa yang mengambil?” Jawabnya, ”Belum diketahui siapa yang mengambil.” I Huruja keluar, membunyikan gendongan, kemudian datang penduduk kampung berduyun-duyun. I Huruja menyampaikan berita itu, kemudian mencari ke mana-mana.

14. I Rudita kembali, ke Wanapuspa. Masyarakat sudah bersiap-siap, I Gede Taman berkata, kepada semua anggota Banjar, "Ayo berangkat, menyelidiki masuk desa, Kalau berjumpa Ni Ketut Oka, sudah bersuami,

15. Jangan lagi bertanya apa-apa, bunuh saja kedua-duanya jangan dikasihani.” Anggota Banjar menurut. Kemudian berangkat menyelidiki, siang malam selama tiga hari, sama sekali tidak ada berita, kemudian kembali.

16. Setelah mereka di rumah, bagaikan berjanji dengan I Huruja, I Gede Taman berkata, ”Bagaimana ada berita?” Huruja menjawab, ”Tidak menemukan, lagi pula tidak ada berita, ada orang laki menghilang di desa ini.”

17. ”Sekarang Kakak pakai akai menyebarkan, pada orang desa siapa yang menemukan Ni Ketut Oka, kalau ia sudah mau, supaya dia langsung mengawini.” I Gede Taman, menjawab membenarkan, kemudian diumumkan di Balai Banjar, semua anggota Banjar merasa senang.

18. Ada sepupunya, bernama Dirantaka kemudian pulang, mengambil keris pusakanya, bernama Gunapangan, kemudian berangkat, menjelajahi hutan rimba yang luas, tidak diceritakan Dirantaka, mencari ke Wananegari.

XI. PUH ADRI

1. Diceritakan I Mladprana mendengar, berita yang sebenarnya, Ni Ketut Oka menghilang, ia pergi sendirian, rela meninggalkan Bapak, karena setianya pada kata-kata, maka itu pergi untuk membuang diri, pergi tidak menentu, tidak berhasil ditemukan.

2. Menjelang siang hari I Mladprana bangun, duduk berlinang air mata, ”Di mana kamu saya cari, di laut atau di gunung karena kamu tidak ada beritanya masih hidup atau sudah mati, kalau kamu sudah mati, carilah saya ajaklah saya mati, supaya kita bersama-sama.

3. Kalau saya tetap hidup begini, jelas tetap akan hidup menderita, hidup sakit hati, jelas neraka yang diperoleh, karena tidak bertemu denganmu, karena itulah mohon agar mati, kalau masih hidup sakit hati, seperti sakit cacar, makin lama makin bertambah keras.”