Kaca:Geguritan Mladprana.pdf/21

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

17

mau menyerahkan diri, supaya jangan ditertawai, saya berbicara pada Kakak.

13. Celakanya karena terlalu berani, meminta pemberian Kakak, minyak wangi yang harum-harum sebagai tanda cinta, gelang pendok yang ter- bungkus, yang menyulap mata saya, sehingga menjadi gila dan bingung, Kakak tambah dengan kesedihan.

14. Kakak sudah tidak cinta lagi, karena sekarang Kakak memutuskan, ti- dak cinta hanya mencari alasan, karena hati Kakak tidak cocok lagi, baru mendapat alasan, kebetulan sekali, Kakak membuang saya.

15. Walaupun demikian hati Kakak, saya juga menginginkan, supaya Kakak rela, mendatangi saya orang desa, di tanah yang kosong, supaya dapat, saya berbicara pada Kakak.

16. Sebagai tanda saya masih cinta, sekarang marilah kita berbicara lang- sung, supaya jangan sama-sama memendam perasaan benci, semua me- rasa benar, kalau itu yang dituruti, jadilah kita tidak berbicara, menye- babkan hati rusak.

17. Begitulah permohonan saya, kalau tidak rela mendatangi, berikanlah keris Kakak, akan saya pakai jalan mati, sebagai tanda bakti kepada Ka- kak, karena sekarang, tidak bisa saya meneruskan cinta.

18. Dikemudian hari supaya bisa, saya mencintai Kakak, karena sekarang ini sudah takdir, memutuskan cinta yang telah bulat, karena Kakak sa- lah mengerti, ikhlas dan rela, tidak ingat lagi pada kesetiaan yang lalu.”

19. Setelah selesai menulis surat, kemudian ia menuju ke tanah kosong, pada Luh Ngasa dia berkata, "Ini surat bawa pulang,” diambili, setelah diterima keduanya pulang.

20. Diceritakan Ni Luh Ngasa, sampai di rumah menyerahkan surat, I Mlad- prana mengambil, kemudian dibaca dalam hati, setelah dimengerti lalu berkata, ’Kakak kembalilah, berbicara pada Ketut Oka.”

X. PUH PANGKUR

1. Katakan saya tidak berubah, seperti surat saya tadi, saya tidak ikut ber- bohong, begitu berani dan genit, pura-pura cinta, sekarang saya tidak percaya, dengan kata-kata Ni Ketut Oka, karena pendiriannya goyah.

2. Nah, berangkatlah sekarang.” Kemudian Ni Luh Ngasa berangkat. Tidak diceritakan dalam perjalanan, diceritakan sudah sampai di sana, kemu- dian berkata, pada Ketut Oka, semua kata-kata I Mladprana, sudah se- mua diceritakan.