Kaca:Geguritan Mladprana.pdf/20

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

16

IX. PUH GINADA


1. “Ya Kakak Mladprana, semua isi surat Kakak, sudah saya mengerti, lebih asam dari asam yang paling masam, lebih asin dari garam, sepat dan pahit, pohon kantawali terkalahkan.

2. Benar seperti surat Kakak, saya memang wanita tunasusila, sengaja menyalahi takdir, sudah bocor lagi disuduk, maka ikhlas saya mau, berdoa untuk berbuat baik, diumpamakan seperti bertapa.

3. Setiap orang menggoda, saya tetap tegar tidak goyah, terlalu kekar dikira mengekalkan, saya menyampaikan pada Kakak, sebabnya saya tidak ke sana, kemarin, karena tidak mendapat jalan untuk pergi.

4. Banyak muda-mudi, berkunjung dan membaca kakawin, sampai siang, kalau saya memaksa untuk pergi, jelas saya mati, tergeletak, mati tidak karuan yang tidak membawa hasil.

5. Karena terlalu cinta, belum dapat dibuktikan, bohong kalau saya mati, karena terbukti masih ada, saya ini bagaikan perahu, Kak, tanpa katir, bagaimana berlayar mencari Kakak.

6. Pikiran saya bagaikan wayang, diwarnai dengan air emas dan berukir, bercahaya tanpa suara, bergantung pada dalangnya, menarikan dan memberi suara, karena Kakak, saya anggap sebagai dalangnya.

7. Terserah Kakak yang mengucapkan, saya orang sakit hati, Kakak bagaikan dukun, pahit sepat obat Kakak, juga saya telan, walaupun masih sakit hati saya.

8. Umpamakan seperti pohon gadung, dipaksa supaya melilit, datang angin bertiup, membuat hati saya bingung, panas rasanya seperti menggelegar, dipanasi, mendidih menjadi air mata.

9. Air mata saya banjir, disangka menghilangkan sakit, tetapi sakit hati bertambah, bagaikan ditarik tidak bertenaga, bagaikan kena bisa mandar, ingin mandi, tetapi Kakak sudah jauh.

10. Sekarang sudah memutuskan cinta, hancur tidak bisa diperbaiki, hati saya masih tetap, karena saya masih berbakti, lebih putih dari kain kasa, bagaikan lampu, nyalanya tenang tidak tergoyahkan oleh angin,

11. Cinta saya bagaikan air, di laut berombak bening, bagaimana caranya memutuskan, potong dengan kayu terjal, juga tidak akan putus, mungkin bertambah, berombak dengan galaknya.

12. Pikiran menjadi menyatu dan galak, tidak menghiraukan hujan angin, karena membulatkan pikiran, sengaja mengharapkan Kakak. Karenanya