Kaca:Geguritan Mladprana.pdf/19

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

15

5. Tidak bisa karena ia mendapat restu kembali muda, hilangkan pikiran yang tidak baik, jika sifat itu yang ditiru, jangan dengki iri hati,jelas tidak akan menemukan kesulitan, karena itu patut sekarang diulangi, tirulah tapa Hyang Bruna, ikatlah pikiran yang goyah, tapa Hyang Danendra, menyucikan pikiran, kesadaran pikiran yang dipegang, jangan menuruti pikiran yang mabuk.

6. Tapa Sang Bayu dipentingkan untuk menyelidiki, yang benar dan yang salah, supaya benar juga tingkah lakumu, kemudian tapa Yama yang dipakai, melawan pikiran yang tunasusila, tirulah tapa Agni itu, membuang pikiran yang bohong, pakailah tapa Surya itu, nah tetapkanlah, panaskah hati yang menjijikkan, jangan dengki iri hati.

7. Isi hati pada manusia kotor seperti saya, kalau bisa olehmu, seperti bahan sate, karena itu sekarang, orang-orang mengikat kerbau sapi, tetapi saya yang kau ikat, dirongrong hati yang sembrawut, yang diharapkan tidak didapat, mendapat cincin, akhirnya dipakai terhukum, kain batik menarik untuk memutuskan.”

8. Setelah selesai menulis surat, I Mladprana memanggil Ni Luh Ngasa, ”Mbak berangkatlah lagi ke sana, berikan dia surat ini.” Ni Luh Ngasa berkata halus, "Kakak menurut.” Kemudian ia pergi. Diceritakan setelah sampai dia di sana, didapatkannya Ni Ketut Oka, duduk termenung, kurus pucat pasi, seperti bulan kesiangan.

9. Ni Luh Ngasa mendekat menyodorkan surat dan diambilnya. Setelah diterima, datang Wayan Rudita, kemudian ia menyapa halus, ”Baru sekali ini Kakak ke sini, apa yang dikehendaki.” Ni Luh Ngasa menjawab, "Kakak meniru membuat songket, minta pelajaran, kepada adikmu.” Kemudian I Rudita duduk.

10. Berbicara saling goda dan saling puji, dan I Ketut Oka bingung pikirannya, kemudian ia berkata halus, “Kakak pulang saja sekarang, karena saya tidak enak badan, kapan-kapan belajar menenun,” ditambah dengan kerlingan mata sebagai isyarat, di mana menunggu, di tempat berbicara kemarin, Ni Luh Ngasa segera pergi.

11. Kemudian, diam-diam pergi ke tanah yang kosong bersembunyi. Hal ini tidak diceritakan. Sekarang diceritakan Ni Ketut Oka, pergi ke tempat tidur, membaca surat itu, sudah diresapi semua isinya, meresap di dalam hati. hulu hatinya bagaikan dicongkel, bagaimana caranya sekarang, terlanjur salah, lebih baik dibalas saja sekarang, kemudian diambil kertas dan ditulis surat.