Kaca:Geguritan I Dukuh Siladri.pdf/37

Saking Wikisource
Kaca puniki sampun kauji-wacén

30


Aji itu paling utama tetapi masih di pilih-pilih menerima anugrah Hyang memang sulit oleh karena merta bisa buruk, supaya tahu memilihnya.

89. Walaupun demikian sebenarnya kamu pikirkan perolehan kebaikannya, dipegang, I Siladri menyembah, perasaanya suka dan berseri, anugrah nasehat utama, lalu ke malaman di jalan, ketika bulan bersinar.

90. Diceritakan konon sudah tiga hari, Empu Dibiyaja berjalan, Siladri di tinggal, masih mengajak anak Empu Dibiyaja tidak menoleh, terus berjalan, dengan sengaja tidak di toleh.

91. Naik ke selatan berjalan dituju, gunung Trissengga dituju, dari sana ke timur, naik di Himalaya, kosongannya lebar sekali, tak ada kayunya, matahari terbenam di tengah jalan.

92. Jadi terlana malam suasana masih sepi, Empu Dibiyaja konon, sudah berbadan suci, bersatu dengan air dan bumi, bahagia menemukan sorga, umpamanya seperti kupu-kupu


Sang Hyang Aji, ento luwih utama, nanging masih tetesang, nunas swecan Hyang tuah sukil, apan merta mawor wisia, apang bisa manggalihin

Twinnyan keto pragatnya cai kukuhang, bakat rahayune gisi, I Siladri nyumbah, idepnya suka bingar, kaswecanan tutur luwih, tulya petengan di jalan, endag bulane nyndarin.

Kacarita kocap sampun tigang dina, Empu Dibiyaja mamargi, Siladri katinggal, kari mengajak panak, Empu Dibiyaja tong nolih, menrus majalan, kasugihan tong katolih.

Mener kelod pamargine kasasunutan, gunung Trissengga kahungsi, uli ditu nganginang, menek ring Himalaya, bengange linggah tan sipi, tong ada kayunnya, surya enggseb maring margi.

Dadi campuh petenge tekening lemah, maidehan pada sepi, Empu Dibiyaja kocap, sampun mawak pranawa, amor maring taya bumi, suka molih swarga inayahang dening Apsari.