Kaca:GEGURITAN MEGANTAKA.pdf/63

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

19. Ketiganya terbang bertolak belakang, ada yang turun ada yang naik, tidak diceritakan dalam perjalanan, kira-kira tengah malam, Dewi Sekarkancana sampai di bumi, menuju pondok, bertemu dengan kakandanya, Mastilar negara, ke- betulan sedang duduk termenung menghadap ke timur, tiba- tiba datang adiknya.

20. Setibanya Raden Dewi lalu duduk di pangkuan, sambil minta sepah, lalu digosokkan ke bibirnya berkata penuh mesra, "Ya kanda Mantri, besok kanda berperang, jangan yang lain yang dihadapi, carilah Megantaka, supaya kanda benar-benar berbakti kepada kakak Mantri".

21. Ini bunga gadung dan melati, dipakai memanah jika sudah berhadapan, terserah menurut kehendak kanda," Raden Man- tri berkata, "Ya saya menuruti semua perintah adinda", tidak diceritakan malam harinya, fajar telah merah, di ufuk timur, prajurit telah bersiap-siap, kawan dan lawan semua siap tempur, akhirnya hari menjelang pagi.

22. Raden Megantaka keluar, ke medan perang menantang, "Hai orang-orang Ambaramadya, mengapa tidak keluar, apakah kamu mundur berperang, jika takut dan menyerah, anak istri- mu semua bawa ke mari serahkan padaku, mudah-mudahan ada yang cocok untuk kupakai istri.

23. Yang tidak kupakai sekarang, saya suruh bawa ke perahu, aku menyuruh kamu, Ambarapati, besok menjadi tukang kurung ayam dan pembantu, kamu mengandalkan wanita, jangankan perempuan, yang tidak tahu berperang, masakan itu disuruh berperang, sungguh malu sebagai raja utama.

24. Kipas dan peniup angin dipakai menghalangi, periuk dan tempayan serta kukusan (alat menanak) prajurit laki-laki melawan tembak dan tulup, sungguh tiada tandingan, mela- wan perempuan, Sang Dewi mendengar, lalu menyuruh kandanya keluar, ke medan peperangan, lalu Raden Mas Tilamnagara keluar dengan senjata.

25. Sang Megantaka waspada melihat, kepada Raden Mantri

63