Kaca:GEGURITAN MEGANTAKA.pdf/18

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

27. Tidur saling berpelukan, tetapi raden dewi, selalu waspada, tiada lain yang satu, akan keperawanannya, supaya jangan sampai kebobolan, raden mantri menyadari.

28. Pagi-pagi lalu angkat jangkar, berlayar perlahan-lahan, sampai di tengah lautan, karena kehendak Tuhan, tidak diduga-duga datang, angin kencang, mengobrak-abrik perahu.

29. Lalu perahu terbalik di tengah lautan, sungguh tidak tahu apa yang harus diperbuat, digulung oleh gelombang, perahu sudah pecah, nelayan dan juragan sema, sendiri-sendiri, banyak yang meninggal di dalam air.

30. Ada yang menduduki dayung, ada yang duduk di papan, tersebutlah raden dewi berpisah dengan kakandanya, masih tetap di balai-balai, disertai seorang pelayan, terombang-ambing, dibawa arus lautan.

31. Raden mantri duduk di atas dayung, dengan seorang pelayan Ni Nginte sudah meninggal, dan pelayan seorang, disebutkan tuan dewi, di tengah lautan, sudah terdampar ke pantai.

IV.

32. Diceritakan tiba di Melaka, pagi harinya beliau terdampar di sana, tuan dewi sangat payah, berdua dengan pelayan, ada sebuah batu, di atasnya terlindung oleh pohon bunga angsana, dan sedang berbunga, di sanalah beliau duduk.

33. Menangis sambil bersambat, tiada lain yang disebut raden mantri, sungguh menyiksa pikiran, seperti dalam mimpi saja, di mana saya bisa bertemu lagi dengan kakanda, lebih baik mati saja, tidak ada yang diderita lagi.

34. Walaupun di neraka, saya tetap setia, kendatipun tidak menemui kebahagiaan, sungguh malang tuanku, sangat menderita menjelma, oh Tuhan, lihatlah hamba, sedih menderita sendirian.

35. Sungguh besar permohonan hamba kepada Tuhan jika memperkenankannya, jika kakak sudah meninggal, jangan ditunggu sampai besok atau dua hari, jemputlah saya sekarang juga


18