Kaca:Babad Kayu Selem.pdf/67

Saking Wikisource
Kaca puniki kavalidasi

60

Mpu Kamareka sambil mengelus-elus kaki Dang Guru, disertai penghormatan. Tidak tersangka senang hatinya, sebab telah mem- peroleh anugerah. Diceritakan mengenai Dang Guru, sudah me- ninggalkan Tampurhyang, kembali pulang ke Pulau Jawa.


3. Sebab hanya bersifat pikiran, kemudian sampai di Jawa. Demikian ceritanya. Selanjutnya, entah telah berapa tahun berlalu, sangat rukun keturunan, orang-orang di Bali. Banyak telah berkeluarga, beranak cucu, meliputi hampir semua daerah. Begitulah kaadaan- nya, sebagai hasil yoga semadi para Bhatara Bhatari mendidik orang-orang. Itu menjadi suri teladan bagi orang Bali. Banyak kalau diuraikan, hal ihwal mengenai


38a. 1. penduduk Pulau Bali. Memiliki ketentuannya masing-masing, sampai dengan tata cara kematian sebab sama-sama mengu- sahakan. Begtu ceritanya dahulu. Setelah beberapa lama, kemudian


2. seperti sunyi dan sepi Pulau Bali. Apa sebabnya? Karena tidak ada raja pemegang tampuk pemerintahan. Itu sebabnya sepi. Waktu itu. Paduka Bhatara Putujaya bersama Bhatara Hyang Gnijaya


3. disertai oleh Hyang Catur Purusa pergi ke Gunung Jambudwipa menghadap Bhatara Hyang Paramesti Guru, mohon perkenan beliau, agar ada raja pemegang tampuk pemerintahan di Pulau Bali,

4. bertahta dan mengemban Kahyangan Besakih. Itu sebabnya ham- pir semua dewa dan dewata, dan para Resi, mengikuti Hyang Ku Jagatnatha dari sorgaloka. Demikian sama perasaan mereka


b. 1. masing-masing. Dipilihlah hari yang baik. Adalah anak Bhagawan. Kasyapa, kelahiran Dyah Wyapara, bemama sang Mayadanawa, sudah dijadikan suami oleh


2. Dewi Malini, yaitu putri Bhatara Hyang Ananta Bhoga, ibunya bernama Ni Dewi Danuka. Merekalah, yaitu Sang Mayadenawa dipilih oleh para Bhatara semua, diangkat menjadi raja, distha


3. nakan di Pulau Bali. Demikian kesepakatan mereka semua. Se- tujulah Mayadenawa dipilih, memegang kekuasaan di bumi ini, melalui kesepakatan di dalam persidangan. Kemudian kembalilah para Bhatara semuanya. Bhatara Putrjaya


4. setelah mohon izin ke hadapan Bhatara Hyang Paramesti Guru, bersama dengan Hyang Gnijaya, terutama Bhatara Catur Purusa, pulang kembali ke parhyangannya di Bali, yaitu di pura Besakih. Tidak dapat diumpamakan kebahagiaan dan kemuliaannya